TBIT #08

2.7K 261 51
                                    

Rindu...
Sebuah rasa yang membuatku merasa rapuh. Sebuah rasa yang semakin memuncak setiap detiknya. Sebuah rasa yang tak mampu ku ungkapkan dan ku tahan. Sebuah rasa yang menyesakkan dada.
Aku ingin melepas rinduku, aku ingin melampiaskan seluruh rindu yang membelengguku padamu. Namun, apalah daya. Kau hanya sebuah angin yang berhembus tanpa bisa ku lihat dan ku sentuh.
-Alfarelio-

♦♦♦

Di sebuah tempat yang sudah menjadi tujuan utama selama beberapa tahun ini untuk melepas rindu, terlihat dua pemuda dan seorang perempuan cantik turun dari sebuah mobil mewah berwarna putih. Salah satu dari mereka memegang sebuah buket mawar putih. Bunga kesukaan ibunda tercinta mereka. Di tempat ini, di depan sebuah gundukan tanah dengan nisan yang bernama Kanya Wijaya. Alfa, Deril dan Flora berjongkok menabur bunga dan berdoa untuk yang sudah menyatu dengan-Nya, bercerita dan melepas rindu dengan di temani desiran angin yang seakan mengerti ataupun membalas cerita mereka pada sosok yang sudah tak dapat direngkuhnya.

“Ma... Alfa datang. Alfa datang bawa bunga kesukaan mama,” ucap Alfa seraya meletakkan buket mawar putih di atas gundukan itu.

“Alfa kangen sama mama, maafin Alfa karena jarang kunjungin makam mama.” Alfa menunduk, tangannya terkepal. Menahan emosi yang memuncak, bukan kemarahan namun kerinduan. Rindu yang amat dalam yang sulit untuk ia bendung yang kemudian berakhir dengan derai air mata.

“Maafin Alfa ma, Alfa cengeng setiap dateng ke makam mama.” Susah payah Alfa menahan agar tidak menangis, agar buliran bening itu tidak meluncur dengan bebas. Namun tetap saja pertahanan Alfa runtuh.

“Alfa udah usaha buat gak nangis tapi emang Alfanya aja yang cengeng ma. Maafin Alfa,” ucap Alfa lirih.

Deril menyentuh bahu yang bergetar itu dengan hati yang berdenyut, namun ia harus bisa mengontrol emosinya agar bisa terlihat tegar.

“Jangan nangis, mama pasti udah ngeledek kamu dari sana.”

“Tapi mama juga gak suka sama orang yang sok kuat,” sahut Alfa.

“Kalo lo mau nangis, nangis aja kak. Biar gue gak sendiri diketawain sama mama.” Alfa tersenyum miring seraya menghapus air matanya.

“Dasar nakal,” desis Deril. Flora yang berada disana hanya tersenyum melihat tingkah kedua kakak beradik itu.

”Ma... Flora mohon jangan biarkan tawa berubah menjadi tangis dan jangan ajak pangeran es kecil ini bersama mama disana. Flora gak sanggup jika hal itu terjadi, terlebih dengan Deril ma. Dia pasti terpuruk seperti waktu mama tinggalin kami, saat ini Alfa adalah harta dan bahagia untuk Flora dan Deril. Mama pasti mengerti dengan hal itu.” Flora dengan cepat menghapus air matanya agar tidak dilihat oleh Deril dan Alfa.

***

Seorang pemuda tengah melamun di sebuah taman, lebih tepatnya taman belakang rumahnya. Alfi... ia duduk sendiri dengan tatapan kosong. Banyak pertanyaan yang ada dalam benaknya, banyak hal yang mengganggu pikirannya.

Alfa dan Deril menghilang entah kemana, sudah satu minggu lebih mereka tak pulang dan hanya memberi kabar melalui Flora. Alfi sempat menelfon Alfa namun tidak diangkat dan setelah itu ponsel Alfa tidak aktif sampai sekarang, begitu juga dengan Deril.

Alfi dan Fanya sudah berkali-kali mencoba menghubungi mereka namun tetap saja ponsel mereka tidak aktif dan Flora hanya mengatakan bahwa mereka sedang berlibur dan ingin menikmati waktu berdua karena selama ini Deril terlalu sibuk dengan pekerjaannya serta ingin menyelesaikan perang dingin antara mereka akibat hukuman yang ia berikan waktu malam dimana Alfa ketahuan ikut balapan liar.

The Boy Is TroublemakerWhere stories live. Discover now