22~Hidup atau Mati?~

2.2K 159 15
                                    

Decitan sepatu menggema ke seluruh indoor ruang ekstrakurikuler bersamaan pukulan beberapa kali yang diciptaan antara dua pemain tersebut.

Julian menjadi pusat perhatian para anggota terutama siswi junior yang mendapat tugas memerhatikan teknik dalam bermain bulutangkis.

Kelincahan pria itu tidak terelekkan apalagi sorot matanya yang tajam membuat para gadis berteriak kala ia membuat skor. Suara pluit yang panjang serta tepukan tangan yang meriah menandakan permainan pun selesai.

Pria itu kemudian maju dengan tangan terulur melewati nett, "Permainan yang bagus." Julian tersenyum hangat pada sang lawan.

"Thanks," Balasnya membalas jabatan tangan pria dengan menggunakan pakaian club warna navy, nomor urut 17 bernama Schmidt.

"Gue harap kita bisa lebih dari sekadar latihan." Lanjutnya yang diberi anggukan Julian.

Rafa menatap Julian yang berjalan ke arah bangku pemain lalu mengambil posisi duduk di samping dirinya. "Dari awal permainan tadi lo selalu jadi pusat perhatian." Ia menatap Julian yang menenggak air dibotol hingga tandas. "Gue banyak dengar kicauan para cewek termasuk senior yang bicarain tentang elo." Sambungnya melipat kedua tangan di dada.

Julian melepas sepatunya perlahan, "Biarin aja mereka begitu, dosa ditanggung masing-masing." Balasnya santai.

"Tapi jujur ya, gue gak pernah dengar kabar sedikit pun tentang hubungan asmara elo dengan siapapun." Rafa penasaran dengan percintaan teman satu club nya. "Lo sehat 'kan?" Tanyanya mulai curiga.

Julian menatapnya datar, "Lo itu cowok 'kan?" Rafa mengernyit mendapat pertanyaan balik tapi ia segera mengangguk. "Gak sesuai," Lanjutnya sambil memindahkan sepatu tersebut di sebelahnya.

"Maksudnya?"

"Lo itu k.e.p.o."

"Ya gue bukan kepo, melainkan membantu para fans cewek untuk tau tentang hubungan asmara elo. Siapa tau dengan status jomlo elo, bisa menjadi siasat mereka biar deket sama elo." Ungkapnya.

Julian menghela napas pendek, "Gue mau ta'aruf."

Jawaban tersebut jelas membuat Rafa tertawa. Ia bahkan tidak pernah berpikir temannya akan berkata seperti itu. "Sok banget sih," Balasnya masih menyisakan tawa. "Gue gak percaya."

Julian menggaruk tengkuknya, "Gue lebih gak percaya untuk yang gue ucapin tadi." Cengirnya menahan malu.

**

"Gue tetap mau masuk!"

Eva terus memaksakan diri menerobos ingin masuk ke dalam ruangan club.

Kedua pria di depannya terus menahan Eva agar tidak masuk. "Gak bisa Kak,"

"Lima belas menit, gak kurang tapi bisa lebih." Ucapnya mencoba bernego sambil menunjukkan wajah memelasnya.

"Tetap gak bisa Kakak... ruang club gak bisa sembarang orang yang masuk."

Gadis itu sudah tidak sabar mengacungkan telunjuknya, "Minggir gak elo berdua atau mau gue teriak?" Ancamnya membuat mereka sedikit takut. Selain senior, Eva termasuk salah satu anak donatur yang cukup disegani di Sekolah.

"Silakan kalo elo gak malu."

Eva menghentikan aksinya terhadap dua adik kelasnya saat melihat Julian keluar dari ruang tersebut. Pria itu memasukkan kedua tangannya disaku celana abu-abu sambil menatap Eva malas.

"Lo itu senior kita," Ia menilik Eva dari ujung sepatu hingga atas kepala. "Tapi sikap elo gak bisa jadi contoh untuk kita." Sambungnya tersenyum miring.

SOMPLAK PLUS GESREK (SELESAI)Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin