-Dua Belas-

11.9K 1.5K 38
                                    

Aaditya meletakkan pena yang semula sibuk ia goreskan pada lembaran berkas ke meja. Kemudian ia meraih ponsel dan menghubungi seseorang. Beberapa detik menunggu jawaban, Aaditya sempat meneguk segelas air mineral hingga tandas.

"Halo, Pak Udin? Buket bunganya sudah beres?" tanya Aaditya begitu panggilan terhubung.

"...."

"Oke, saya segera turun."

Ketukan pintu terdengar begitu Aaditya usai menutup telepon.

"Ya, masuk!"

Sekretaris Aaditya memasuki ruangan membawa map dalam dekapan. Ia baru berani duduk di kursi saat Aaditya menunjuk kursi dengan telapak tangannya.

"Saya sudah mencari beberapa blogger ternama yang mungkin bisa membantu membuatkan iklan melalui artikel mereka, Pak. Silakan Pak Aaditya pilih yang sekiranya cocok," terangnya.

Aaditya menerima map. Ia membaca beberapa biodata beberapa fashion blogger yang mungkin bisa menjadi ajang promosi bagi produk kecantikan perusahaannya. Desahan Aaditya terdengar saat dirasa belum ada yang cocok. Semua cenderung mengupas produk fashion. Sementara Aaditya butuh blogger yang memang berpengalaman dengan produk parfum wanita. Ia hampir enggan menyelesaikan membaca beberapa data. Namun, lembaran terakhir tersembul ke atas saat map tertutup.

"The Queen?" baca Aaditya lirih.

Cocok. Sang sekretaris tersenyum lega saat Aaditya tersenyum pertanda cocok. "Itu yang terakhir saya agak ragu sebenarnya. Karena dia sudah setahun ini berhenti dari dunia blogger dan fashionista. Hanya saja, sepertinya dia sedang mulai bangkit kembali degan kreatifitas fashion untuk kalangan menengah ke bawah. Bagaimana Pak?"

Aaditya terdiam, ia masih sibuk mengamati kertas di depannya. Beberapa detik kemudian Aaditya mengangguk pertanda setuju. "Oke, segera hubungi dia. Buat janji pertemuan dengannya."

"Baik, Pak." Sekretaris yang baru dua bulan bekerja itu mengangguk mantap.

"Oh, ya, jangan katakan siapa saya. Buat saja perjanjian atas nama dirimu. Oke? Terima kasih atas kinerjamu yang bagus," ungkap Aaditya.

"Baik, Pak. Permisi," pamitnya.

Aaditya menilik jam tangannya. Ia harus segera turun menemui Pak Udin, sopir pribadi Tiara. Hari ini sedang malas menyetir, tidak ada salahnya meminta bantuan sopir pribadi Tiara. Toh, mamanya sedang tidak ke mana-mana dan sibuk bersama Maya di rumah. Maya bahkan mendadak izin bekerja demi mempersiapkan pesta pertunangan mereka.

Tidak dengan Aaditya. Ia lebih memilih membiarkan Maya dan Tiara mempersiapkan segalanya. Lagipula kesibukan di kantor tak seharusnya ditinggalkan, bukan? Pada akhirnya, Aaditya selalu banyak mengemukakan alasan agar tidak ikut Maya dan Tiara mempersiapkan pertunangannya.

~o0o~

Luna berdiri di samping Hardian dan membungkuk meletakkan buket bunga ke atas nisan. Hardian masih terpaku, menatap Luna dengan tatapan sendu. Kerinduannya menyeruak, namun ia berusaha menutupinya dengan bersikap dingin.

"Papa sehat?" tanya Luna setelah menoleh ke arah Hardian.

Hardian berdeham sembari membuang muka. Ia berpura-pura sibuk menatap nisan Sebastian. "Seperti yang kamu lihat. Aku semakin tua, dan tak ada yang peduli padaku. Bahkan putriku sendiri pergi dari rumah," ucapnya sinis.

Luna menggigit bibir, menghela napas sekuat yang dia bisa. "Karena Papa tak kunjung mengatakan semuanya. Bisakah tidak ada rahasia akan siapa diriku?"

Luna (Repost)Where stories live. Discover now