After Marriage (Ali & Metta) 3

3.8K 97 0
                                    

"Izinkan Ustadz Ali untuk menikahi saya," ucap wanita itu pada Metta yang matanya sudah berkaca-kaca.

Siang-siang tiba-tiba dia kedatangan tamu seorang wanita berjilbab syar'i, meminta izin padanya agar Ali diizinkan untuk menikahinya. Poligami?

Metta menggelengkan kepalanya, ia tidak ingin Ali berpoligami, Metta juga tidak ingin dimadu. Wanita itu bukan seorang penyabar, biar bagaimana pun Metta tidak pernah setuju jika suaminya ingin menikah lagi.

"Maafkan aku, aku tidak bisa mengizinkan suamiku untuk menikahimu," tolak Metta halus.

Wanita itu mendongak, menatap Metta dengan mata yang berkaca-kaca. Dia pun bertanya, "Kenapa? Bukankah dalam Islam poligami itu dibolehkan?"

Metta mengalihkan pandangannya, ia tak kuasa melihat wajah wanita itu yang memelas. Metta tak sanggup jika Ali menikah lagi, Metta tidak ikhlas.

"Maaf," lirih Metta.

"Saya mohon, saya tidak bermaksud untuk menyakiti kamu."

"Kenapa kamu sangat ingin menjadi istri kedua suamiku?"

Metta perlu mendengar alasan wanita itu, kalau alasannya benar-benar logis dan bisa diterima, Metta akan mencoba istikharah.

"Saya pernah mendengar ceramah ustadz Ali tentang poligami, yang saya tangkap suami harus adil dan mampu menafkahi wanita. Saya seorang janda anak satu, saya rasa ustadz Ali adalah orang yang cocok."

Astaghfirullah

Metta menggelengkan kepalanya lemah, kenapa wanita ini menganggap kalau Ali satu-satunya yang cocok untuk menjadi suaminya? Apa di dunia ini hanya ada satu pria saja?

"Saya mohon." Sekali lagi wanita itu memohon, membuat Metta jadi tak tega. Belum lagi wanita itu berlutut di kakinya.

Metta memegang pundak wanita itu, membantunya berdiri.

"Aku akan bicarakan dengan Mas Ali."

Pada akhirnya, yang Metta pilih adalah membicarakan dengan Ali sebelum mengambil keputusan yang bisa saja membuat Ali marah.

***

Metta melilitkan ujung bajunya di jari, wanita itu melirik sang suami yang tengah bercermin, merapikannya rambut.

Bagaimana caranya ia mengatakan pada Ali?

Sementara itu, menyadari kalau sejak tadi menyadari kalau Metta terus memperhatikannya, Ali pun menghentikan aktivitasnya merapikan rambutnya. Pria itu tersenyum manis, menghampiri Metta yang   masih setia memilin ujung bajunya.

"Kenapa, Sayang?" Tanya Ali dengan nada lembut.

Metta menggigit bibirnya, gigitan di bibirnya semakin kuat ketika Ali duduk di sampingnya, kemudian memeluknya erat. Tangan Ali mengelus bibir Metta lembut, bermaksud melarang sang istri untuk berhenti menggigit bibirnya sendiri. Setelah Metta sudah tak menggigit bibirnya sendiri, Ali tersenyum dan mengecup bibir Metta sekali.

"Mas," panggil Metta.

"Hmm," gumam Ali.

"Tadi ada yang datang."

Ali mengernyit mendengar pernyataan istrinya. Ada yang datang dan istrinya tak meminta izin padanya, bagaimana kalau itu adalah orang jahat? Bukan bermaksud souzon, tapi saat ini Metta sedang hamil, dan Ali takut terjadi apa-apa pada anak di kandungan Metta.

"Kenapa gak izin? Gimana kalau terjadi sesuatu pada anak kita?"

Metta langsung menatap mata Ali saat Ali berkata seperti itu. Entah kenapa ia sedih kala Ali lebih mementingkan kondisi anak mereka? Setidaknya Ali harus memikirkan kondisi Metta juga.

"Mas—" ucapan Metta tak berlanjut, ia langsung menghentikan ucapannya. Wanita itu berpikir, wajar saja Ali se-khawatir itu pada janin di kandungannya, ini adalah anak pertama Ali.

"Kenapa?"

"Orang tadi minta izin sama aku."

"Minta izin apa?"

"Untuk izinkan Mas menikahi dia," jawab Metta.

Ali menghela napasnya. Kemarin-kemarin ada wanita yang meminta untuk dinikahi dan sekarang ada yang datang pada istrinya, meminta izin pada istrinya agar ia menikah lagi.

"Gimana pendapat Mas?"

Ali menggelengkan kepalanya.

"Gak mungkin Mas menikah lagi sedangkan Mas belum bisa bahagiain kamu sepenuhnya," ungkap Ali.

"Aku takut Mas nikah lagi, aku gak mau Mas poligami," kata Metta sembari terisak.

***

Setelah menenangkan Metta yang menangis hampir sejam, Ali dapat bernapas dengan lega. Ia benar-benar tak habis pikir sama wanita yang mendatangi istrinya dan meminta izin agar dia menikahi wanita itu. Selama hidupnya, Ali hanya ingin menikah sekali walau sebenarnya takdir berkata lain, tapi Ali mensyukuri semuanya.

Mensyukuri semua kejadian yang ada di hidupnya, mulai dari bertemu dengan Metta yang cuek juga ketua, menghadapi masalah Metta yang difitnah, kemudian Putri yang hamil, sampai dia dan Metta kembali bertemu dan menikah.

Selama masa pernikahan mereka memang ada yang namanya pertengkaran kecil ataupun besar. Walau begitu mereka bisa menyelesaikannya. Tak selamanya di dalam pernikahan mulus, pastinya mereka akan menghadapi yang namanya masalah di pernikahan mereka.

Pintu kamar mereka dibuka, memunculkan Saif dari baliknya.

"Abi," panggil Saif pelan.

Ali meletakkan jari telunjuknya di bibir, memberikan Saif tanda untuk tidak berisik. Mengerti dengan maksud abinya, Saif pun membuka pintu itu pelan-pelan, bahkan berjalan menghampiri Ali pun juga pelan-pelan, takut uminya yang tengah mengandung terbangun.

"Kenapa?" Tanya Ali lembut kala anaknya sudah berada di depannya. Ali menarik pelan tangan Saif untuk duduk di sampingnya.

"Saif kangen sama Abi," ujar Saif.

Ali tersenyum, memaklumi. Semenjak menikah dia memang jarang bersama sang anak, walau Saif bukan anak kandungnya, tapi kasih sayang Ali sangat besar pada anak itu. Saif adalah anugrah yang diberikan Allah padanya selain Metta juga anak dalam kandungan Metta.

"Maafin Abi, yah?"

Saif menganggukkan kepalanya. Sementara Ali, ia mengecup puncak kepala Saif.

"Tidur sama Abi di sini, yuk!" Ajak Ali dan Saif langsung mengangguk.

Ali tersenyum, suatu saat dia akan mengatakan yang sebenarnya pada Saif, dia akan mengatakan siapa dia sebenarnya. Apalagi mengingat Saif yang beberapa tahun lagi akan balig.

***
Alhamdulillah update lagi

Satu lagi deh, janji satu lagi extra part-nya. Pokoknya ditunggu aja yah.

Oh iya, baca juga ceritaku yang judulnya 1% (Lintang dan Lara)

Bye bye
Semoga suka

Bidadari Dirindu Surga [REVISI]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang