24. Hard and Dark

2.8K 295 18
                                    

Sasuke, ia beberapa kali didapati tengah mendesah lelah. Surai hitam kebiruannya berkibar lembut ditiup angin. Netra jelaganya tak henti-hentinya menelisik rimbun pepohonan  diseberang sungai, berharap iris kelamnya dapat menangkap sosok mungil yang sangat ia rindukan akhir-akhir ini.

Lagi, ia mendesah lelah kala tidak ada apapun yang muncul disana. Ia menengadahkan kepalanya kelangit, menatap angkasa yang mulai menggelap. Satu haru telah berlalu lagi dengan sangat membosankan.

Ya, ini sudah satu minggu lebih dan bocah itu tak pernah mengunjunginyq lagi. Terlihat mnggelikan memang, tapi ia tidak bisa menepik rasa rindunya pada sosok mungil itu. Ada rasa membuncah sendiri tiap kali bersama bocah itu. Bebannya seperti begitu ringan dan terangkat setiap ia mendengar celotehan dan gelak tawanya.

Semuanya, ia sangat rindu semua yang ada pada bocah itu. Celotehannya, tawanya. Bibir mengerucutnya yang menggemaskan ketika marah. Bola mata hitam bulat yang masih begitu polos tanpa noda kebencian. Senyum manis alaminya, tingkah lucu dan riangnya. Semua itu benar-benar dapat membuat hati dingin yang lama tak tersentuh miliknya menjadi hangat. Apalagi ketika bocah itu memanggilnya 'Ayah' rasanya ada ribuan kupu-kupu yang menggelitik perutnya.

Bahkan memikirkan itu saja sudah dapat membuat sudut bibirnya tertarik membentuk lengkungan mempesona. Ia menatap pantulan dirinya sendiri pada jernihnya sungai yang mengalir. Jika dipikir-pikir, bocah itu memang sangat mirip dengannya. Ia bangkit dari duduknya, menatap tajam deretan pepohonan rimba yang berjajar abstrak diseberang sungai. Menggigit Ibu jarinya lalu menempelkannya pada telapak tangannya, pun segera ia pukulkan pada batu dimana ia pijaki.

"Kuchiose no jutsu!"

Booooftt!

Munculah kabut asap membubung tinggi yang kemudian menampilkan ular raksasa yang memenuhi sungai itu.

"Aoda, antar Aku kerumah bocah itu."

"Ha'i, Sasuke-sama."

Ular itu langsung meliukan tubuhnya, melesat cepat dibelantara hutan. Menunaikan tugas sang majikan.

Sedang Sasuke yang berdiri tegak diatas kepala ular itu hanya menyernyit heran kala ia merasa tidak asing dengan jalan yang ia lewati. Pikirannya mulai membentuk spekulasi yang membuat perasaannya kacau. Dan iris kelamnya membulat seketika kala menangkap rumah kecil sendirian yang tampak terisolasi beberapa meter darinya. Namun bukan ia yang menyita perhatiannya, melainkan bentuk rumah yang sangat ia kenali. Rumah yang dulu ia tempati dengan wanitanya, rumah sederhana namun penuh kehangatan.

Ia segera melompat turun dan berjalan perlahan menuju rumah itu. Dan ular sumonnya juga ikut menghilang ketika sang majikan menyuruhnya. Sasuke hanya tidak mau terlalu menarik perhatian. Rasa sesak mulai merambat dihatinya, seolah berlomba saling mencengkram lara kala ingatannya berputar pada memorial manis yang dulu sempat ia lewati dirumah itu. Semua berputar begitu saja, kembali membuka luka lama.

Ia mengulurkan lengannya menyentuh kenop pintu yang masih sama seperti dulu. Terkunci, dan tampak kosong. Mungkin memang sudah tidak ditinggali. Bicara soal tinggal, rumah itu tidak akan ada yang bisa memasuki kecuali dirinya, Sakura dan orang-orang yang memiliki kunci rumah itu. Lalu kenapa ada orang lain yang tinggal dirumahnya. Seingatnya dulu, hanya ia dan Sakura yang memegangnya. Juugo, Suigetsu dan Karin hanya diberi satu dan selalu diletakan dibawah pot tanaman didepan teras. Ia sudah tidak memiliki kunci itu, hilang saat pertempurannya dulu mungkin. Tapi ia mencoba mencarinya dibawah pot bunga dimana ia selalu menyimpan cadangannya disana.

Apa mungkin selama ini Sakura tinggal disini. Apa mungkin bocah mungil itu putranya? Berbagai pertanyaan muncul dikepalanya. Jika benar itu adanya, maka ia bersumpah akan menghabisi pria bertopeng yang mengaku sebagai Madara itu. Persetan dengan leluhurnya atau bukan.

The Blood of UchihaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora