Sebelas  Pembatalan

1K 35 6
                                    

Keadaan rumah yang cukup ramai. Malam menjelang sebuah pesta walimahan esok hari yang dinanti. Sekaligus perayaan peringatan Isra dan Mi’raj Nabi Muhammad SAW. Lalu-lalang orang-orang yang ikut berpartisipasi untuk mempersiapkan suksesnya acara esok hari lumayan masih ada beberapa orang yang belum tidur. Yang lainnya pada bergeletak di tengah rumah, di dapur, dan di dipan dekat tungku juga beberapa anak-anak tertidur pulas di teras dan di kursi yang berjejer di depan rumah di bawah tenda biru. Lampu penerangan cukup membuat kesaksiannya pada keadaan malam dini hari itu.

Jam satu tepat. Yasa memergoki Abi Thaabi masuk ke kamar Kemala yang baru saja beberapa menit pulang sehabis menemui ibunya yang menginap di rumah Paman Hasan. Yasa meracik secangkir kopi dari dapur, lalu bergegas keluar sambil membawa sebuah kursi mendekat pinggir kamar Kemala yang tampak sepi. Kemudian iapun berbenah duduk serta menaruh kopinya di tumpukan batu. Ia melihat lampu pijar yang tergantung di pohon jambu yang menerangi tempat itu. Yasa pun lekas ke sana dan memutar sedikit lampu itu hingga padam. Ia pun kembali ke tempatnya dan duduk disana sambil menyulut sebatang rokok yang tadi dikasihnya dari suami ibunya Kemala.

“…apa yang sudah kamu perbincangkan dengan Jusuf?” terdengar Abi Thaabi bertanya.

“Alakadarnya saja,” jawab Kemala.

“Lebih baik kamu ngomong jujur saja apa yang sebenarnya telah terjadi.”

“Soal apa Abi? Saya rasa Kak Jusuf  tidak bermasalah apa-apa.”

“Mengapa Jusuf mohon maaf atas pesta walimahan ini?”

“Maksud Abi?”

“Dia tidak mau berbicara terus terang perihal permasalahannya. Katanya agar tidak menimbulkan fitnah, lebih baik berbicara langsung denganmu yang mengetahui segala apa yang membuatnya meragukan dan merasa bersalah atas pesta pernikahannya denganmu ini.”

“Kak Jusuf tidak membatalkan pestanya, kan?”

“Justru itu yang ingin Abi ketahui darimu. Mengapa Jusuf mengemukakan perkara ini baru sekarang?”

“Jadi Kak Jusuf sudah memberikan keputusan untuk menunda pernikahannya dengan saya?”

“…Abi tidak mengerti. Sebenarnya ada apa sih? Abi rasa Jusuf tidak pernah menyinggung perihal penundaan pernikahannya,” Abi Thaabi heran dan terkejut.

“Begini Abi,” kata Kemala pelan. “Sebelumnya saya mohon maaf apabila perkara ini akan membuat Abi marah dan sangat kecewa. Saya yakin Abi akan sangat memahami perihal kejadiannya.”

“Soal apa?”

“Apa keluarga Kak Jusuf tahu bagaimana keadaan latar belakang keluarga saya?” Tanya Kemala.

“Tak seseorang pun yang mempermasalahkan latar belakang keluargamu. Lagi pula tidak salah kan Abi menjodohkanmu dengan Jusuf? Dan Abi rasa dirimu memang tidak menuruni sifat buruk ibumu.”

“Abi. Maafkan saya. Sebenarnya saya tidak pantas untuk bersanding dengan seorang putra ulama seperti Kak Jusuf.”

“Kamu jangan minder begitu. Pria macam Jusuf adalah calon suami yang baik, yang akan memberikan kebahagiaan dunia dan akhirat. Dia dan keluarganya tidak mempermasalahkan bagaimana keluargamu. Yang mereka lihat adalah pribadi karimah dirimu.”

“Saya sudah bicara dengan Kak Jusuf. Dia tidak keberatan untuk menunda pernikahannya dengan saya.”

“Menunda!? Maksud kamu?” Abi Thaabi kaget.

“Maafkan saya!” Kemala kembali menyadari kenaifannya.

“Sebenarnya siapa yang sudah berencana untuk membatalkan pernikahanmu ini? Kamu atau Jusuf?”

Akulah Sity Maryam Indonesia? (SELESAI, LENGKAP)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora