Chapter 23

12.2K 1.2K 205
                                    

Dear.. silent readers, cobalah untuk meninggalkan jejak di kolom komentar. Walaupun "next" menurutku itu juga nyemangatin loh💕💕💕

Selamat membaca!

Dina memasuki mobil Tama dengan wajah ditekuk. Melihat itu Tama jadi terbayang peristiwa kemarin sore.

Tama mengejar Dina yang berlari menuju kamarnya. Sebelum gadis itu berhasil membuka pintunya Tama sudah mencegat tangannya terlebih dulu.

"Kamu marah," ucap Tama pada Dina yang membelakanginya.

"Lepasin!" Dina menarik-narik tangannya dari Tama. Bahkan gadis itu tak ada niatan membalik badan untuk menatapnya.

"Dengar. Aku nggak ta-"

"Iiihh aku nggak mau denger! Lepasin!" teriak Dina. Benar-benar kekasih yang sedang terbakar cemburu, batin Tama. Tama pun mengulum senyumnya.

"Siti.. aku nggak tahu kalau Nayla bakalan meluk. Kalau aku tahu, aku pasti udah ngelak sejak awal. Jangan marah." Tangan Tama yang lain mengusap lembut pundak Dina.

Dina berbalik badan, membuat senyum Tama semakin mengembang. Tapi itu hanya sesaat, karena tanpa babibu Dina langsung menggigit tangan Tama yang masih memegang tangannya itu.

"Aaakk!!" jerit Tama sembari langsung melepas pegangannya dari Dina. Tanpa berkata apa pun lagi, Dina cepat masuk ke dalam kamar dan menutup serta mengunci pintunya.

Usai membayangkannya Tama menghembuskan napas perlahan. Ternyata, menghadapi Dina yang merajuk lebih memusingkan daripada meladeni klien perusahaan lain yang banyak maunya.

"Kamu masih marah?" Tama mengusap pipi kiri Dina dengan tangannya yang hangat, yang langsung saja hangatnya menjalar ke pipi Dina yang kini tampak merona.

Dina menggelengkan kepala sambil perlahan diturunkannya tangan Tama. Dina merasa malu karena sikapnya yang berlebihan kemarin sore itu. Kentara sekali ia cemburu. Sampai-sampai ia menggigit tangan Tama. Oh astaga... Dina menggeleng kepala. Wanita cemburu lebih berbahaya, itu ternyata benar. Helaan napas berat lolos dari bibirnya.

"Sayang..." ucap Tama lembut dan emosi Dina langsung terpancing.

"Nggak usah sayang-sayang. Mas Tama kenapa nggak balikan aja sih sama Mbak Nayla!?" Dina mendengus sebal dengan mata yang melotot gusar. Sesaat kemudian, ia mengutuki dirinya yang kembali kelepasan. Cepat ditutupnya wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

"Hey.." Tama menarik pelan kedua tangan Dina. Ditatapnya wajah Dina dengan tegas, setegas ucapannya.

"Aku nggak akan pernah balikan sama wanita yang udah nyakitin aku. Kamu udah ngerti sekarang?"

Dina menggeleng. "Sebenarnya Mas Tama masih menyimpan rasa kan sama Mbak Nayla? Pacar pertama sekaligus cinta pertama itu nggak akan semudah itu hilang dari hati. Iya kan?" Dina balas menatap Tama.

Tama mengencangkan rahangnya. Dilepaskannya pegangannya dari tangan Dina. Lalu Tama mengusap wajahnya berkali-kali sembari ia menghembuskan napas dengan kuat. "Aku nggak ada rasa apa pun lagi sama Nayla. Pengkhianatan yang dia lakuin dulu udah bikin hati ku tertutup rapat-rapat untuknya. Aku malas untuk mengungkit-ungkit ini lagi." Tama menghempaskan napasnya gusar.

"Jadi, Siti Mardina.. jangan pernah melakukan hal yang sama seperti apa yang dilakukan Nayla. Pengkhianatan yang paling nggak bisa aku maafkan, karena aku udah tulus, jadi jangan kecewakan," lanjutnya lagi, kini dengan tatapan tajam menatap Dina. Dina langsung bergidik ngeri dibuatnya.

Hey Dina! ✔️Where stories live. Discover now