5

33.9K 5.9K 1K
                                    

Dalam hidupku yang semakin tua ini, aku beberapa kali berada pada titik pesimis dan takut berlebihan yang membuat kepalaku pusing dan perutku mual ingin muntah. Apapun yang lewat di otakku merupakan kemungkinan-kemungkinan buruk yang tidak mampu kuhadapi. Seperti halnya ketika aku ujian semester waktu masih sekolah, ujian blok, MDE, OSPE, OSCE, SOCA, ujian kompetensi dokter, menghadapi pasien yang berharap banyak ketika kondisi kesehatannya mengatakan sebaliknya, mendapati konsulen yang ribet dan perfeksionis, atau menyaksikan bagaimana pasienku meninggal.

Namun, berkali-kali masuk ruang operasi dan menjadi residen bagian psikiatri melatihku agar mampu mengendalikan kecemasanku sendiri. Dan kupikir, aku bisa baik-baik saja ketika turun dari mobil dan memasuki gedung 15 tingkat yang di depannya tertulis Solntse Corporation.

Sayangnya, perasaan pesimis dan takut gagal itu malah menyerangku semakin menjadi setelah cukup lama aku tidak melakukannya. Jujur saja, aku tidak pernah memasuki kantor perusahaan besar sebelumnya dan tidak punya dasar mengenai hal-hal yang berbau perusahaan.

Ini urusan Sehun, apapun yang terjadi nanti, tidak akan berdampak apapun pada hidupku. Kenapa aku harus membantunya seniat ini?

Itu kata-kata yang berbisik di kepalaku agar aku bisa lebih tenang.

Tapi, entah kenapa, aku malah berharap banyak bahwa ini tidak kacau atau orang-orang mengadari penyakit Oh Sehun.

"Sehunie, berjalanlah seperti biasa. Everything is going to be okay." Aku berbisik pada lelaki yang berjalan di sebelahku, daritadi selalu memberinya kalimat positif agar Sehunie tidak terlalu gelisah. Itu salah satu hal yang hebat aku lakukan, menyemangati orang lain padahal aku belum tentu bisa semangat.

Setelah aku mengatakan itu, pelukannya pada lenganku semakin erat, ia bahkan menyumput di balik badanku. Membuat kami semakin menjadi pusat perhatian orang-orang kantor ditambah mereka tidak tahu menahu siapa aku dan apa tujuanku kemari.

Itu jelas sekali bahwa mereka menyadari keanehan yang dilakukan oleh si badan Oh Sehun

"Yoojin, kenapa mereka menatapku begitu? Aku takut."

"Aren't you the fearless baby?" ingatku pada kata-katanya yang selalu mengaku kalau dia 'fearless'.

"Tapi mereka menatapku seperti ingin memakanku. Aku tidak suka."

Aku memintanya agar berjalan di sebelahku, berhenti berkelakuan kekanakan yang semakin membuatnya diperhatikan. Mataku menatap lurus ke manik hitamnya yang clueless, "Mereka menatapmu karena kau mengagumkan." Bisikku sungguh-sungguh.

Ya, aku menghabiskan banyak waktu untuk membuatnya terlihat seperti Sehun. Setelan jas Louis Vuitton, pantofel Valentino, rambut yang diberi gel dan di angkat ke atas, wangi cologne Jo Malone. He looked perfect despite i know the fact that he is a baby.

Jika saja aku tidak tahu menahu bahwa dalam tubuh lelaki di sebelahku ini adalah anak berumur 5 tahun, aku mungkin berusaha keras untuk memenangkan selangkangannya. Tapi, tidak. Aku belum segila itu untuk menjadikan diriku sebagai predator pedofilia.

"Aku bukan Sehun." dia membalas perkataanku lagi, terlihat mulai resah dengan penyamarannya. "Kita pulang saja yuk?" ajaknya. "Langsung ke bioskop."

Bioskop mana yang buka jam segini, Sehunie?

"It doesn't matter if you are Oh Sehun or Sehunie, you are still amazing." aku menyemangatinya. Sejak tadi, apapun yang kukatakan bak tidak membuatnya terlihat lebih baik. "Sehunie, kita disini untuk membantu Sehun. Kau tidak perlu melakukan apapun selain yang aku beritahu, ok? It won't be that hard, sweetheart."

Bitter BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang