Enam  Keraguan

1.5K 45 6
                                    

"Tumben malam ini Yasa ada di rumah?” kata Paman Thaabi menyambut Yasa yang baru nongol ke ruang itu.

Yasa tidak berkomentar. Ia berlaga acuh membiarkan mata Paman Thaabi, Bibi Fatonah, Nuraini serta Kemala memusat padanya. Ia mencoba membaurkan suasana jiwanya ke dalam himpunan yang mau bubar itu.

Paman Thaabi menggeliatkan tubuhnya menghilangkan pegel-pegel persendiannya karena duduk kelamaan dari jam delapan sampai jam sebelas lebih. Nuraini pun segera berdiri sambil menguap menahan kantuk. Kemala dengan baju tebal hangatnya masih terduduk disamping Bibi Fatonah.

Yasa mengambil remote kemudian menyalakan TV. “Kapan waktu pastinya walimahan Kak Kemala itu?” tanya Yasa dengan pandangan mengarah ke TV.

“Rabu, 30 Juli bertepatan dengan 27 Rajab hari peringatan Isra dan Mi’raj Nabi Muhammad SAW,” ujar Paman Thaabi.

“Emang sudah ada kesepakatan dengan pihak mempelai pria?” tanya Yasa lagi.

“Justru itu juga permintaan dari beliau. Alhamdulillah masyarakat juga sepakat untuk menggabungkan perayaan peringatan Isra Mi’raj dengan pesta walimahan.”

“Apa tidak akan menimbulkan fitnah karena iuran kegiatan Isra Mi’raj digabung dengan biaya pernikahan?”

“Uang iuran Isra Mi’raj ada yang menanganinya dan segala keperluan dalam kegiatan itu sepenuhnya ditangani terpisah oleh pihak DKM dan keRTan. Tidak terlalu besar dananya juga. Hanya biaya pembuatan kue-kue dan nasi tumpeng juga konsumsi tamu. Selebihnya soal pengajian dan tenda juga biaya operasional kita yang bertanggung jawab mengurusnya.”

“Akad nikahnya kapan?”

“Kemungkinan besar kita harus menyetujui akad nikah di hari H walimahan. Lagipula pestanya tidak begitu besar-besaran. Sederhana saja sebagai pemanis selamatan.”

“Wak Maryati beserta suaminya sudah dikabari?”

“Yasa, Yasa. Emangnya Abi ini anak kecil. Ya pastilah selaku orang tuanya Sity masa tidak dikasih tahu,” Bibi Fatonah merasa geli dengan Yasa. Lalu ia berdiri serta beranjak ke dapur.

“Aku tidur duluan,” Nuraini nyelonong menuju kamarnya. Begitu juga Paman Thaabi menuju kamarnya setelah berpesan pada Yasa agar ikut bertanggung jawab dalam mensukseskan walimahan pernikahan kakak sepupunya itu.

Sepeninggal Bibi Fatonah yang menyusul Paman Thaabi masuk kamar. Kemala terduduk memandang buyar ke arah Yasa yang memusatkan matanya ke TV seakan berlaga acuh tak acuh terhadapnya.

“Apa alasanmu mendatangkan Mak Konkon seorang dukun beranak itu padaku?” tanya Kemala pelan.

“Barangkali saja bisa menyembuhkan penyakit Kak Kemala. Karena setidaknya seorang dukun beranak pandai memijat serta mempunyai ramuan obat dan jampi-jampinya,” jawab Yasa tenang.

“Kedatangan Mak Konkon sungguh sangat mencurigakan bagi tetangga yang mengetahui keadaan sakitku. Begitu juga Abi sama Umi sempat mengguyonkan saya hamil. Apa memang Yasa kira saya ini hamil perihal sakit saya yang menyerupai kondisi orang hamil?”

“Sebagai seorang lelaki Yasa tidak tahu menahu soal hamil kehamilan. Yang Yasa lakuin sebatas ingin melihat Kak Kemala cepat sembuh dengan pertolongan orang pintar.”

“Lalu mengapa Mak Konkon seketika menanyakan kehamilan pada saya kalau dia tidak dapat informasi sebelumnya darimu?”

“Kalau Kak Kemala tidak hamil. Ya sudah. Bukankah Mak Konkon dan Bu Bidan Rose juga tidak mengabarkan perihal kehamilan pada Kak Kemala setelah mereka memeriksa kondisi kesehatan Kak Kemala?”

“Saya baru menyadari kalau saya sudah beberapa bulan ini telat datang bulan. Umi tadi sempat menanyakan kejanggalan yang saya alami itu. Sejak saya terhanyut di sungai lalu menderita sakit hingga lima bulan sampai sekarang.

Akulah Sity Maryam Indonesia? (SELESAI, LENGKAP)Where stories live. Discover now