2. Don't Call me Fatimah

7.5K 333 1
                                    

“Nama itu memang indah. Tapi diriku tidak menyukai nama Fatimah. Aku orang yang bejat dan kotor sedangkan Fatimah adalah orang yang suci dan mulia.”

***

Metta berdecak sebal karena motornya yang tiba-tiba mati di tengah perjalanannya menuju club malam ini dan itu berhenti tepat di depan masjid yang sedang melaksanakan shalat isya berjamaah. Ia turun dari motornya lalu berjongkok melihat apanya yang rusak dengan motornya walau sebenarnya ia tak tahu tentang mesin-mesin motor yang ia tahu itu hanyalah naik di atas motor dan mengendarainya.

Ia menggaruk-garuk tengkuknya yang sebenarnya tak gatal karena bingung melihat motornya yang tiba-tiba mati, namun beberapa menit kemudian, berdiri dari berjongkoknya dan menendang ban motornya akibat kesal.

“Nih motor kenapa lagi sih?”

Ia berjongkok melihat lagi motornya padahal ia sama sekali tak mengerti tentang mesin motor, ia menggaruk kepalanya yang sebenarnya tak gatal itu. Bingung apa yang dilakukan. Ia mengeluarkan ponselnya di saku celana jeansnya menelpon nomor bengkel langganannya, tetapi tiba-tiba ia teringat akan sesuatu kalau hari ini adalah hari Minggu yang di mana bengkel langganannya tutup.

"Apanya lagi sih yang rusak?." Metta menggerutu.

Ia melihat pada pintu masjid di mana semua orang yang shalat di dalamnya telah keluar karena shalat berjamaah telah selesai. Metta berharap semoga saja ada seseorang yang berbaik hati mau membantunya untuk memperbaiki motornya ini.

“Fatimah?!”

Suara yang sudah beberapa hari ini sering ia dengar dan sudah sangat ia hapal itu memanggil namanya dengan nada terkejutnya. Oh tidak lagi, Metta malas bertemu dengan pria ini.

Dengan sangat terpaksa Metta menoleh, menatap Ali dengan tatapan malasnya. Sementara Ali hanya tersenyum manis padanya tanpa mempedulikan tatapan malas Metta.

“Apa?” Ketus Metta.

“Kamu kenapa? Gak shalat isya?.”

“Shalat? Ngapain juga shalat, emang ada untungnya apa? Cuma bikin waktu gue rugi aja, mending ke club bisa senang-senang di sana.”

Astaghfirullaha'azhim ....”

Ucapan istighfar membuat Metta menoleh. Itu bukan suara Ali tapi suara seorang gadis yang umurnya sekitar tujuh belas tahunan itu. Gadis itu menatap Metta tak percaya, ia menggelengkan kepalanya pelan.

“Icha gak boleh kayak gitu,” tegur Ali pada sang adik yang ia panggil Icha.

“Abang dia ngomongnya bikin Icha jadi kesal sendiri walau bukan Icha yang digituin tapi kan ini shalat. Tiang agama kita, Bang.” Icha tak terima ditegur oleh Ali. Dia begitu kesal mendengar perkataan Metta.

Baru pertama kalinya Icha bertemu dengan seorang seperti Metta dan langsung membuatnya kesal setengah mati apalagi tadi ia berkata yang membuat Icha marah.

“Sudah sudah, lebih baik kamu sekarang ke mobil tunggu Abang di sana,” Suruh Ali.

Icha menganggukkan kepalanya patuh pada Ali. Ia berjalan meninggalkan Ali dan Metta di depan pintu gerbang masjid. Sedangkan Ali, ia masih tetap tersenyum dan ikut berjongkok di samping Metta, melihat-lihat apa yang Metta lakukan sampai ia hanya berjongkok terus dan melihat bagian kabel-kabel pada motor sport Metta. Yang ia lihat tak ada apa-apa pada motor Metta, ia kemudian menatap Metta.

“Motor kamu kenapa?”

“Mogok,” Ketus Metta.

“Bisa aku bantuin?”

Bidadari Dirindu Surga [REVISI]✔️Where stories live. Discover now