TBIT #04

2.9K 270 62
                                    

Marah dan kecewa.
Sesuatu yang sangat berbeda.
Kecewa levelnya lebih tinggi daripada marah. Dan saat ini gue sedang merasa kecewa.
-Alfarelio-

•••••

Pagi telah datang, mentari bersinar dengan bangga dari timur namun seorang pemuda berambut coklat itu masih terlelap di atas ranjang king size-nya. Beberapa menit kemudian pemuda itu terlihat terusik karena sinar matahari yang masuk menyelinap lewat sela-sela jendela, tetapi dia tetap tak bangun dan malah menutup seluruh badannya dengan selimut agar tidak terganggu. "Kepala gue pusing. Gue pengen tidur lima menit lagi," gumamnya. Namun suara ketukan pintu menggagalkan usahanya untuk kembali terlelap.

"Den Alfa," ucap seorang pelayan sambil terus mengetuk pintu kamar Alfa.

"Sudah bangun," teriaknya namun masih tetap dalam posisinya.

"Yang lain sudah menunggu di bawah Den," ucap pelayan itu diluar sana.

"Gue mau mandi dulu," sahutnya.

"Baik Den, saya permisi." Pelayan itu langsung beranjak menuju dapur.

"Ganggu banget," ucap Alfa. Setelah itu ia menuju kamar mandi. Setelah selesai memakai seragam sekolahnya, Alfa meraih jaket dan tasnya yang ada di dekat meja belajar.

Saat menuruni anak tangga, ia melihat semua orang sudah berkumpul di meja makan. Disana mereka terlihat bahagia, itu pemandangan yang sangat ia favorite-kan mengingat mereka sangat jarang untuk dapat sarapan bersama seperti ini. Namun saat ini berbeda, melihat itu membuat mood-nya semakin buruk. Melihat sang ayah dan juga Alfi mengingatkannya pada ucapan sang ayah yang menyakiti hatinya.

Setelah Alfa sampai di ujung tangga paling bawah Deril sadar akan kehadirannya kemudian memanggilnya untuk duduk bersama di meja makan untuk sarapan. Alfa menatap Deril sejenak namun beberapa detik kemudian ia beranjak meninggalkan mereka yang sedang menatapnya.

"Alfa..." panggil Fanya lembut.

"Alfa ngga sarapan?" tanya Fanya namun yang ditanya tak menghiraukannya dan terus melangkahkan kakinya keluar.

"Maaf ma, Alfa ga ada maksud buat diemin mama. Tapi biarin Alfa seperti ini dulu," ucap Alfa dalam hati.

"Fa, lo ga jawab pertanyaan mama?" ucap Alfi.

"Fa..." Alfa tetap tak mengindahkannya. "Lo pasti masih kecewa Fa, maafin gue. Gue juga ga mau kalo kita dibanding-bandingin," batin Alfi.

"Alfa.. sarapan dulu. Kamu memiliki maag, jangan sampai maag mu kambuh karena tidak sarapan," ucap Deril yang tetap mengolesi rotinya dengan selai. Deril mengucapkan kalimat demi kalimat itu dengan sedikit penekanan namun halus mampu menghentikan langkah Alfa akan tetapi ia tetap tak berbalik menghadap sumber suara.

"Alfa sarapan di sekolah," sahutnya kemudian melanjutkan langkahnya yang tertunda.

"Kamu bersikap seperti ini karena ucapan papa malam itu?" melihat tingkah sang anak membuat Leo angkat bicara. Fanya dan Alfi langsung menoleh ke arah Leo namun tidak dengan Deril, walaupun awalnya ia sempat menghentikan aktivitasnya mendengar Leo bersuara tapi beberapa detik kemudian ia kembali melanjutkan aktivitasnya di meja makan tersebut tanpa memperlihatkan reaksi yang lebih.

"Pah..." sela Fanya.

"Hanya karena masalah sepele kamu bersikap seperti ini Alfa?" Alfa menghentikan langkahnya lagi mendengar ucapan sang ayah. Apa yang ayahnya bilang? Hanya masalah sepele? Apa itu tidak salah?

The Boy Is TroublemakerWhere stories live. Discover now