26. Ta'aruf

6.7K 294 16
                                    

“Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang membatasi pandangan, yang tidak pernah disentuh manusia maupun jin sebelumnya. Maka nikmat tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Seakan-akan mereka itu permata yakut dan majan.” (QS ar-Rahman ayat 56-58)

***

Seorang wanita dewasa menggunakan niqab sebagai penutup auratnya agar tak dipandang oleh laki-laki lain, menemani salah satu muridnya di madrasah ibtidayah tempat ia mengajar.

Tak terasa, sudah tujuh tahun ia mengajar di madrasah ibtidayah, walaupun dalam keadaan ber-niqab ia tak merasa terganggu ataupun risih. Ini sudah jalan yang ia pilih setelah kejadian tujuh tahun yang lalu, membuatnya berhijrah dan berpikir ia akan bertemu dengan jodohnya.

Metta sadar, ia tak pantas untuk lelaki sempurna seperti Ali. Tujuh tahun ini juga ia tinggal di pasantren sebagai guru madrasah tsanawiyah.

“Bu Ustadzah!” muridnya yang ia temani untuk menunggu jemputan itu memanggil Metta.

“Abi udah datang, Saif pulang dulu ya....”

Metta mengangguk pelan, mengelus puncak kepala Saif dengan lembut, kemudian mengecup singkat kening anak itu. Saif mencium punggung tangan Metta.

Saif adalah salah satu muridnya yang terbilang pandai, anak kecil itu sudah bisa membaca al-Qur’an, bahkan Saif saat ini sedang menghafal al-Qur’an dan jika sudah hafal maka ia akan menyetornya pada Metta.

“Hati-hati ya, Saif. Sebelum naik kendaraan baca doa dulu biar selamat sampai tujuan,” kata Metta lembut.

Saif mengangguk. “Iya, Assalamualaikum Bu Ustadzah....”

Anak kecil itu berlari menghampiri sang ayah yang masih berada di dalam mobil. Tanpa menunggu Saif pulang, Metta juga langsung memilih pulang ke pasantren, dengan mengendarai mobil yang dipinjamkan Kyai Umar padanya. Sebentar lagi akan masuk waktu ashar, memang Saif selalu dijemput lama oleh abinya. Metta ingin sekali bertemu dengan Abi Saif dan berbicara perihal Saif yang selalu dijemput lama daripada teman-temannya., namun apalah daya jika Abi Saif tak ada waktu dan juga ia yang selalu ada halangan jika ingin bertemu dengan abinya Saif.

Sekitar dua puluh menit, akhirnya ia sampai juga di pasantren. Memang jarak pasantren dan madrasah tempat Metta mengajar tak begitu jauh jika ditempuh dengan memakai kendaraan. Namun, jika dengan berjalan kaki bisa sampai satu atau satu setengah jam waktu untuk sampai di pasantren.

Keadaan di rumah Kyai Umar begitu ramai, terbukti dengan mobil-mobil yang terparkir di depan rumah Kyai Umar, dan ia mengenal mobil-mobil itu yang tak lain dan tak bukan adalah mobil milik keluarga besarnya.

Tanpa mau berlama-lama di mobil dan juga pikirannya telah dipenuhi oleh berbagai pertanyaan, Metta segera memasuki rumah Kyai Umar yang selama ini ia tinggali. Gadis  ber-niqab itu mengucapkan salam pada semua orang yang berada di dalam.

Di dalam ternyata ada papa dan mamanya, saudara-saudara mamanya dan papanya serta ada beberapa sepupunya yang berada di Jogja.

Ia tak mengerti kenapa semua keluarganya tiba-tiba datang di pasantren tanpa memberitahu padanya. Terlebih lagi dengan Kyai Umar dan istrinya.

“Ini kenapa rame banget?”

Mira tersenyum, menampilkan goresan keriput di wajahnya yang kini telah menginjak kepala lima. Ia bangkit, menghampiri anak semata wayangnya yang masih berdiri di depan pintu. Dielusnya pundak Metta dengan kasih sayang seraya tersenyum manis pada sang anak, senyum yang memancarkan kebahagiaan yang tak Metta ketahui mamanya bahagia karena apa, tetapi Metta tetap ikut bahagia.

Bidadari Dirindu Surga [REVISI]✔️Where stories live. Discover now