Chapter 5

11.1K 1.2K 56
                                    

"Jadi kalian berteman?" tanya Tama setelah mendengar penuturan Lili. Lili mengangguk pelan, diliriknya Dina yang tengah membuang muka darinya. Lili hanya bisa menghela nafas pasrah. Lagian, Dina merasa menatap dinding dan lantai jauh lebih baik dibandingkan menatap wajah Lili. Apalagi tadi melihat Lili yang duduk berdekatan dengan Rio sudah membuatnya mual.

"Siti.." Sial! Panggilan itu lagi... membuat Dina geram saja! Akhir-akhir ini memang sudah menjadi kebiasaan buruk Dina mengumpat dalam hati. Hiiii kenapa disaat-saat seperti ini Tama memanggilnya begitu? Ini bukan waktu bercanda!

Ngomong-ngomong soal insiden cium pipi tadi, Dina benar-benar takut kalau-kalau Tama akan marah dan memotong gajinya lebih besar lagi selama enam bulan ke depan. Tapi ternyata tidak. Syukurlah. Tapi..tapi.. Tama adalah pria pertama yang ia cium pipinya. Demi apapun Dina ingin memanggil Doraemon saja. Menyuruhnya mengambil benda penghapus waktu dari kantung ajaibnya. Dengan begitu, Dina bisa memintanya menghapus kejadian tadi. Sebab Dina tak mau menjadi salah satu dari sekian banyak deretan wanita yang pernah mencium pipi Tama. Dina menggeleng dan helaan nafas kecil lolos dari bibirnya.

"Sepertinya saya harus bawa kamu ke THT" bisik Tama berat tepat di depan telinga Dina.

Dina memundurkan sedikit kepalanya lalu menoleh, dilemparkannya tatapan dongkol pada Tama.

"Dari tadi saya manggil kamu" kata Tama.

"Saya nggak merasa dipanggil sama bapak, nama saya Dina bukan Si-ti!" Dina tekankan. Tama malah tersenyum miring. Membuat Dina menyebikkan bibir.

"Kamu harus minta maaf" ujar Tama tenang, tanpa tahu bahwa perintahnya itu seperti dentuman genderang di dada Dina.

Yang benar saja, ia minta maaf pada Lili?! Lili seharusnya minta maaf terlebih dulu pada dirinya sendiri dan keluarganya. Dina hanya merasa teramat kecewa. Ia merasa Lili sudah salah langkah. Dan langkah Lili itu sendiri yang sudah menjauhkannya dari Dina. Langkah mereka sudah berbeda, tak lagi satu tujuan. Mata Dina mendadak berkaca-kaca karenanya. Dina mengingat kembali tujuan mereka disini hanya untuk mencari kerja, agar sukses bersama dan bisa membanggakan kedua orangtua mereka masing-masing yang ada di kampung. Tapi kini Lili malah terayu dan terjebak oleh godaan ibu kota.

"Saya nggak mau bahas ini, pak. Saya kesini untuk kerja. Maaf pak, lebih baik saya mulai aja kerjanya. Permisi.." Dina berdiri lalu berjalan ke arah pintu depan saat mendengar suara bel berbunyi. Dina membukakan pintu kepada pengantar barang. Tanpa banyak omong Dina pun memulai perkerjaanya, mendekor resort ini. Cepat selesai itu lebih baik. Untungnya kali ini Rio setuju untuk semua hasil dekorasinya. Entah memang pria itu menyukainya, atau hanya karena kejadian tadi.

Tama memperhatikan tingkah Dina yang biasa saja. Lebih tepatnya, bertingkah profesional melaksanakan tugasnya. Tetap berinteraksi dengan Rio, menanyakan pendapat pria itu. Sementara Dina mengabaikan Lili yang sebentar-sebentar megusap pipi karena air matanya yag terus berjatuhan. Gadis itu mencoba berbicara pada Dina, menjelaskan apa yang terjadi. Tapi Dina sepertinya enggan menanggapi. Sementara Rio berlagak menenangkan Lili sambil mengusap punggung bergetar gadis itu.

Tama bisa menarik kesimpulan, Dina gadis keras kepala teguh pendirian. Dina juga gadis perkerja keras ternyata. Terlihat ia berusaha menampilkan yang terbaik di setiap perkerjaannya. Padahal gadis itu tidak ada pengalaman berkerja sebelumnya, tapi sudah terlihat mahir.

***

"Harusnya tadi kamu mau mendengarkan penjelasan teman mu, dia sampe nangis-nangis begitu" Tama membuka percakapan di antara mereka di dalam pesawat yang akan membawa mereka balik ke Jakarta. Tama memutuskan mereka berangkat jam delapan malam, setelah mereka makan malam. Walau sebenarnya Dina dongkol, karena jauh sebelum malam datang Dina sudah menyelesaikan tugasnya dan mereka bisa cepat pulang tanpa ia bertatap muka lagi dengan Lili dan Rio. Dasar Tama yang bossy, jadi Dina hanya bisa pasrah menerima keputusan pria itu.

Hey Dina! ✔️Where stories live. Discover now