16

30.5K 5.5K 1.2K
                                    


Aku baru selesai mandi dan berniat menonton TV saat mendapati seseorang duduk di sofa living room. Langkah kakiku terhenti sebentar, memastikan bahwa dia bukan William apalagi Steven, dua bajingan yang membuatku ingin jauh-jauh dari mereka. Yang jelas, kelihatan sekali kalau dia bukan Sehunie, si anak kecil yang semalam bisa tidur nyenyak.

Dia tersenyum tipis ke arahku yang mematung, "Yoojin," sapanya. Melihat matanya yang sayu, aku berani menyimpulkan kalau itu Sehun. Membuatku langsung membalas senyum manisnya.

"Kau tidak ke kantor?" tanyaku mengingat ini hari rabu. Duduk di sebelahnya, di sofa panjang yang sama dengan jarak yang jauh.

"HRD masih memberiku jatah cuti sakit."

"Bagaimana rasanya tidak menguasai tubuhmu berhari-hari?"

"Seperti jetlag, mungkin."

Seorang laki-laki tampan duduk di sebelahku dan aku hanya memakai kaos dan hotpants serta handuk masih melilit rambutku yang basah. Jika ini dua setengah bulan lalu, aku pasti akan mencoba menampakkan wujud terbaikku di depan lelaki ini. Namun sekarang, aku sudah terbiasa memperlihatkan tampilan terkacauku di depan Sehunie, jadi kurasa, aku juga harus masa bodoh untuk lelaki ini.

"Aku minta maaf karena sempat membentak-bentakmu di telpon minggu lalu," ucapku lagi, mengingat aku sempat melampiaskan kemarahanku juga pada lelaki ini akibat ulah Steven.

"Tidak apa-apa, aku paham," balasnya, aku yakin dia sudah terbiasa dipersalahkan atas ulah tak wajar alters-altersnya. "aku bahkan tidak berani meminta maaf lagi padamu saking banyaknya kesalahan yang kuperbuat," Sehun berkata pelan sementara aku meneguk salivaku kesusahan.

Rasanya selalu canggung tiap kali mengobrol dengan Oh Sehun, entah apa penyebab utamanya. Aku sempat melirik ke lelaki yang mengenakan kaos polo berwarna hitam yang juga duduk di ujung sofa, dia orang yang sama dengan Steven, William ataupun Sehunie. Namun di sisi lain, terlalu banyak perbedaan yang membuatku gagal menyama-nyamakan mereka.

"Yang jelas, aku sangat berterimakasih kau mau kembali." Oh Sehun berkata lagi, terlihat jelas bahwa sesuatu dalam pikirannya membuatnya tidak baik-baik saja. "Aku berhutang banyak kepadamu."

Aku sempat-sempatnya menunjukan cengiranku, "ya, aku masih butuh uang," balasku asal. "Jika kau merasa berhutang, naikkan saja gajiku," lanjutku makin asal.

"aku pasti melakukannya, lalu, apalagi yang kau mau?"

"Hanya uang," jawabku tanpa berpikir. "Well, aku bisa melakukan apapun demi uang. Jadi, Steven Trevian bukanlah persoalan yang berat selama aku diberikan uang."

Aku berbohong, tentu saja Steven masih menjadi mimpi burukku! Si sialan itu bersumpah akan membunuhku jika kami bertemu lagi. Namun alasan uang jauh lebih masuk akal, baik untuk diriku sendiri maupun orang lain kenapa aku masih memilih bertahan dan merawat Sehunie.

Sehun hanya tersenyum tipis, aku juga tidak tahu sejak kapan aku begitu menggilai uang, melakukan banyak hal demi uang.

"Look, I sounded like a whore."

"Everyone is a whore. We just sell different parts of ourselves." balasnya, membuatku sontak menatap cukup lama ke lelaki yang duduk agak berjarak di sebelahku. "I am a whore too."

"Kau menontonnya juga?" tanyaku cepat karena penasaran. "Peaky Blinders?" kalimat yang Sehun ucapkan barusan merupakan percakapan di serial TV itu, yang juga kuikuti dari season 1.

Bitter BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang