Bagian Delapan

647K 49.6K 2.7K
                                    

Kevin berjalan tergesa-gesa, bahkan tidak bisa disebut sebagai berjalan, mengingat derap langkah Kevin begitu cepat. Lebih cocok disebut sebagai lari.

Kevin berlari dengan langkah lebar dan ritme cepat menuju tempat Bella, begitu ia keluar dari lift. Saat ini ia sendiri tengah menyusuri lantai lima, dimana Bella berada.

Rambut poni yang biasa menutupi dahi Kevin bergerak naik turun seirama dengan derap langkahnya. Cowok yang tengah berlari menuju apartemen kekasihnya itu mengenakan celana jeans panjang dengan atasan kaos pendek berwarna biru Dongker yang ukurannya pas ditubuh atletisnya.

"Bella! ini aku Kevin," ucap Kevin mengetuk pintu. Ia membungkukkan badan, menempelkan kedua telapak tangannya di lutut, napas yang masih memburu sedang ia usahakan agar kembali normal.
Peluh menghiasi sekitar pelipis dan dahinya. Dalam sekali usapan, peluhnya sudah hilang.

"Kevin! kamu ngapain ke sini?" pertanyaan itulah yang lolos dari bibir Bella begitu Bella membuka pintu dan mendapati Kevin yang tengah ngos-ngosan.

Kevin menegakkan, menatap Bella dengan senyum tipis.
"Bella, kamu gak papa? Aku khawatir banget, pas aku mau bawa kamu ke ruang kesehatan, tiba-tiba aja kamu menghilang," ucap Kevin terdengar khawatir. Tangannya terangkat hendak memeluk Bella, sebagai penghilang rasa khawatirnya.

Bella menggelengkan kepala pelan, kakinya melangkah mundur menjauhi Kevin.

Kecewa.
Itulah yang Kevin rasakan saat ini. Bahkan lebih dari sekedar kecewa. Terpaksa tangannya yang sudah terangkat, ia turunkan dengan pelan.

"Maafin aku, Vin" ujar Bella tak enak hati. Bella bisa melihat bagaimana Kevin sekarang. Sorot mata meredup cukup menjelaskan kekecewaan yang Kevin rasakan pada Bella.

Kevin menghela napas dengan kasar, tangannya mengusap gusar wajahnya. Pandangannya tak luput dari wajah Bella.

Kevin tertawa hambar.
"Aku gak tau salahku di mana sama kamu Bel, aku gak tau gimana ngadepin kamu yang menjauh dari aku kayak gini. Kalau udah gak ada cinta, kita bisa akhiri semuanya bel, bukan kayak gini. Aku sama kamu masih terikat status, tapi aku merasa sendiri."

Ucapan Kevin mampu merobek hati Bella. Bukan seperti ini yang Bella inginkan.
Bella tidak mau kehilangan Kevin, banyak kenangan yang sudah mereka lukis bersama. Pahit asin manisnya cinta sudah mereka cicipi bersama. Banyak waktu yang mereka lalui bersama dengan segala cerita suka cinta, duka dan bahagia.

Tidak semudah itu untuk mereka saling melepaskan, membiarkan cinta menjadi kisah yang sudah berlalu, yang hanya bisa dikenang dalam ingatan.

Bella sendiri bingung, bagaimana menjelaskan pada Kevin. Bukan hanya itu, Bella juga tidak tahu ia harus mulai dari mana.
Keadaannya terlalu rumit.

Tanpa sadar air mata Bella menetes begitu saja, melewati pipi membentuk sungai kecil disana. Takdir yang tengah memainkan hidup Bella benar-benar membuat Bella kehilangan jati dirinya. Apa ia sekarang harus kehilangan Kevin, kekasihnya?

"Bella, aku mohon jangan nangis. Aku tahu aku yang salah Bel," ujar Kevin lirih, tangannya terulur bersiap menarik Bella ke dalam pelukannya. Seperti yang ia lakukan disaaat Bella menangis, hanya dengan memeluknya, sampai  Bella merasakan kenyamanan dan perlahan Bella akan berhenti menangis.

Bella menatap pilu ke arah Kevin, kakinya sudah mundur melangkah menjauh dari Kevin yang hendak memeluknya. Bukan tak mau dipeluk, hanya saja Bella tidak mau menyakiti dirinya sendiri. Jauh di lubuk hati Bella, Bella rindu hangat peluk kekasihnya yang dulu selalu memberikan kenyamanan dan kehangatan bagi Bella.

Kevin meremas rambutnya dengan gusar, ia berputar sembilan puluh derajat. Saking kesalnya dengan keadaan ini, tangan kanannya memukul keras ke arah tembok.

POSSESSIVE DEVILTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang