- 8 -

590 17 3
                                    

Aku mengambil baju biruku dalam koper Vania, memakai hot pants ku, dan menyiapkan batrai kamera yang sudah ku charge pada malam sebelumnya. Mas Ello sudah berganti baju di dalam kamarnya, dia menyemprotkan parfum yang membuatku hampir pingsan karena terpesona.

Mas Ello terlihat keren dengan kaus hitam yang dirangkap kemeja biru. Waw! Dia juga pakai baju biru, ganteng sekali! Tapi satu hal yang membuatku tak ingin jalan dengannya, tentu saja rambut mohawk-nya! Sumpah, aku malu sekali. Aku ingin agar Mas Ello memakai topi untuk menutup aibnya.

"Wah, kita kayak orang pacaran ya?" Mas Ello merangkul bahuku di depan cermin saat aku sedang sisiran.

"Mas..."

"Hmm?"

"Pakai topi dong."

"Duh, masa malem-malem pakai topi sih La? Kan ndak ada matahari."

"Rambut mas itu aneh." Ingin sekali aku menjambaknya.

"Aku jelek kalau pakai topi dek." Dia cemberut di depan cermin.

"Ganteng kok ganteng, kan orang lain yang ngeliat. Sumpah deh ganteng banget kalau pakai topi."

"Hehe, beneran ya?"

Mas Ello tertawa dan langsung mengambil topinya di dalam kamar. Benar apa yang dikatakannya, dia agak jelek kalau pakai topi. Tapi tak apalah, demi keselamatan dirinya dari rambut mohawk yang memalukan.

"Nah, gitu kan manis." Ujarku pada Mas Ello yang sedang cemberut dibelakangku. Aneh sekali dia ini, Mas Ello langsung membuka topi putihnya.

"Kok dibuka sih?!" Semburku sewot.

"Kok manis sih? Katanya ganteng!"

"Ya ampun. Manis sama ganteng apa bedanya?"

"Beda dong Zel. Manis itu satu level dibawah ganteng."

"Ya ampun cuma begitu doang mas! Ya udah deh, GANTENG! MAS ELLO ITU GANTENG!" Ingin sekali aku ngamuk gara-gara masalah yang tak berguna ini.

"Hehehe, ya udah deh yok berangkat, kemaleman nanti." Mas Ello menarik tanganku.

Aku turun ke bawah bersama Mas Ello. Tante Anna sedang mengeluarkan puding dari dalam kulkas. Tante tersenyum melihat kami berdua, andai saja Mas Ello bukan saudaraku dan andai saja rambutnya tidak dipotong mohawk seperti itu, mungkin kami bisa pacaran betulan. Andai, andai dan andai, kembali ke kenyataan.

"Ciee yang pakai biru-biru. Kalian berdua sudah besar ya." Tante tersenyum melihat kami. Ingin sekali aku mendengar tante berkata 'kalian berdua jodoh ya'.

"Iya dong ma, kami berangkat dulu ya." Mas Ello mencium tangan tante dan aku mengikutinya dari belakang.

"Kalian kayak orang pacaran loh." Tante tertawa, aku deg-degan.

"Ndak papa deh ma, ndak ada yang tau juga kok hehehe."

"Ello tumben kamu pakai topi malem-malem?" Tanya tante bingung.

"Itu aku yang nyuruh tante, habisnya rambut Mas Ello jelek." Sahutku.

"Iya bener kamu Adrela. Ello ini izin potong rambut seminggu yang lalu, pulang-pulang rambutnya sudah kayak jambul ayam, tante marah banget, tapi mas mu ini ngeyel, mentang-mentang sudah besar."

"Jangan gitu dong ma. Ello paham mama itu ndak tau tren rambut anak muda. Udah ah, kami berangkat dulu, sisain pudingnya ya ma, Ello mau."

Setelah berpamitan, aku dan Mas Ello langsung menuju garasi. Mas Ello mengeluarkan motor Ninja hitam miliknya. Haduh aku jadi malas berangkat, aku trauma melihat motor Ninja. Dulu aku pernah jatuh terpeleset saat turun dari motor Ninja Hijau milik Valen temanku SMP.

IZINKAN AKU MEMILIH [TELAH TERBIT]Where stories live. Discover now