Sepuluh  Pendirian

1.1K 43 3
                                    

“…Dokter tidak salah memeriksa, kan?” Kemala menatap Dokter spesialis kandungan itu dengan senyum menyeringai.

“Saya bekerja sudah sembilan tahun. Selama saya melakukan praktek belum pernah menemukan kekeliruan dalam pemeriksaan,” Dokter itu dengan sangat yakinnya sambil tersenyum senang.

“Terima kasih, Dokter!”

“Sama-sama. Semoga apa yang kalian berdua harapkan dapat didengar serta dikabulkan oleh Allah!” do’a Dokter itu melepas kepergian Kemala dan Yasa sebelum kembali ke ruang kerjanya.

Kemala mengikuti Yasa di sampingnya menyusuri koridor menuju tempat parkir. Terdengar Kemala berbicara,

“Sekarang apa yang akan kamu ungkapkan setelah semuanya nyata dengan jelas kalau saya benar-benar hamil? Bukan hanya sekedar perkiraanmu dan kecemasanku saja.”

Dengan heran Yasa selintas menoleh Kemala. Ia heran atas sikap Kemala yang seolah tidak lagi merasa terkejut dan khawatir atas berita kepastian tentang kehamilannya. “Menurut kamu sendiri gimana? Apa masih belum percaya dengan semua fakta pemeriksaan yang sesuai dengan pradugaku dan prasangka semua orang selama ini?”

“Ternyata sangkaan saya selama ini itu salah,” bisik Kemala.

Lagi-lagi Yasa menolehnya. “Emangnya kau pikir…”

“Ya. Saya sudah berusaha menjadi perempuan baik-baik. Saya mencoba untuk menjadi gadis muslimah. Menjaga diri dari pergaulan bebas. Berupaya untuk menjadikan diri saya sendiri yang mandiri. Berharap menghapus kekotoran darah ibuku yang mengalir dalam nadiku. Tapi… keyakinan saya akan anugerah terbaik yang ingin saya raih sebagai balasan dari Allah atas syariat jalan baik yang saya perbuat itu tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Saya tetaplah saya yang terlahir dari rahim perempuan yang kotor. Mewarisi sifat kekotoran yang tidak bisa dibersihkan dengan ibadah sesuci apapun. Ibu saya tetaplah Maryati yang punya masa lalu kehidupan yang hina. Dan saya adalah buah dari hasil benih yang ditanamnya. Saya tidak dapat terputus dari aliran darahnya. Allah mempunyai tahap keadilan yang sempurna. Saya tak bisa lari dari jerat hukuman atas kesalahan dan dosa-dosa ibu saya. Saya tetap dikejar karma. Saya tidak bisa terlepaskan dari dosa ibu saya.

Sekarang saya hamil. Saya tidak sempat diberi pilihan untuk menjawab pertanyaan mana yang mudah. Allah menghendaki saya hamil. Menerima dan tidaknya diri saya bukanlah sesuatu yang mesti dibesar-besarkan. Karena sudah jelas, tak ada seorangpun yang merasa aneh dengan kehamilan saya. Mereka sudah maklum adanya. Karena mereka yakin saya pasti persis sama tak ada bedanya dengan perilaku ibu saya. Dan saya harus menerimanya dengan penuh kesadaran dan keikhlasan. Meskipun terasa sangat melukai dan menyakitkan…” Kemala tersenyum getir menahan air matanya yang seakan hendak segera tumpah. Hatinya sungguh sangat terisi-iris kenyataan itu yang sungguh tak pernah terbayangkan samar sekalipun.

“Apa kamu tetap akan menikah dengan Jusuf seandainya aku mengakui bahwa akulah sebenarnya lelaki yang sudah menghamilimu?”

“Jangan korbankan nama baikmu hanya untuk menutupi aib yang aku hadapi.”

“Jika kamu mau agar semua orang percaya bahwa senyatanya bukanlah dirimu yang bersalah tetapi aku yang sudah menjadi biang keroknya atas kehamilanmu. Aku berani bersumpah akan menanggung segala resiko yang akan aku hadapi. Demi nama baik dan keselamatanmu, izinkan aku melakukannya. Sungguh, karena Allah aku sangat mencintaimu,” Yasa penuh keyakinan akan suci niatnya.

“Sebelumnya saya mengucapkan terima kasih yang tak terhingga atas perhatian dan ketulusan niatmu. Saya sangat senang mempunyai saudara sepertimu. Tetapi, seandainya saya akhirnya menikah denganmu menurutku itu bukanlah sebuah penyelesaian. Melainkan sebuah awal permasalahan yang justru akan memperumit perjalanan rumah tangga.”

Akulah Sity Maryam Indonesia? (SELESAI, LENGKAP)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora