Empat  Renungan

1.1K 39 0
                                    

Cermin Kepribadian

Setelah aku memperhatikan penampilan fisikku di dalam cermin, ada hal-hal baru yang aku temukan.

Dengan teliti, aku menyelidiki satu persatu organ tubuhku dalam telanjang.

Kenapa aku bangga dengan keelokan parasku?

Aku selalu merapikan rambutku, juga selalu komplen jika sang pencukur salah memangkasnya.

Aku sengaja memakai minyak rambut, dari anti rontok, pewarna sampai pengeras biar tampil PD.

Ku panik saat sebuah jerawat muncul di permukaan kulit wajahku, ku bela-belain beli pencuci muka anti acne, pembersihnya, pemutihnya yang mengandung tabir surya, juga yang dapat memperlambat proses penuaan.

Sungguh meskipun qadratku sebagai seorang lelaki, masalah kebersihan rasanya sangat tak jauh beda dari sifat perempuan yang lebih sensitif.

Tapi jangan menuduh aku ini seorang waria, meski sifat kewanitaan itu memang ada.

Coba, bukankah Tuhan itu menciptakan manusia perbedaannya hanya dari kelamin dan nafsunya saja!?

Cenderung sifat mereka saling melengkapi.

Lain ceritanya jika sifat dominannya bertolak belakang dengan tipe jasadnya, itu baru menyimpang.

Aku memuja ketampanan wajahku.

Sebagai manusia biasa yang dituntut tampil modis dan ikut trend pergaulan.

Dengan senang hati aku menerapkan beberapa aksesoris di tubuhku.

Aku berani menindik beberapa bagian organ tubuhku, tak cukup satu.

Aku senang saja, sedangkan tato aku sengaja menolaknya.

Aku tidak mau ambil resiko, kalau suatu saat aku hendak membersihkannya, susah.

Tidak seperti anting-anting yang tinggal mencopotnya.

Aku mematut-matutkan diri di depan cermin.

Tampangku yang keren tambah gagah!

Lihat bulu-bulu yang tumbuh dari kepala nyambung ke cambang, ke kumis, jenggot, leher menyambung ke dada yang lebat memenuhi sembada dan bidangnya, lanjut ke bawah tidak terputus sampai rambut-rambut halus di selangkanganku hingga suburnya bulu di betisku.

Usahaku tidak membiarkan bulu-bulu itu tumbuh dengan sendirinya, melainkan pakai bantuan obat tumbuh bulu serta penyubur rambut.

Untuk siapakah aku korbankan waktuku memperindah dan memperelok pesona tubuhku sampai sedemikian?

Apakah Tuhan tidak cukup menganugerahkan jasadku sebersih kelahiran?

Mengapa aku melebihi takaran keindahan yang telah Ia bentuk lewat rahim ibuku?

Apa karena aku merasa tidak layak di hidupkan dalam sebuah lingkungan pergaulan bila statis dengan penampilan pemberian-Nya?

Apa sih yang aku cari sesungguhnya?

Apakah keterkenalan? Mungkin juga!

Karena rasanya suka terbang tinggi jiwa ini disaat ada orang yang memuji ketampananku, apalagi orang-orang meniru gaya dan penampilanku.

Sudah berapa kalikah, organ tubuhku menghantarkan perempuan-perempuan jalang pada puncak kenikmatan?

Bukankah ada juga gadis yang ku paksa untuk merasakan kelaminku masuk ke dalam vaginanya?

Tak terkira, seberapa banyak perempuan yang telah tergoda dengan penampilanku.

Seberapa banyakkah pula uang yang sudah aku terima dari penghasilan gerak dan gaya tubuhku ini?

Aku kagum pada Tuhan yang tidak juga komplen dengan kesenanganku.

Tuhan juga acuh, dengan perubahan-perubahan yang dilakukan manusia di luar fitrahnya.

Wajarlah Tuhan membiarkan kemauanku, sebab di luar pergaulan sana juga banyak yang lebih heboh melakukan pelanggaran terhadap undang-undang penciptaan-Nya.

Mereka tuh lebih parah, ada yang memenuhi tubuhnya dengan tato, ada yang malah merusak keselamatan jiwanya dengan obat-obatan, ada juga yang tidak percaya diri dengan paras cantiknya atau bagi mereka yang merasa takut peot mereka berani operasi plastik, juga lihat dalam the guinnes of record bukankah tidak sedikit peraih penghargaan bergengsi dunia itu yang sudah tidak mencerminkan sifat percaya dirinya lagi sebagai manusia.

Bila ditinjau dari sudut kesadaran akal sehat sebagai fitrah manusia ciptaan Tuhan, aku juga mengakui tingkahku sudah melebihi sifat seekor binatang!

Naluri binatang tidak pernah berusaha meniru tingkah laku adat budaya manusia, jikapun dilatih itu betapa susahnya.

Tetapi manusia tanpa permintaan dari bangsa binatang untuk menirukan perilakunya, sudah dengan sendirinya pun sangat mudahnya mengikuti kebiasaannya!

Bukan hanya sex bebas yang betapa senangnya ku lakukan, kebiasaan mencuri juga sikap merajai serta memangsa antar sesamanya sudah jadi cerminan manusia jaman ini.

Sungguh manusia sudah terlalu melebihi sifat buruknya binatang,

• manusia berani menggugurkan kandunangnya,

• manusia tega menelantarkan bahkan membunuh bayinya
- sedangkan binatang menjaganya hingga rela mempertaruhkan nyawanya,

• manusia serakah mengumpulkan banyak kekayaannya bahkan menimbun dan tak jarang mencuri dari sesamanya
- tidak seperti binatang mencari nafkah ataupun mencuri yang hanya cukup untuk sekedar mengisi perutnya hari itu tanpa menyimpan persediaannya untuk hari esok,
- bahkan dengan kesederhanaan tempat tinggalnya, meskipun mereka menjadi penguasa belantara hutan,

• manusia sudah diberi kekuasaan dan dikasih kepercayaan oleh sesamanya mereka malah memangsa hak sesama manusia pula,
- binatang bertarung hingga diantara mereka ada yang merajai kemenangannya tetapi itu tidak sampai memangsa binatang sejenis marganya
- tidak mengikuti perkembangan modepun binatang tidak bermasalah mereka puas dengan pasangannya hingga dapat berkembangbiak,
- dengan hidup seadanya mereka mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya.

Kalau begitu wajar saja Tuhan tidak akan memperhitungkan pahala dan dosanya binatang, karena sudah sesuai dengan naluri kebinatangan yang diqadratkannya.

Sedangkan aku manusia, apa sifatku sesuai dengan qadrat manusia yang diatur dalam hukum perintah dan larangannya?

Aku tidak berani macam-macam pada-Nya!

Mustahil menentang-Nya untuk ku ajak perang, diriku sendiri tidak sadar apa yang merupakan ciptaan-Nya!?

Yasa terpaku menatap wajahnya sendiri. Cermin itu hari ini tidak sebaik kemarin lagi. Dia tidak memujinya. Cermin itu tidak membanggakannya. Dalam diamnya mungkin kini dia mencemoohkan Yasa. Yasa yang termangu dalam ketelanjangan sukmanya. Kembali terlahir jiwanya dari rahim kesucian nuraninya. Yasa menatap penampakannya lekat-lekat. Masih adakah yang kurang dalam bentuk bayangannya itu?

Banyak! Sungguh betapa banyaknya perwujudannya yang tidak tampak.

Putar kembali kaset rekaman perjalanan yang telah dilewatinya. Adakah kau lihat beberapa bayangan gelap berkelebat masuk ke dalam cermin? Adakah kau kenal siapa mereka yang begitu jelas berpencar dari raganya?

Ya Allah. Yasa menggumam dalam jiwanya. Getaran itu menggisik mata hatinya. Hatinya serasa basah. Kelilipan dengan kerikil-keirkil dosa. Hatinya telah sering kesandung batu dan onak duri hingga darahnya kotor dan bernanah.

Akulah Sity Maryam Indonesia? (SELESAI, LENGKAP)Where stories live. Discover now