12. The truth

4.3K 422 71
                                    

Suara rintik hujan yang beradu dengan genteng-genteng bangunan yang disebut rumah tengah mengiringi langkah mungilnya.

Iris onyx setajam elangnya memindai seluruh bangunan usang tak terawat yang berjejer rapi disepanjang jalan yanh ia lalui.

Langkah Satoshi terhenti didepan rumah yang tampak paling besar dari lainnya. Entah gerangan apa yang menuntun kaki mungilnya untuk memasuki rumah itu.

Krieeet...

Bunyi khas pintu tua menggema dirumah kosong tak berpenghuni itu kala ia berhasil menggeser pintu utama rumah tersebut.

Netranya memindai ruangan tersebut. Mungkin dulunya itu adalah ruang keluarga karena cukup luas dan terdapat beberapa lukisan usang yang terpajang disana.

Suasana rumah itu begitu sepi, hening dan senyap. Benar-benar kosong. Belum lagi cuaca diluar sana yang memang sedang mendung, benar-benar menambah kesan gelap dirumah itu.

Jujur saja Satoshi merasa sedikit takut. Namun dengan rasa penasarannya yang menggebu pun ia tepis semua rasa takutnya. Dengan berani ia langkahkan kakinya masuk lebih dalam kerumah itu.

Tap... tap...

Satoshi melebarkan bola matanya terkejut. Pendengarannya yang masih sangat tajam dan suasana yang terlampau sunyi tentu saja dapat dengan mudah menangkap segala suara pergerakan seseorang. Bahkan suara derap langkah cicak pun dapat ia dengar. Dan sekarang ia yakin seribu persen ada suara langkah kaki seseorang dan sayup-sayup dialog antara dua orang.

Dengan langkah penuh hati-hati dan waspada ia melangkah semakin dalam kerumah itu, menghampiri sumber suara. Bermacam pertanyaan menghampiri otaknya. Bukankah Tobi mengatakan distrik ini sudah kosong? Tapi mengapa ada seseorang yang menghuni rumah ini.

Satoshi sampai pada sumber suara. Iris jelaganya terbelalak lebar kala melihat dua orang laki-laki yang saling berinteraksi. Namun bukan itu yang membuatnya terkejut. Melainkan sosok bocah lelaki mungil yang sangat mirip dengannya. Benar-benar seperti refleksinya. Hampir saja ia mengira bahwa bocah itu adalah adiknya jika pemuda dihadapan bocah itu tak menyebutkan namanya.

"Nii-san hari ini ajari aku melempar shuriken ya!" Ujar bocah yang sangat mirip dengannya.

"Maaf ya, Sasuke. Hari ini aku ada misi," Ujar sosok pemuda yang jauh lebih dewasa dari bocah itu. Perawakannya rupawan meskipun wajahnya tampak sedikit keriput. Pemuda itu juga memiliki surai hitam legam panjang  yang dikucir rendah.

Lagi-lagi Satoshi dibuat terkejut ketika mendengar nama yang disebut sosok berkucir itu. 'Sasuke!? Jadi anak itu Ayahku dimasa lalu!!?' Pikirnya tak percaya. Ia mulai mengerti sekarang, Tobi sedang memperlihatkan ingatan tentang Ayahnya.

"Tapi Itachi-nii, kau sudah janji kemarin!" Bocah yang mirip dengannya tampak merajuk dengan pipi yang digembungkan dan merah menahan marah.

Atensi Satoshi kembali teralih pada interaksi dua sosok dihadapannya. Ingin sekali ia bergabung, jika memang benar itu Ayahnya dimasa kecil dan orang dihadapan Ayahnya adalah sang kakak. Berarti sosok yang dipanggil Itachi itu adalah pamannya. Oh betapa ia ingin sekali berlari kesana dan menerjang mereka seraya berteriak bahwa ia merindukan mereka.

Sosok yang dipanggil Itachi itu melambaikan tangannya, mengundang sosok kecil Ayahnya untuk datang menghampirinya seraya menyunggungkan senyum lembut.

Dengan girang dan langkah besar-besar, sosok kecil Ayahnya tertawa senang dan berlari menghampiri.

Ctak!

"Aw! Sakit,"

Bukan hanya sosok kecil Ayahnya, pun dirinya juga terkejut kala lambaian jemari sosok pamannya tiba-tiba berubah menjadi sentilan, ralat tusukan kecil di dahi lebar Ayahnya.

The Blood of UchihaWhere stories live. Discover now