- 1 -

1.6K 60 0
                                    

Minggu pertama bulan Desember, sekolahku mengadakan class meeting, suatu acara dimana semua kelas berkumpul untuk ikut serta dalam perlombaan yang dibentuk oleh OSIS guna menambah keakraban antar kelas dan antar angkatan. Tapi lain halnya dengan OSIS yang ada disekolahku. Mereka mengadakan lomba main Dota, game online tembak-tembakan yang tak ku mengerti, dimainkan beramai-ramai oleh anak cowok, dan kami para perempuan hanya bisa diam tak acuh.

Dalang dari class meeting tahun ini adalah Rafif, Ketua OSIS dan kakak kelas, yang tak lain dan tak bukan adalah pacarku. Rata-rata semua acara OSIS yang dibuat Rafif dan teman-temannya selalu biasa-biasa saja dan tidak seru sama sekali. Bayangkan, masa class meeting ada lomba makan kerupuk? Itu kan lomba untuk tujuh belasan. Alhasil tidak ada pesertanya. Apalagi anak-anak di sekolahku sok jaim semua.

Padahal sekolahku ini termasuk sekolah yang lumayan terkenal di Palembang, namanya SMA Gemilang Internasional. Beragam piala cerdas cermat berjejer rapi di dalam lemari kaca kantor guru. Banyak yang meyayangkan bahwa kinerja OSIS disini tidak sebanding dengan prestasi yang diraih sekolahku. Sekali lagi, OSIS yang tidak kreatif di ketuai oleh Rafif yang tidak kreatif juga. Sangat disayangkan, ia terpilih karena wajah dan badannya yang gagah, bukan kemampuannya memimpin organisasi. Walaupun aku pacarnya, aku mengakui kelemahan dia.

Aku pulang ke rumah dengan wajah kusut akibat kegalauan parah yang melandaku karena aku tak melakukan apa-apa di sekolah. Mau bagaimana? Class meeting-nya seperti itu. Sembari melepas sepatu, aku melihat mami sedang menyusun koper di dalam kamar. Dengan kuyu aku mendatangi beliau.

"La, kamu sudah pulang?" Mami menyadari kehadiranku.

"Iya mi, hari ini class meeting, jadi pulang cepet. Mami ngapain nyusun koper? Kan liburan masih lama, masih dua minggu lagi."

"Ngga papa nyicil aja, mumpung mami lagi ngga ada kerjaan."

Aku hanya menggaruk-garuk kepala dan berjalan menuju dapur untuk mencari makanan. Kegalauan class meeting sukses membuatku busung lapar.

"Mi, kita jadi liburan ke Eropa kan?" Tanyaku sembari menuangkan air es yang baru saja ku ambil dari dalam kulkas.

"Ke Jogja lah nak, ke tempat eyangmu, udah lama kita nggak mudik ke Jogja."

"Loh?! Katanya ke Eropa! Papi kan sudah bikin paspor!" Wajahku yang sedari tadi kusut bertambah kusut. Papi bilang kalau liburan akhir tahun ini kami sekeluarga mau jalan-jalan ke Eropa. Nyatanya mami malah bilang kalau kami sekeluarga akan liburan ke Jogja. Menyedihkan. Aku sudah bilang ke teman-teman kalau akhir tahun ini aku bakal liburan ke Paris.

"Tahun depan ajalah, eyang kakung lagi sakit. Banyak waktu ke Eropa kok nak."

"Padahal aku udah bilang sama temen-temen kalo aku mau liburan ke Eropa. Ealah, malah nggak jadi."

"Lah itu salahmu sendiri, ngomongin hal yang belum tentu jadi."

Aku berjalan ke kamarku, meninggalkan mami yang masih berkutat dengan kopernya. Papi memang hobi mengumbar janji, kayak caleg saja. Akhirnya bener-bener nggak jadi ke Eropa! Padahal aku sudah tak sabar ingin melihat Menara Eiffel. Ya sudahlah, negaraku kan juga punya Monas, nggak kalah bagusnya kok. Cuma bedanya Jakarta itu keras, nggak romantis kayak di Paris.

Braaaakkk!!! Tiba-tiba Vania membuka pintu kamarku dengan kasar sambil tertawa-tawa.

"Hei, yang sopan dong!" Teriakku yang sudah bersiap untuk tidur siang.

"Kaget ya?" Dia malah bertanya. 

Vania adalah adikku satu-satunya yang tak pernah ku harapkan kehadirannya. Dia beda dua tahun di bawahku, sekarang si bengal ini duduk di kelas delapan. Nakalnya minta ampun, tak ada kerjaan lain selain mengganggu kakaknya.

"Keluar sana!" Teriakku menyentaknya.

"Eh Adrel, galak amat sih jadi kakak! Di suruh mami nyusun koper kalo kamu lagi ngga ada kerjaan. Lagi marah ya karena nggak jadi ke Eropa? Cieee."

"Bukan urusanmu lah Van, keluar sana!"

"Terserah loh ya, pokoknya aku udah ngasih tau!"

"Bodo amat, aku mau tidur. Keluar sana!"

Aku mendorong Vania lalu mengunci pintu kamar. Aku ingin tidur, semoga saja tak bisa bangun lagi. Besok remidial dan ulangan perbaikan dimulai, aku harus belajar mati-matian untuk nilai Kimia-ku yang tidak lulus UAS, sepertinya ajal sudah mau menjemputku. Rafif, tolong aku!

***

IZINKAN AKU MEMILIH [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang