78

1.1K 63 4
                                    


Mikayla dan Aditya memutuskan untuk jalan-jalan setelah acara ulang tahun Aditya yang baru saja selesai.

Usai mengganti pakaiannya menjadi lebih santai, Aditya mengajak Mikayla untuk ikut bersamanya. Aditya melirik jam yang melingkar manis dipergelangan tangannya.

Pukul 21.05 menit.

Belum terlalu larut.

"Kamu mau ngajak aku kemana, sih?", tanya Mikayla penasaran.

Aditya mengeratkan genggamannya pada tangan Mikayla. "Mau bawa kamu jalan-jalan. Malam ini kayaknya aku pengen banget ngeliatin bintang."

"Aku nurut aja deh sama yang lagi ulang tahun.", balas Mikayla tersenyum jahil pada Aditya.

Keduanya menyusuri jalan yang sepi, hingga akhirnya mereka sampai di taman yang mereka tuju. Mereka duduk dibangku panjang yang berada tepat didepan air terjun.

"Wah, keren banget tempatnya!", puji Mikayla sembari memperhatikan sekeliling taman. Mikayla merutuki dirinya. Kemana saja ia selama ini? "Malam ini bintangnya juga banyak!" Mikayla mendongakkan kepalanya menatap pekatnya langit malam.

Aditya hanya diam memandangi wajah Mikayla dari samping.

Cantik.

Mikayla menurunkan pandangannya, dan membalas tatapan Aditya yang ternyata menatapnya sejak tadi. Tiba-tiba saja Mikayla menjadi salah tingkah.

"Kenapa natap aku kayak gitu?", tanya Mikayla pelan.

"Kamu cantik.", jawab Aditya jujur.

"Hah?"

"Nggak ada, ucapan aku kebawa angin."

Keduanya kembali terdiam. Membiarkan angin malam menusuk kulit dan membelai wajah mereka. Tatapan mereka terfokus pada benda langit yang tengah bersinar terang digelapnya malam, bintang.

"Waktu kecil papa sering ngajak aku buat liat bintang pas malam hari."

Mikayla menolehkan kepalanya. Ada nada sendu ketika Aditya mengingat kenangannya dengan papanya. Mikayla jadi ingat saat ia melihat Aditya nampak begitu sedih sebelum acara ulang tahunnya.

Mikayla memilih diam, dan menjadi pendengar yang baik saja saat ini.

"Habis pulang kerja, papa selalu menyempatkan waktu ngajakin aku buat main bareng. Kalo biasanya anak lain yang orang tuanya kerja di kantor jarang dapat perhatian, beda lagi sama aku. Aku bersyukur papa adalah orang yang selalu peduli dengan anaknya. Sayang, dia udah nggak ada."

Sedih, Mikayla merasakannya. Tiap kata yang ada ucapkan terasa menusuk. Tangan Mikayla bergerak mengusap lembut lengan Aditya. Ia menatap cowok itu lekat.

"Dit, kamu beruntung, punya papa yang begitu sayang sama kamu. Meskipun beliau sudah tenang disana, tapi kasih sayangnya akan membekas dihati kamu, buat seumur hidup. Percaya deh, Dit, semua yang menimpa kita akan ada kebahagiaan tersirat didalamnya."

Mikayla menjeda kalimatnya sejenak.

"Aku aja yang nggak pernah ketemu orang tua aku berusaha nggak terbebani. Jangankan ngajakin ngeliatin bjntang, ketemu aja aku nggam pernah walau cuma sekali, foto mereka aja aku nggak punya. Tapi, aku nggak akan pernah menyesal. Masih ada mbok Wina yang harus aku bahagiakan. Dan kamu, harus bahagiakan ibu Marissa."

"Boleh aku meluk kamu, sebentar aja?" tiba-tiba Aditya mengajukan permintaan itu. Mikayla tak menolak. Ia mendekat pada Aditya, dan memeluk cowok itu. Tangan mungilnya mengelus lembut punggung Aditya.

Kepala Aditya mendongak menatap langit. Nampak bintang bersinar diatas sana. "Pa, ini perempuan yang Adit cintai. Dia meluk Adit sekarang, nenangin Adit."

Mikayla dan AdityaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora