Chapter 15

12.2K 1.3K 79
                                    

Minggu pagi. Matahari masih malu-malu muncul ke permukaan, bersembunyi dibalik awan. Sementara Dina sudah mulai bersiap-siap di pagi ini. Semalam sebelum tidur, Tama mengirimkan pesan singkat padanya. Pria itu mengajak berlibur ke Bali. Meski awalnya sempat menolak, tapi Dina tahu seperti apa pada akhirnya. Ya, pria berkuasa nan pemaksa itu lah yang menang.

Dina mematut diri di depan cermin kamarnya. Diputarnya tubuhnya hingga bagian bawah dress putih bercorak bunga teratai nya mengembang indah. Rambut ikal sepunggungnya dibiarkan terurai.

Dina meraih sling bag hitamnya di atas kasur lalu keluar. Segera bergegas menyusul Tama yang sudah menunggu di simpang jalan, tempat biasa mereka bertemu.

***

"Nggak bisa lebih lama lagi?" Ucapan sinis itu lah pertama kali didengarnya saat memasuki mobil. Dina mengerucutkan bibir.

"Bapak pemarah banget sih. Kan saya harus dan-" Dina tak melanjutkan ucapannya. Uhhh... ia akan malu kalau Tama tahu ia berdandan untuknya.

Tama menghembuskan nafas dengan kuat. Sudah hampir setengah jam ia menunggu Dina. Memang hanya gadis yang satu ini yang selalu bisa membolak-balikan mood nya.

Tama segera menyalakan mesin mobilnya lalu menjalankannya menuju Bandara Soekarno Hatta.

***

Selama dua jam akhirnya pesawat mereka lepas landas di Bandara Ngurah Rai. Tama segera membawa Dina ke pantai Seminyak. Menikmati pemandangan, suara deburan ombak dan terpaan anginnya. Dina sebenarnya sangat senang diajak kesini, sebab waktu mengurusi resort Rio, ia tak sempat merasakan keindahan kota Bali. Ia hanya membeli oleh-oleh khas Bali, pie susu dengan berbagai topping seperti keju, almond, kismis dan choco chips. Hanya itu, langsung balik ke Jakarta.

"Eh..." Dina terkejut merasakan tangannya ditarik lalu bertautan dengan jemari kokoh Tama. Dina mendongak, pipinya langsung merona menatap Tama yang tersenyum sangat menawan. Membuat hati berdebar-debar.

"Pak, lepas..." Dina menarik tangannya, namun Tama lebih kuat darinya. Pegangan pria itu seperti sudah diberi olesan lem setan saja. Sangat susah dilepas.

"Engh... pak lepas aja.." Dina masih berusaha sembari mereka berjalan bersisian menyusuri tepi pantai dengan tangan tetap bertautan.

"Kenapa harus dilepas?" Tama menarik cukup kuat Dina hingga gadis itu menubruk tubuhnya. Dengan cepat dirangkul oleh Tama, melingkarkan kedua tangan di pinggangnya. Dina semakin berdebar. Matanya membesar sempurna, lalu ia menelan ludah susah payah. Ia jadi begitu gugup.

"Bapak mesum banget sih!" Dina menggerutu, mencoba menutupi kegugupannya.

Tama terkekeh melihat Dina yang kelihatan begitu gugup dan salah tingkah. Tama melepas pelukannya, terdengar jelas Dina menghela nafas lega, membuatnya terkekeh kembali. Tama mengacak rambut di puncak kepala Dina sambil tersenyum. Dina lagi-lagi hanya bisa memerah merona.

"Kamu lapar?"

"Hmm." Dina menganggukan kepala, tak mampu bersuara.

"Ayok!" Tama kembali meraih tangan Dina, menggenggamnya erat. Dina pun kembali berdebar dan merona lagi.

Oh ya ampun....

***

"Pak ini nggak dipotong ga-"

Tama menarik nafas lalu membuangnya kasar. "Nggak. Kalau kamu nanyak begitu lagi, saya benar-benar akan potong gaji kamu." Tama mendelik tajam.

"Oh! I-iya.." Dina menunduk dan menatap semua makanan yang terjadi di atas meja itu dengan mata berbinar-binar. Ia mulai memasukan salah satu jenis makanan ke dalam mulutnya. Uhhmm.. kejunya melumer di mulut. Sangat enak! Dina tak tahan untuk menyantapkan dengan cepat dan lahap.

Hey Dina! ✔️Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon