Bagian Tiga

822K 60K 4.9K
                                    


"Kemarin kamu kemana aja? Kenapa gak ikut kelas pak Azhar, pasti kamu gak ngerjain tugas kan? Jadi gak masuk," tebak Arin yang tengah berjalan di samping Bella.

Keduanya tengah berjalan menuju kantin seusai kelas pertama mereka selesai.
"Aku pusing makanya balik dulu. Dan asal kamu tahu, aku emang gak suka sama pak Azhar, tapi aku udah ngerjain tugasnya kok." Bella membela dirinya. Ia tidak suka jika ada seseorang yang menilai dirinya sebelah mata. Bella memang rada tidak suka dengan salah satu dosennya itu. Tapi Bella profesional. Tidak menyangkut-pautkan urusan kuliah dengan pribadinya. Tidak suka dengan pak Azhar, bukan berarti membuat Bella enggan mengerjakan tugas yang diberikan pak Azhar.

"Sayang banget kemarin  gak masuk kelas," ujar Arin yang sudah duduk di salah satu kursi kantin yang berwarna putih.

Bella ikut duduk, berhadapan dengan Arin yang senyum tidak jelas. Entahlah, Bella tidak tahu alasan senyum Arin.

"Emang ada apaan? Paling dapat omelan kan dari pak Azhar? Atau pak Azhar membabat habis kumis nyereminnya itu? Sampai kamu senyum gak jelas?" Tebak Bella.

Arin menggelengkan kepala pelan. Kedua telapak tangannya menyatu dan senyumnya masih setia menghiasi bibirnya yang merah dipoles lipstik.

"Kok makin gila sih? Ngapain coba senyum-senyum sendiri?"

"Tau nggak? Hari kemarin adalah hari terakhir pak Azhar jadi dosen di sini, sebagai gantinya, kita dapat dosen super hot, tampan dan sukses buat mahasiswi jatuh cinta. Wajahnya yang uhh, bibirnya yang sexy cipokable, dadanya pasti nyaman ... pelukable pokoknya. Gebetanable bange. "
Arin tersenyum tidak jelas membayangkan wajah dosen barunya.

Bella meraih sumpit dan memukulkan sekali ke kepala Arin. Arin mendengkus kesal menatap Bella.
"Apaan sih? Aku kan lagi ngebayangin gimana dosen baru kita, andai aku jadi kekasihnya. Surga dunia pokoknya."

"Huh, please deh Rin, kamu udah punya tunangan. Ingat itu!"

Arin berdecak sebal.
"Iya iya, pesen makanan gih, laper," titah Arin.
Bella mengangguk lantas beranjak memesan makanan.

Ia memasang matanya dengan jeli, pergerakannya juga gesit saat banyak mahasiswa berlalu lalang di sekitarnya. Sebisa mungkin ia harus berhati-hati agar tubuhnya tidak bersentuhan dengan seorang laki-laki atau ia akan merasakan sakit yang luar biasa.

Bella cukup trauma dengan rasa sakit yang menyerang tubuhnya saat sengaja atau tidak disengaja bersentuhan dengan seorang laki-laki. Rasa sakit yang tidak bisa Bella jelaskan seperti apa.

Bella menolehkan kepala ke samping. Meskipun tadi tatapan matanya menatap ke depan, ia tadi melihat sosok serba hitam, seperti yang ada di apartemen yang belum terdeteksi wajahnya.

Kosong. Tidak ada sosok itu. Hanya ada pemandangan mahasiswi yang tengah bercengkerama bersama. Bella menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Padahal tadi ia begitu yakin, sosok misterius berpakaian serba hitam tengah berdiri menatap ke arahnya. Bella bisa merasakan itu.

Bella menggelengkan kepala, mencoba menghilangkan pemikirannya tentang laki-laki misterius berpakaian serba hitam itu. Ia kembali melangkah.

Setelah memberitahu pemilik kantin tentang pesanannya, Bella berdiri bersandar di tembok pembatas, tangannya ia silangkan di dada, dan matanya menatap ibu kantin yang tengah menyiapkan pesannya.

Tiba-tiba Bella merasakan ada yang aneh pada dirinya. Ia seperti didorong tadi, hanya sedetik Bella merasakannya, kini ia sudah tidak merasakan ada dorongan di tubuh belakangnya.

Bella menoleh ke belakang, tidak ada siapapun, hanya ada tembok. Tidak mungkin tembok mendorong tubuhnya.

Bella tersentak kaget saat tiba-tiba ia merasakan ada seseorang yang memeluknya dari belakang, pelukan yang begitu nyaman, Bella juga merasakan ada sesuatu yang bertengger di bahu kanannya.
Sekarang, Bella merasakan jika dirinya sudah bersandar di dada bidang seorang cowok, di peluk erat dari belakang, dan kepala si cowok tengah bersandar di bahunya. Persis di film romantis kesukaannya.

POSSESSIVE DEVILTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang