- 2 -

830 38 2
                                    

Setelah remidial dan segala tetek bengeknya, otakku pecah berhamburan ke lantai karena terlalu lelah berpikir. Ini adalah alasan mengapa aku tidak mau ikut class meeting basket dan voly hari ini. Lebih baik aku berkumpul di kantin bersama Namira dan Anya, sahabat dekatku, sebelum libur akhir tahun memisahkan kami bertiga. Coba saja kalau hari ini boleh membolos, pasti aku dan teman-temanku sudah berkeliaran di mall.

Seperti biasa, aku kesal dengan Rafif. Kalau bertemu, dia hanya mengedipkan sebelah matanya padaku. Kemarin aku bertemu dengannya di perpustakaan, Rafif hanya mengacak rambutku sekilas lalu pergi bersama rekan-rekan OSIS-nya. Dia sibuk melebihi presiden, mondar-mandir membawa peralatan olahraga dan keluar masuk lab komputer untuk mengurus Dota tembak-tembakan itu. Dia tidak menanyakan kabarku hari ini.

Bukannya tak suka, selain sibuk yang teramat sangat, ada satu hal lain yang membuatku sebal bila Rafif berlama-lama ikut kegiatan OSIS, karena ada satu perempuan yang senang sekali dekat-dekat dengannya. Dia Evina, anak kelas sebelas yang terkenal sebagai perusak hubungan orang, sudah banyak korban yang berjatuhan akibat perbuatannya. Menurut gosip yang beredar, Evina pun tega merusak hubungan teman dekatnya sendiri. Mentang-mentang dia OSIS, jadi dia bisa seenaknya dekat-dekat dengan Rafif. Awas saja kalau hal ini sampai terjadi pada hubunganku dan Rafif, akan ku hajar Evina.

Oke baiklah, sudah cukup aku menceritakan rasa kesalku pada Rafif. Ku harap kalian semua mengerti. Dan kali ini aku ingin menceritakan kilas balik awal pertemuanku dengannya. Tentunya akan ku ceritakan secara singkat, kalau secara lengkap pasti aku akan kembali kesal padanya.

Aku suka Rafif sejak hari pertama masuk SMA. Kisah ini dimulai saat aku berpapasan dengannya di depan WC dekat kantin. Aku langsung suka saat melihat matanya yang tajam melirikku. Saat itu aku belum tahu kalau dia adalah Ketua OSIS. Nah, setelah aku tahu bahwa dia Ketua OSIS, aku berniat untuk mundur, kalah sebelum perang. Karena aku menduga kebanyakan Ketua OSIS itu sok-sokan dan sulit mendapat perhatiannya.

Tapi nasib malah terbalik, Dewi Fortuna berada dipihakku. Rafif yang mengajakku berkenalan duluan. Waktu itu aku duduk sendirian di perpustakaan, tak sengaja Rafif berjalan melewatiku dan bukunya terjatuh. Aku mengambilnya dan jreng jreng jreng tralala semuanya pun terjadi. Kami berkenalan, bertukar nomor HP dan dua hati pun bersatu. Ku rasa dia sengaja menjatuhkan bukunya hanya untuk modus saja.

Sebenarnya aku hanya suka dan kagum pada Rafif, secara jujur aku belum jatuh cinta padanya. Tapi berhubung dia yang nembak duluan, ya ku terima saja, sayang kalau ditolak, apalagi dia Ketua OSIS.

"La, ada Rafif tuh." Namira menyenggol lenganku dan menunjuk ke arah pintu perpustakaan.

"Udah ah, biarin aja. Aku kesel sama dia. Sibuk banget sih. Jadi OSIS nggak di bayar juga!"

"Adrela, jangan gitu ah. Kamu seharusnya bersyukur punya cowok kayak Rafif. Bentar lagi dia juga pensiun kok jadi Ketua OSIS, gantian sama anak kelas sebelas. Soalnya tahun depan kan si Rafif udah ujian nasional." Anya menimpali.

"Iyaa iyaa, aku tau." Aku melipat kedua tanganku. Rafif sudah senyum-senyum dari jauh, dia mulai berjalan mendekatiku. Namira dan Anya mulai terbatuk-batuk lebay.

"Adrela, nanti sore kita jalan jam lima ya. Aku jemput." Rafif mengacak rambutku dan langsung berjalan pergi. Menyebalkan! Nanti sore aku mau memarahinya habis-habisan.

"Gila La, kamu beruntung banget!" Mata Namira membulat, agak menjijikkan.

"Beruntung apanya?"

"Jalan bareng Rafif!"

"Iiih, biasa aja."

"Eh eh, kalo kalian nge-date biasanya si Rafif ngapain?" Tanya Anya penasaran.

IZINKAN AKU MEMILIH [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang