19. Masalah Baru

3.8K 222 7
                                    

“Allah akan menguji umatnya sesuai kemampuan mereka. Tergantung bagaimana kemampuan mereka dalam menghadapi ujian itu, tergantung bagaimana sabarnya dalam menghadapi ujian itu dan tergantung dengan keimanan mereka. Aku tahu, Allah memberikanku ujian karena ingin menguji kemampuanku, kesabaranku dan juga keimananku.”


***

Melihat mata Metta sembap, Mira tampak khawatir begitu pun sebaliknya dengan Reza. Reza terus saja memperhatikan anak semata wayangnya itu. Ingin bertanya ia sangat yakin jika Metta tak akan menjawab pertanyaannya yang ada ia hanya mendengar suara istrinya yang juga akan ikut bertanya pada Metta.

“Ma, Pa, Metta duluan yaa….” Pamit Metta.

Ia bangkit, mencium punggung tangan kedua orang tuanya kemudian mengucapkan salam. Berjalan keluar menuju mobilnya di halaman depan, Metta menarik kemudian menghembuskan napasnya panjang. Apakah hari ini ia akan mendengar lagi kata-kata hina dari orang-orang kampus?, sungguh ia tak siap, ia takut mendengar itu semua, terlebih lagi tak orang yang ia harapkan untuk menguatkannya. Ali bahkan tak peduli.

Apa setelah ia sudah paham tentang agama Ali menjauh darinya karena merasa tugasnya telah selesai?

Kemana sikap dan sifat Ali yang dulu ia kagumi?

Bahkan untuk berbicara padanya saja Ali selalu menghindar. Apa Ali percaya dengam rumor tentang dirinya yang beredar saat ini?.

Tak sadar ternyata langkah kakinya telah sampai di samping mobil kesayangannya, dibukanya pintu mobil itu lalu masuk ke dalam dan menjalankannnya, meninggalkan pekarangan rumah.

Sepanjang perjalanan Metta tak henti-hentinya berdoa semoga saja apa yang ia alami kemarin-kemarin adalah mimpi semata. Hingga ia sampai di parkiran kampus. Beberapa orang yang berada di parkiran melihat mobil Metta, Metta yang memang dalam mobil jadi takut untuk keluar. Bukan takut untuk dicaci atau dimaki karena cacian dan makian cocok untuknya tapi ia takut dengan fitnah yang semakin menyebar bahkan ada sampai ke telinga dosen.

Sebelum benar-benar keluar, Metta membaca doa terlebih dahulu, memohon kepada Allah perlindungan. Kaki kanannya turun dari mobil bersamaan dengan detak jantungnya yang tak karuan. Ketika benar-benar telah keluar dari mobil, Metta dapat melihat tatapan orang-orang seperti tatapan beberapa hari yang lalu.

Metta bermohon semoga saja Allah mengirimkannya seorang pelindung dari segala fitnah ini. Karena saat ini ia butuh seorang yang bisa melindunginya, yang bisa mendengar cerita yang sebenarnya terjadi pada dirinya.

“Bu Ustadjah!” seruan seorang yang sangat Metta kenal suaranya, serta panggilannya membuat Metta mampu bernapas lega. Bagas datang, orang yang selama ini membantunya, orang yang selama ini memberikannya nasihat, dan orang yang selama ini melindunginya dari fitnah kejam yang ditujukan pada dirinya.

Metta menoleh ke samping, mendapatkan Bagas berdiri tak jauh darinya. Tak lama, Bagas bergerak mendekati dirinya.

“Bu Ustadjah baru datang? Kok lama banget ya Bu Ustadjah datangnya?,” tanya Bagas ketika ia telah sampai di samping Metta.

Metta tersenyum manis. Untuk pertama kalinya, setelah fitnah itu tersebar, Metta tersenyum tulus dan untuk pertama kalinya juga Bagas melihat senyum Metta yang terlihat manis di matanya. Bagas ikut tersenyum, entah kenapa ia suka melihat senyum Metta. Seolah keinginannya itu hanya ada satu, yaitu membuat Metta terus tersenyum.

“Eh! Bagas, ngapain lo manggil tuh cewek Ustadzah, gak cocok,” celetuk salah satu pria teman jurusan Bagas.

“Bukan urusan lo,” balas Bagas ketus.

“Lo udah dikasih sesuatu yang berharga sama dia sampai lo jadi belain dia? Atau lo minta terus dia kasih dengan syarat lo harus belain dia?,” sambungnya.

Bidadari Dirindu Surga [REVISI]✔️Where stories live. Discover now