9. Belajar ilmu agama

4.7K 287 0
                                    

“Menuntut ilmu wajib bagi setiap umat muslim dan Muslimah.” (HR. Ibnu Abdil Barr)

***

Dari kejauhan Metta menatap Ratna dengan tatapan kagumnya. Ia kagum melihat Ratna yang sekarang sedang membaca buku―ditemani oleh Icha―yang ia lihat judulnya adalah ‘Fikih Sunnah Wanita’. Ah... rasanya ia ingin seperti Ratna, mengerti dengan ilmu agama serta bisa mendidik kedua anaknya untuk taat kepada Allah.

Melangkahkan kakinya, Metta mendekati Ratna yang sedang membaca. Kemudian ia menjatuhkan bokongnya di sofa samping kiri Ratna duduk, lalu ia tersenyum lembut menghadap ke arah Ratna yang kini sudah menghentikan aktivitas membacanya dan menatap Metta dengan kedua sudut bibir terangkat juga.

“Umi tahu semua tentang agama sejak kapan?”

Ratna mengernyitkan dahinya yang setengah tertutup oleh jilbab syar’i berwarna hijau tosca itu seolah bertanya bahwa ia tak mengerti dengan pertanyaan Metta.

“Sejak kecil orang tua Umi udah ajarain Umi tentang agama sampai Umi besar.” Walaupun pada awalnya ia merasa bingung dengan pertanyaan Metta, Ratna tetap menjawabnya.

Metta nampak manggut-manggut, ia melihat-lihat buku yang tadi dibaca oleh Ratna, penasaran dengan isi buku tersebut. Ratna yang mengerti, ia pun memberikan Metta buku itu seraya tersenyum manis ke arah gadis cantik itu.

“Mau baca bukunya?”

Metta mengaggukkan kepalanya cepat, matanya berbinar mendengar tawaran Ratna untuk membaca buku itu dan berkata, “Mau banget Umi. Apalagi pas liat Umi baca buku itu aku jadi kepengen belajar ilmu agama,”ujar Metta.

Metta tersenyu.”Umi mau gak ajarain aku ilmu agama?” imbuh Metta.

Ratna jadi tersenyum mendengar pernyataan Metta. “Kalau mau belajar ilmu agamanya sama Ali atau Abah, kalau sama Umi jangan soalnya Umi rasa ilmu agama Umi belum semuanya sempurnah.”

“Belajar ilmu agama sama Abah aja deh Umi, gak usah sama Ali soalnya aku takut kalau belajar agama sama dia.” Metta berkata dengan jujur.

Ia benar-benar takut untuk belajar bersama Ali, taku nanti Ali malah mempermalukannya walau itu suatu hal yang mustahil bagi Ali.

“Kenapa sama Abah, kan Ali sama Abah sama aja.”

Metta menggelang ketika Ratna akan membuka suara Metta pun menyela.

“Tapi Abah gak garang kan Umi?”

Ratna terkekeh geli mendengar pertanyaan Metta.

“Nggak kok” sahut Ratna masih dengan kekehan gelinya itu. Belum tahu saja Metta ini kalau suaminya lebih garang daripada pada Abinya.

***

Senja telah berganti dengan sang rembulan yang malam ini terlihat sangatlah terang, setelah selesai shalat magrib berjamaah dan makan malam bersama serta membantu Ratna mencuci piring Metta langsung bergegas masuk ke kamar Icha untuk membaca buku. Metta membaca buku itu dengan penuh penghayatan walau buku itu terdapat banyak ayat dan hadis yang tertuliskan dari bahasa Arab namun Metta tak mempedulikannya, ia tetap membacanya.

Sementara itu, Icha menatap Metta dari pantulan cermin yang berada di hadapannya sekarang ini. Metta terlihat asik membaca buku yang dipinjamkan Ratna padanya, buku yang berjudul ‘Fikih Sunnah Wanita’ yang tadi dibaca oleh Ratna kini dipinjamkan Ratna padanya. Dan dengan senang hati Metta menerimanya.

Icha menghembuskan napasnya panjang, ia sangsi, apakah mengatakannya sekarang atau nanti-nanti saja, tetapi menurutnya ini adalah waktu yang sangat tepat. Setelah memikirkan perkataan abangnya kemarin malam Icha jadi memutuskan bahwa ia akan meminta maaf pada Metta.

Bidadari Dirindu Surga [REVISI]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang