Dua Belas  Keterangan

1.8K 52 14
                                    

Cuaca pagi yang cerah. Penuh rona keceriaan yang bersemburat diantara tutur sapa orang-orang yang ramai berkerumun hilir mudik sibuk di sekitar rumah Abi Thaabi. Semua warga desa itu sudah tidak ada yang bertanya lagi ada acara apa yang akan digelar. Karena dalam surat undangan yang sudah tersebar tersirat jelas, menikah Sity Kemala binti Mas'ud & Jusuf Fattaah bin KH Abil Fattaah Ghazaali seiring peringatan hari besar Isra Mi'raj Nabi Muhammad SAW.

Jam sembilan lewat tiga menit. Rombongan Jusuf Fattaah beserta tamu kehormatan keluarga besar KH Abil Fattaah Ghazaali tiba dengan tiga buah mobil kijang. Pribumi segera menyambut kedatangan tamu agung itu dengan ramah tamah dan suka cita.

Tampak pemuda yang usianya sebaya dengan Yasa turun dari mobil menggandeng seorang pria lima puluh tahunan berpenampilan layaknya seorang ulama dengan kopiah putih, jas hitam dan sorban.

Kulitnya memang putih bersih.
Wajahnyapun putih bersinar berseri-seri meskipun tidak setampan Fahri Albar. Tapi pesona yang ditebarkannya penuh aura kedamaian dan keteguhan imannya.
Kepemilikan tangannya yang hanya sebelah tangan kanannya saja tidak lekas menampakkan dirinya menjadi sosok seorang yang tidak sempurna.

Jusuf Fattaah memiliki wibawa tersendiri. Peci hitam dan jas berlengan pendek berwarna krem yang dikenakannya sungguh sanggup menundukkan segala pandangan orang terhadapnya. Dia mempunyai senyum maut yang terlalu manis dan penuh ketulusan.

Sambutan protocol beserta salam hormat Abi Thaabi dan para sesepuh kampung itu segera menyongsong rombongan KH Abil Fattaah beserta putera dan keluarga. Kemudian dipersilahkan duduk di tempat yang sudah disediakan panitia.

Sementara Kemala dalam balutan busana muslimah putih-biru muda itu tersenyum pudar memperhatikan Jusuf yang sudah duduk di kursi di samping ayahnya yang berdampingan dengan Abi yang mengajaknya berbincang-bincang. Di matanya, tak sedikitpun tampak di antara wajah-wajah hamba Allah itu tersirat kekecewaan dan penyesalan.

Sungguh obrolan itu tampak sempurna seakan tiada menyiratkan sebuah problematika di dalamnya. Tapi, suasana itu berbalik 1800 dengan keadaan di hati Kemala. Hatinya yang bercucuran tetesan darah beracun. Namun, ia mencoba kembalikan semuanya kepada Allah. Tak ada penderitaan bagi orang-orang yang mencintai Allah. Luka dan rasa sakit bukan satu-satunya moment penting untuk menangis dan meratapi nasib. Jauh lebih berartinya tangisan dirinya disaat bersujud kepada Allah memohon ampunan dan kekuatan. Bukan air mata yang terjatuh karena ratap dan keluh.

"Kak Kemala!" Nuraini menghampiri Kemala yang berdiri di ambang pintu kamar Yasa yang pada saat itu terhias rapi dan indah terselubung kain dengan hiasan bunga-bunga imitasi yang ditempel serasi.

"Maafkan Kakak, ya!" ucap Kemala pelan sambil menyunggingkan senyumnya pada Aini.

"Aini percaya pada Kakak. Tapi mengapa hal ini bisa sampai terjadi?"

"Tak baik kita berprasangka buruk pada orang lain. Kakak sendiri tidak tahu dan tidak menyadari kalau sudah ada laki-laki yang menjamah Kakak."

Nuraini menatap kejernihan bola mata kakak sepupunya itu. Ia tidak menemukan rahasia apapun yang tersembunyi di balik kebeningannya. Meskipun rasa aneh dan rasa penasaan itu masih terus bergelayut mengelabui pemikirannya. Kok bisa seorang perempuan yang hamil tidak mengetahui kapan mereka melakukan hubungan intim dengan laki-laki pasangannya? Jikapun memang diperkosa. Mengapa Kemala sampai tidak tahu siapa laki-laki yang sudah memperkosanya?

"Kakak harus menemui Kak Jusuf juga pihak keluarganya demi memohon ketulusan mereka dalam mengikhlaskan pembatalan pernikahan ini," Kemala segera melangkahkan kakinya meninggalkan Nuraini yang makin heran dengan sikap Kemala yang tenang dan tanpa terlihat merasa terbebani sesuatu dalam pikiran dan hatinya. Dan bisanya, mungkinkah Kemala berani melakukan pengakuan yang akan sangat mengguncangkan itu?

Akulah Sity Maryam Indonesia? (SELESAI, LENGKAP)Where stories live. Discover now