19

1.8K 127 4
                                    

Arman mendudukkan tubuhnya di bangku dengan perasaan kesal. Sumber kekesalannya, adalah Mikayla.

"Dit, kamu liat, 'kan? Walaupun Tuhan udah kasih pelajaran ke dia, dia masih bisa bersikap sombong!", sungut Arman emosi.

"Udahlah, Man! Kita nggak bisa maksa orang buat ngerubah sikap dia! Kita nggak punya hak meminta seseorang berubah sesuai dengan apa yang kita mau. Biarlah waktu yang ngerubah dia."

Kedua cowok itu kini sibuk menyibukkan diri. Jujur, bagi Arman, Mikayla adalah penyebab sakit kepalanya, sedangkan Aditya adalah obat sakit kepalanya.

Berurusan dengan Mikayla bukanlah hal yang menyenangkan, itulah pemikiran Arman.

Di tempat duduknya, Mikayla sibuk membaca buku pelajaran dengan wajah serius.

"Ihh, udah miskin aja belagu!"

"Iya, sukurin tuh jatuh miskin! Siapa suruh nggak bisa hargain orang!"

"Hahaha, sekarang dia malah jadi pembantu orang yang sering dia jahatin! Kasian, deh!"

Ucapan yang penuh ejekan itu tak ada pengaruhnya bagi Mikayla. Ia sudah menghadapi berbagai jenis orang dalam hidupnya. Ejekan itu tak mempan padanya.

Gadis itu sibuk membaca lembar demi lembar buku tebal yang ada dihadapannya.

Kini memang sudah masuk jam istirahat, tapi Mikayla tak bisa ke kantin. Terpaksa Mikayla harus menahan lapar.

Sebenarnya ia punya uang, tapi ia memilih menabungnya agar suatu saat ia bisa membayar keperluan sekolahnya. Ia tak mau membebani siapapun.

Leni, Vicka, dan Nela menatap sinis ke arah Mikayla. Mungkin hari ini akan ada babak baru di hidup Mikayla, dimana teman-teman yang numpang tenar padanya itu mendadak memusuhinya.

"Guys, kayaknya di kelas kita ada pembokat, nih!", singgung Nela dengan seringaian jahatnya.

"Iya! Mendingan tuh pembokat sekalian dibuang ke sekolah kampung! Bikin pamor sekolah kita turun aja!", ujar Leni dengan senyum mengejeknya.

Mikayla hanya mengendikkan bahu. Memangnya disini ada yang namanya pembokat?

Gadis itu terus saja membaca buku, mengabaikan suara-suara sumbang yang menganggu pendengarannya.

Merasa tak ditanggapi oleh Mikayla, Leni, Vicka, dan Nela berjalan angkuh ke arah meja Mikayla.

Mikayla mendongakkan kepalanya, melihat tiga orang perempuan yang dulu mengaku sebagai temannya berdiri menatapnya dengan penuh kebencian.

"Kenapa? Kalian datang kesini mau ngucapin selamat tinggal ke gue, karena gue bukan teman kalian lagi? Atau, mengungkapkan penyesalan kalian karena berteman dengan gue? Silahkan, gue dengerin!", ujar Mikayla lalu menatap datar ketiga gadis yang berdiri di hadapannya.

Leni mendengus. "Loe itu udah miskin, yah! Jadi nggak usah sok!", hina Leni.

"Loh, yang bilang gue masih kaya siapa?", balas Mikayla cuek.

Ketiga gadis itu nampak geram.

"Heh, gue ingetin sama loe, loe nggak usah bertingkah! Loe nggak akan ada pengaruhnya disini, paham loe?", sentak Vicka dengan emosi meledak-ledak.

Mikayla berdiri, lalu meletakkan kedua tangannya di atas meja. "Udah? Kalo udah kalian bisa kembali ke tempat kalian!"

Akhirnya, ketiga gadis dengan peringai menyebalkan itu sudah pergi dari hadapan Mikayla.

***

"Kak Mika!"

Mikayla menoleh ke arah orang yang memanggilnya. Ternyata dia Amel-adik kelas yang dulu di- bully oleh Nela, Vicka, dan Leni.

"Iya, napa?", jawab Mikayla datar.

Amel malah nyengir, membuat kedua alis Mikayla hampir bertautan.

"Kak, ini!", ucap Amel sembari menyerahkan sebuah bekal berwarna merah pada Mikayla.

"Ini apa?", tanya Mikayla kembali. Pasalnya ia tak tahu, dalam rangka apa Amel memberikannya bekal.

Gadis dengan rambut kepang dua itu malah nyengir lagi. "Ini, mama Amel bikin kue. Mama Amel juga bilang, kue ini harus Amel kasih ke teman Amel, dan Kak Mika adalah teman Amel!"

Ada raut senang terpancar dari wajah Mikayla. Ternyata, Amel menganggapnya sebagai 'temannya'.

Mikayla lalu menerima pemberian Amel itu.
"Te..., man? Kenapa loe bisa pikir gitu?"

Amel nampak berpikir. "Kenapa, yah? Mungkin karena kak Mika orang yang baik. Kakak ingat 'kan, waktu itu kakak dateng ke aku, buat minta maaf atas kesalahan teman-teman kakak? Asal kakak tau, selama aku sekolah disini, kakak adalah orang pertama yang minta maaf sama aku, meskipun kesalahan bukan kakak yang buat."

Mata Mikayla menatap Amel lekat. "Mel, loe nggak bisa mengukur kadar kebaikan gue dari permohonan maaf gue ke loe. Yang harus loe pahami bukan seberapa banyak permintaan maaf yang loe terima, tapi seberapa besar ketulusan dari permohonan maaf itu. ", ujar Mikayla yang membuat mata Amel seketika berbinar.

"Amel nggak nyangka, kak Mika sebijak ini! Makin mau temenan aja sama kak Mika!", celetuk Amel yang membuat Mikayla memandangnya bingung.

"Loe emangnya nggak punya temen?"

Amel terdiam sejenak. "Nggak ada! Semua teman sekelas Amel jahat-jahat, cuma kak Mika yang baik!", tutur Amel dengan raut wajah polos dan sorot mata jujur.

Mikayla hanya diam.

"Kakak jangan diem aja! Makan dong bekalnya, buatan mama Amel itu! Amel jamin, nggak ada sianidanya!"

"Bisa aja loe! Tapi, makasih yah! Sampaikan ucapan terima kasih gue ke mama loe!"

"Sip! Amel balik ke kelas dulu, yah!"

Setelah menerima bekal pemberian dari Amel, Mikayla hendak masuk kelas.

Sayangnya, kesabaran Mikayla kembali harua diuji karena ulah Leni cs.

Dengan santai, Mikayla berjalan melewati Leni cs.

Mikayla kaget bukan main saat Leni merampas kotak bekal pemberian Amel dari tangannya. Gadis itu hanya mendengus.

"Kalo mau, ya nggak usah ngerampas! Minta aja, tapi belum tentu juga gue kasih!", kata Mikayla cuek sembari berusaha mengambil kotak makan pemberian Amel. Leni menjauhkan bekal makan itu dari jangkauan Mikayla.

"Loe mau? Nih ambil!", Leni menjatuhkan kotak makan itu ke lantai. Tapi untungya, makanan di dalam bekal itu tak berhamburan keluar.

Kedua tangan Mikayla terkepal kuat, dengan sorot matanya yang dingin.

Ia berjongkok mengambil kotak makan itu. Ia pun melangkah menuju bangkunya.

Tapi tak lama berselang, Mikayla berjalan mundur. Tak berpikir panjang, Mikayla memelintir salah satu tangan Leni, hingga Leni mengaduh kesakitan.

"Aw, sakit!", rintih Leni dengan posisi tangannya dipilintir Mikayla.

"Oh, sakit? Makanya, jangan suka buang makanan!", ucap Mikayla datar menghempaskan kasar tangan Leni.

Mikayla kembali duduk di bangkunya, sembari memakan makanan pemberian Amel.

Vicka dan Nela yang melihat semua kejadian itu hanya bisa kesal dalam diam. Seisi kelas juga tak ada yang berani membela Leni cs.

Senyum sinis terukir di wajah Mikayla. "Rasain loe!", gumam Mikayla kecil.



Mikayla dan AdityaWhere stories live. Discover now