Terakhir  Kepastian

1K 27 0
                                    

30 Maret 2008. Minggu siang yang tidak menandakan pijaran matahari di kota kecil kota Bandung itu. Langit tampak gelap sejak pagi. Kemala yang baru turun dari mobil segera berlari menuju beranda pesantren yang tampak sepi. Rupanya hujan mulai turun setelah lama bergelayut dalam rupa awan di selubung langit.

Kemala memperhatikan keadaan sekitar pesantren itu. Kemudian wajahnya berseri-seri melihat lelaki berlengan satu yang berpakaian sopan menujunya membawa payung.

"Assalamuaikum!" sapa Kemala pada laki-laki yang baru sampai di hadapannya itu.

"Waalaikumussalaam," jawab laki-laki yang ternyata Jusuf itu sangat ramah.

Kemala seketika melihat ke genting dengan terkejut. Ternyata ia tidak salah dengar. Bunyi yang didengarnya itu adalah tumpahan hujan yang pecah menerpa atap.

"Mana orang tuamu? Isa ikut juga, kan?" tanya Jusuf.

"Itu hujan es, ya?" Kemala tidak lepas dari keterkejutannya sendiri tetap terpana melihat pemandangan barunya yang sangat mengagumkan.

"Iya. Bukan hanya sekali ini turun es di kota Bandung," jawab Jusuf biasa saja sambil tersenyum.

"Oh, ya! Saya senang sekali melihatnya," Kemala terkagum-kagum menyaksikan butiran bening es padat yang langsung pecah mencair ketika menerpa benda-benda yang terjatuhinya.

"Senang!? Kamu tidak tahu apa, ini fenomena alam yang tidak wajar dengan kultur trofis iklim Indonesia?" Jusuf sedikit tertawa.

"Soalnya saya baru pertama kali ini melihat hujan es secara langsung."

"Kamu mensyukurinya, ya?" tanya Jusuf setengah berbisik.

"Maksudmu?" Kemala menoleh Jusuf heran. "Apa salah saya merasa senang atasnya? Bukannya untuk mendatangkan hujan salju seton juga di Indonesia itu sangat susah dan sangat mahal dananya? Dan jikapun ingin melihat langsung ke luar negeri, bukankah itu juga perlu biaya perjalanan yang tidak sedikit?"

"Tapi sadarlah ini Indonesia. Bukan Negara kutub."

"Jadi...!?"

"Itu bukan masalah yang mesti kita bahas. Rencanamu yang harus kita prioritaskan," Jusuf kembali mengingatkan tujuan utama Kemala datang ke kota Bandung.

"Orang tuaku menunggu di mobil."

"Isa juga, kan?"

"Iya."

"Apa tidak lebih baik kamu ajak dulu mereka singgah barang sebentar di rumahku buat silaturahmi dengan keluargaku? Lagi pula apa salahnya sambil menunggu dulu hujannya reda," usul Jusuf.

"Aku rasa usulmu bukan sesuatu yang harus dipertimbangkan," Kemala tersenyum sambil mengambil payung yang diulurkan Jusuf padanya.

"Makasih, ya!" Kemala segera membuka payung. "Apa payungnya tidak akan jebol?" Kemala cemas.

"Coba dulu saja. Kalaupun jebol kan gak apa-apa juga. Itu malah akan membuatmu asyik buat ngerasain gimana rasanya mandi es," gurau Jusuf membuat Kemala tersenyum simpul.

Kemala pun lekas melangkahkan kakinya menembus hujan es di bawah payung itu menuju sebuah mobil kijang yang terparkir di halaman. Jusuf memperhatikannya dari selasar pondok. Tampak Kemala mengetuk-ketuk kaca mobil. Terlihat seperti sedang melakukan perbincangan dengan orang di dalam mobil. Kemudian Kemala tampak segera kembali menuju Jusuf.

"Bagaimana?" tanya Jusuf segera sesampainya Kemala di depannya.

"Dari sini ke desanya Abi Thaabi berapa lama, sih?"

"Sekitar + 1 jam. Tapi kalau keadaan cuacanya kayak gini, kurang tahu pasti ya. Kemungkinan bisa ngaret. Soalnya di jalanan biasa lambat karena macet dan banjir," prediksi Jusuf.

Akulah Sity Maryam Indonesia? (SELESAI, LENGKAP)Where stories live. Discover now