10.Orang suruhan

4.3K 263 0
                                    

“Aku memang sering membantah keduanya, tapi ketahuilah, aku seperti itu karena aku membutuhkan kasih sayang dari mereka. Namun, saat aku pergi mereka seakan baru menyadari jika aku membutuhkan kasih sayang dari keduanya.”

***

Setelah beberapa hari tinggal di rumah Ali dan belajar ilmu agama dengan Ali, Metta diajak oleh Icha untuk ke butik langganannya dan uminya untuk membeli ghamis. Selama beberapa hari belakangan ini Metta selalu memakai ghamis Ratna dan hari ini ia akan membeli ghamis sendiri untuk dipakainya.

Metta mengendarai mobil Salim yang dipinjamkan untuk mereka berdua. Di perjalanan Icha tak ada hentinya mengoceh tentang teman-teman sekelasnya, sesekali Metta akan mengoceh jika mendengar cerita yang menurutnya lucu itu.

Terik matahari yang menyengat siang ini tak menghilangkan semangat Icha yang ingin mengajak Metta membeli ghamis, bahkan ia sangat bersemangat mengajak Metta. Dihentikannya mobil saat traffic light berganti warna dari warna kuning ke warna merah, Metta terkekeh geli mendengar ocehan adik dari Ali ini.

“Kak Metta harus tahu, kursi yang diduduki sama Pak Ahmad itu kursi patah sampai Pak Ahmad jatuh terus pinggangnya bunyi. Semua orang ketawa,” cerita Icha bersemangat.

Sekitar dua menitan menunggu traffic light berganti warna menjadi hijau, Metta menjalankan kembali mobil, ia mengikuti arahan Icha untuk ke butik. Mereka berbelok ke tempat biasa Metta lewati jika ia akan ke club malam. Tiba-tiba saja Metta melihat beberapa orang suruhan Mama Papanya berkeliaran di sana, ia menginjak rem secara mendadak membuat Icha hampir saja terbentur oleh dashboar mobil.

“Kenapa Kak?” tanya Icha khawatir.

“Cha, kita balik aja ya, tiba-tiba aku gak enak badan,” bohong Metta.

“Kak Metta gak enak badan? Kenapa gak bilang dari tadi Kak?.” Icha bertanya dengan nada khawatirnya.

“Mending kita pulang aja dulu Kak, nanti kapan-kapan deh kita baru ke butik.”

Metta mengangguk. “Mau aku yang bawa mobilnya?” tawar Icha.

Metta menggeleng, “Gak usah,” tolak Metta halus.

Pada akhirnya mereka tak jadi ke butik. Ia terpaksa berbohong pada Icha, jika saja ia jujur Icha bias-bisa memberi tahu pada Ali atau Umi Abahnya dan Metta tak mau itu terjadi.

Di perjalanan Icha sesekali melirik Metta yang katanya tak enak badan itu, ia merasa khawatir takut nanti Metta kenapa-napa saat masih mengendarai mobil.

Tak memakan waktu sampai berjam-jam akhirnya mereka pun sampai. Sesampainya di pekarangan rumah Metta menghentikan mobil, sedangkat Icha tak langsung turun ia malah menunggu Metta turun barulah ia juga ikut turun. Setelah mesin mobil mati Metta segera turun, diikuti oleh Icha yang juga turun. Bahkan Icha menggandeng Metta masuk ke dalam rumah.

Diketuknya pintu rumah beberapa kali, tak lama uminya membukakan mereka pintu. Icha membawa Metta masuk ke dalam, Ratna yang melihat Icha terus menggandeng Metta mengernyitkan dahinya bingung.

“Metta kenapa Icha?” tanya Ratna ketika Icha dan Metta telah duduk di sofa di ruang tamu.

“Kak Metta gak enak badan, Umi,” sahut Icha.

Metta hanya diam . Jujur saja sebenarnya ia tak ingin membohongi Icha apalagi Ratna yang terlihat sangat khawatir mendengar kalau ia sakit, mereka begitu menyayangi Metta. Mata Metta tiba-tiba saja berkaca-kaca, ia sudah lupa berapa lama ia tak pernah dikhawatirkan seperti ini oleh mamanya sendiri atau berapa lama ia tak melihat wajah khawatir mamanya karena ia sakit. Ah... rasanya Metta merindukan itu.

Bidadari Dirindu Surga [REVISI]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang