11. Because Im Uchiha (Part 2)

4.6K 449 44
                                    

"Hiks... Ayah,"

Gumamnya diantara riuhnya jutaan debit air yang terjatuh. Matanya menyala merah, bahkan disalah satu matanya terdapat darah yang mengalir dipipinya, hanyut tersapu derasnya hujan.

Ia ingin meraung marah dan memaki ketidak adilan dalam hidupnya pada Tuhan, berteriak marah, segalanya ingin ia luapkan jika bisa.

Mata merah menyalanya menatap nanar batu nisan didepannya. Ada guratan penuh luka yang terpancar disana. Ada kepedihan yang begitu merajai sedang menari-nari dipancaran matanya.

Namun, ia tidak bisa meluapkan rasa sakit menghujam itu. Ia hanya dapat menangis, sungguh rasanya sakit sekali.

Dia tidak pernah menunjukan perasaan rindu akan sosok Ayah pada Ibunya, ia tidak pernah mengeluh akan keluarganya yang berbeda, ia tidak pernah menyesal dilahirkan dengan keadaan miskin. Ia tidak pernah menuntut banyak tentang apa yang ia inginkan.

Tapi apa ia benar-benar dilahirkan untuk menerima segalanya?

Apa ia tidak diizinkan untuk berharap barang sekali saja?

Sungguh ia tidak pernah meminta apapun, jadi kali ini saja.

Ia hanya ingin melihat sosok Ayahnya.

Meski itu hanya sedetikpun, ia akan sangat berterimakasih.

Tapi kenapa saat Tuhan mengabulkan harapannya, kenapa?

Kenapa hanya sebuah batu nisan berukir nama diatas tanah merah?

Bukan ini yang ia mau! Bukan ini yang ingin ia lihat!

Hatinya sakit sekali, dada kirinya sesak dan terasa penuh. Seperti ada udara yang terjebak dan tertekan sehingga tak bisa keluar.

Bahkan tenggorokannya tercekat dan terasa sakit akibat menahan marah.

Ribuan pertanyaan menggerayangi kepalanya. Ada apa? Apa yang terjadi dimasa lalu?

Mengenai Ibunya yang tak pernah mau membicarakan Ayah, Penyerangan misterius, kepindahan yang tiba-tiba, hingga identitas Ibunya yang disembunyikan.

Lalu, mengapa para penduduk Konoha terkesan seperti begitu membenci Ayahnya, membenci clannya?

Sangat banyak hal yang disembunyikan Ibunya. Tapi mengapa?

"Khhh..."

Leguhnya pelan saat rasa nyeri dimata kirinya terasa menyakitkan. Ia menutup mata kirinya dengan jemari mungilnya, ia tersentak ketika ia mendapati darah. Ya, bahkan ia tak sadar jika sampai menangis darah.

Ia bangkit berdiri ketika rasa nyeri itu mulai mereda. Sekali lagi ia memandang batu nisan itu dengan tatapan yang sulit diartikan.

Ia memejamkan kelopak matanya, kedua tangannya saling bertautan didepan dada. Ia berdo'a agar Ayahnya dimanapun berada selalu mendapatkan tempat yang baik.

"Jadi kau putranya Sasuke ya,"

Ia-Satoshi- tersentak ketika sebuah suara mengintrupsinya.

"Suara ini..."

Satoshi berbalik dan mendapati sosok bertudung dan memakai topeng spiral itu tepat didepannya. Sosok yang ia temui dipasar beberapa saat yang lalu.

Tapi lebih dari itu, siapa sosok itu? Mengapa seolah tahu tentang dirinya dan Ayahnya?

"Sebenarnya... Siapa kau?" Tanya Satoshi penuh waspada. Ia takut jika sosok didepannya adalah musuh yang dulu menyerang Ibu dan Adiknya.

Sosok itu tak bergeming, ia masih mengamati keadaan Satoshi. Tidak, tepatnya kedua mata Satoshi. "Saringan'kah?"

The Blood of UchihaWhere stories live. Discover now