- 11 -

391 16 1
                                    

"Halo Adrela, apa kabar?" Mas Angga menongolkan kepalanya dibalik pintu kamar. Aku kaget setengah mati. Tanpa ketuk atau permisi, Mas Angga langsung masuk dan berjalan menghampiriku.

"Halo mas, apa kabar?" Aku bersalaman sambil cipika-cipiki. Bau rokok langsung menguar dari kausnya. Dasar! Dari dulu tak pernah berubah. Rokok berbungkus-bungkus dapat dihabiskannya dalam hitungan jam. Jambangnya makin lebat. Mas Angga terlihat seperti sinterklas daripada pemuda umur dua lima.

"Eh udah gede ya, agak berisi dikit badanmu dari pada pas terakhir ketemu. Baguslah, dari pada kurus kayak Disa hahaha."

"Heh sembarangan!" Protes Disa sambil melempar bantal ke badan Mas Angga.

"Kerja dimana sekarang mas??"

"Aku nggak kerja La. Aku buka distro baju bareng temenku. Males ah ngantor-ngantor nggak jelas, mending wirausaha." Mas Angga berkata bangga.

"Keren mas. Kapan-kapan aku boleh main ke sana nggak?" Ujarku antusias sambil memperhatikan setiap senti raut wajahnya. Jambang. Jambang. Jambang.

"Kok kapan-kapan? Sekarang aja boleh. Kamu lama nggak disini?"

"Tiga atau empat hari."

"Oke deh, besok atau lusa aku ajak kamu ke distroku ya."

"Dis, mau ikut nggak?" Ajakku pada Disa.

"Nggak ah, distro jelek gitu, masa baju yang dijual di sana gambar tengkorak semua. Kamu aja La. Aku males ke sana." Disa menolak mentah-mentah. Sebenarnya aku malas kalau berdua saja dengan Mas Angga. Secara dia itu perokok berat, aku paling tak tahan dengan bau asap rokok murahan seperti itu.

"Ya udah deh, besok ya La." Mas Angga keluar kamar diiringi bau rokok.

Setelah Mas Angga pergi dan menutup pintu kamar, barulah aku bertanya pada Disa. Sebenarnya sudah lama sekali Mas Angga lulus kuliah, tapi mengapa baru kali ini dia buka distro? Bukannya dari dulu-dulu. Mengapa dia tidak cari kerjaan setelah lulus?

"Dis, Mas Angga dari lulus kuliah kemaren belum kerja ya?" Tanyaku penasaran.

"La, kamu nggak tau cerita. Lulus kuliah empat tahun yang lalu dia nganggur! Mama sama papa marah-marah, disuruh cari kerja nggak mau, kerjaannya merokok aja. Sampe papa pernah banting piring karena marahin dia."

Disa memutar bola matanya. Dia meletakkan HP disamping bantal dan kini dia menghadapku. Aku sangat rindu dengan ekspresi Disa saat menceritakan sesuatu. Dengan gaya khasnya dia bercerita penuh semangat dan berapi-api.

"Tapi sekarang dia buka distro?" Lanjutku.

"Nah, akhirnya dia di ajak temennya buka distro di deket Jalan Malioboro. Mereka nyewa ruko di sana. Temennya ini sama nakalnya kayak Mas Angga. Bedanya, temen Mas Angga lebih punya daya juang."

"Dibolehin sama papa mamamu Dis?"

"Awalnya papa marah waktu Mas Angga pinjem duit lima juta. Katanya sih buat modal awal sokongan sama temennya. Nggak tau gimana caranya Mas Angga bisa yakinin papa, terus akhirnya dia buka distro sama temennya itu. Eh, ternyata sukses La! Dia bisa balikin uang papa dalam waktu tiga bulan. Karena sudah ada hasilnya ya dibolehin aja sama papa."

"Tapi lumayan Dis, dari pada nganggur."

"Iya lumayan La. Tapi semenjak buka distro dia semakin jarang di rumah."

Mas Angga memang kebiasaan nakal dari dulu. Waktu SMA, kerjaannya hanya merokok dan pacaran. Tak terhitung banyaknya cewek yang dia bawa ke rumah. Mas Angga juga pernah mengenalkan cewek-ceweknya padaku. Cantik-cantik memang, Mas Angga juga tidak jelek-jelek amat kok.

IZINKAN AKU MEMILIH [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang