32

1.6K 109 3
                                    


Entah sejak kapan perasaan aneh seperti ini ada pada diri Mikayla. Perasaan ketika ia sudah bisa merasa kecewa saat tahu Aditya masih ada rasa dengan sang mantan, perasaan senang saat Aditya menatapnya dengan pandangan teduh. Aneh memang, tapi itulah yang Mikayla rasakan sekarang.

Berkali-kali Mikayla meyakinkan pada dirinya bahwa pikiran konyolnya itu harus segera ia tepis. Memangnya kenapa jika Aditya masih menyayangi Tisha, mantannya? Kenapa juga ia harus peduli? Ia hanya seorang pembantu yang juga merangkap sebagai teman baik Aditya, untuk saat ini. Tidak tahu dihari-hari selanjutnya.

Dengan lemas Mikayla memasukkan satu persatu buku pelajaran kedalam tas sekolahnya. Ia sama sekali tak bersemangat hari ini. Rasanya ia ingin mengirim surat sakit saja, tapi itu bisa membuat mbok Wina begitu cemas.

Mikayla menyemangati dirinya sendiri, dia sudah berjanji akan membuat mbok Wina bahagia. Itulah sebabnya ia harus rajin ke sekolah, agar menjadi figur sukses nantinya. Urusan perasaannya yang aneh itu Mikayla yakin pasti akan menghilang dengan sendiri nantinya.

Kini Mikayla melangkah menuju ke dapur. Waktu masih menunjukkan pukul 06.00 pagi. Pasti saat ini orang-orang yang ada di rumah belum bersiap-siap.

Mikayla sudah berada di lantai bawah. Gadis itu mulai berjalan ke arah dapur, dan nampaklah mbok Wina dan juga mbak Marni yang sibuk menyiapkan sarapan.

"Mbak, mbok, biar Mika bantu.", ujar Mikayla, yang diangguki oleh kedua wanita itu.

Mikayla membantu menata piring dan gelas di meja makan. Sebentar lagi waktunya sarapan. Ia harus bekerja dengan lebih cepat.

***

Mikayla menatap lurus kearah pohon besar yang berada jauh dihadapannya. Ya, saat ini Mikayla memilih untuk menghabiskan waktu sendiri pada jam istirahat ke kantin.

Nafsu makan Mikayla tiba-tiba saja hilang, awalnya Mikayla berpikir bahwa ia akan terserang flu, tapi nyatanya kondisinya masih sehat wal afiat. Mikayla juga sempat berpikir nafsu makannya hilang sebab sakit maag yang dideritanya, tapi lagi-lagi ia berpikir bukan itu masalahnya.

"Mikayla!"

Suara berat itu sukses membuat kesadaran Mikayla terkumpul kembali. Ia menolehkan kepalanya pada si empunya suara.

Arman.

Arman? Ia heran saat melihat Arman sudah mengambil posisi duduk tepat disebelahnya. Tidak biasanya Arman bersikap seperti ini.

Selama ini sangat jelas Arman jengkel setengah mati pada Mikayla, apalagi jika Mikayla berada disekitar Aditya, padahal Arman tahu Mikayla dan Aditya satu rumah, dan Mikayla juga bekerja sebagai pembantu di rumah Aditya.

"Gue kesini mau minta maaf.", ucap Arman dengan posisi kepala menunduk.

Tak pernah terpikirkan sama sekali bagi Mikayla bahwa Arman, cowok dengan penampilan sedikit necis itu mengutarakan permohonan maaf padanya.

"Gue tau selama ini gue udah kelewat kasar sama loe. Tapi, kalo boleh jujur sebelum ada Aditya di sekolah ini, gue sama sekali nggak ambil pusing sama perilaku loe yang dingin itu. Dan, semuanya langsung berubah saat Aditya dateng ke sekolah ini. Dia orang yang baik, dan gue jadi kesal saat loe menghina dia, bahkan loe pernah dorong dia sampai jatuh dari kursi rodanya.", jelas Arman panjang lebar.

Mikayla paham akan kekesalan Arman itu. Jika ditanya, memangnya apa ada orang yang tak kesal melihat temannya diperlakukan dengan jahat oleh orang lain? Pastinya tidak ada, kecuali temannya itu memang sosok yang munafik.

Mikayla dan AdityaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora