06 ~ She Should Know Anything (part.2)

63 15 1
                                    

Rumah Sakit Umum, Shinagawa-ku.

Di pagi hari saat mataku terbuka, ibu langsung menyambutku dengan pelukan erat, dan Mamo-nii memeluk kami berdua. Aku dapat merasakan kasih sayang dan kecemasan keduanya padaku. Meski aku sempat berpikir tidak akan selamat dan merelakan takdir, tapi Tuhan berkata lain. Tanpa sadar aku sudah mengeluarkan air mata, begitu haru dengan suasana hangat ini.

Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu ruang inapku. Mamo-nii melepaskan pelukan, ia yang membukakan pintu untuk seseorang di luar itu. "Sensei?"

"Apa Minori-chan sudah bangun?"

Dari balik gorden aku dapat menebak siapa yang bicara dengan Mamo-nii. Pasti dia, dokter cantik itu, Dokter Ouma. Saat itu pula ibu meregangkan pelukannya dariku, ekspresinya begitu marah menghadap ke arah pintu berada.

Tidak berapa lama Mamo-nii dan Dokter Ouma menghampiri kami. Ibu langsung berdiri, masih dengan tatapan tidak suka pada dokter itu. Sedangkan Dokter Ouma hanya tersenyum sedih. Sebenarnya apa yang sudah terjadi antara ibu dengan Dokter Ouma?

Dokter itu mencoba menghiraukan tatapan ibu padanya, ia kini menatapku lembut. "Bagaimana keadaanmu, Minori-chan?"

Aku mengangguk. "Sudah lebih baik dari sebelumnya."

"Syukurlah," ujar dokter Ouma tampak tulus. "Jika kamu masih merasa sakit, kamu harus diperiksa ulang. Kondisimu saat itu sangatlah memprihatinkan."

"Karena anakku sudah sembuh, bolehkah kami pulang?" tanya ibu terdengar mendesak.

Dokter Ouma tidak langsung menjawab, ia tampak ragu menyetujui permintaan ibu. "Sebenarnya, aku ingin bicara dengan Minori-chan, tentang apa yang sudah ia lakukan dan keberhasilannya terbebas dari apocalypse virus. Toyone-san, bisakah kami diberi waktu sebentar untuk bicara?"

"Kalau begitu aku harus mendengarkannya juga," putus ibu cepat.

"Baiklah kalau begitu. Tapi tidak di sini. Kita bicara di ruanganku kembali, bagaimana?"

Ibu mengangguk setuju.

"Aku juga," pinta Mamo-nii.

Ibu kembali mengangguk. "Tentu saja."

"Baiklah, kalau begitu ikut aku. Ah, Minori-chan bisa jalan sendiri? Atau perlu kursi roda?" Dokter Ouma bergestur akan membawakan kursi roda untukku.

Aku beranjak dari ranjang, merasakan tidak ada masalah dengan kedua kakiku. Aku pun menggeleng. "Aku bisa berjalan sendiri."

"Benarkah?" tanya Mamo-nii meyakinkan. Ia langsung memegang kedua pundakku. "Oniichan bantu," putusnya membimbingku berjalan.

Aku melepas kedua tangannya. "Tidak, apa, Mamo-nii!" tolakku langsung mengapit lengan ibu. Perhatian Mamo-nii terlalu berlebihan membuatku malu sendiri.

"Yah, Mamo-nii ditolak Minori-chan!" Kakakku itu langsung pura-pura menangis. Sikapnya seperti anak-anak itu mengundang tawa hingga dapat memecah suasana canggung.

Kami berempat pun keluar, dipandu Dokter Ouma ke ruang pribadi yang dimaksudnya. Aku tidak begitu yakin ada di lantai berapa, tapi dari lantai ruang inapku kami harus naik lift. Lift pun berhenti di lantai terakhir. Keluar dari sana, melihat hanya ada lorong dan beberapa pintu dapat dipastikan lantai ini tidak diperkenankan umum, pasti hanya orang tertentu yang mengakses lantai ini.

Dari sikap ibu dan Mamo-nii, tampak keduanya sudah pernah ke lantai ini sebelumnya. Mereka menatap lurus ke depan tanpa bertanya apapun. Aku tidak jadi bertanya, tetap diam mengikuti di balik punggung Dokter Ouma.

Guilty Crown: The Righthand of Eve ~She's the Queen~ [END]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt