15 ~ They're meeting; their plan

21 5 1
                                    

November 2044.
Roppongi, Minato-ku.
Gedung Utama SHIP Foundation.

Aku pun mengerti dengan semua kisah yang diceritakan Shinomiya Ayase-san. Bahkan aku menutup mulut yang menganga dengan kedua tangan karena saking kagum akan perjuangannya bersama dengan Ouma-san dan yang lain. Ayase-san juga mengungkit tentang Inori-san, siapa wanita itu sebenarnya, kekuatan yang dimilikinya, mengapa ia dijuliki sebagai Eve, dan hubungannya dengan Ouma-san. Sungguh, aku begitu terharu sampai meneteskan air mata.

Ayase-san tidak menceritakan semuanya dalam satu hari. Setidaknya kini sudah seminggu lebih aku tinggal di Roppongi, mulai terbiasa dengan lingkungan SHIP Foundation, dan semakin akrab dengan wanita muda itu. Tidak hanya dengan Ayase-san, setelah mendengar cerita mereka seakan aku sudah mengenal mereka dan akrab tanpa disadari. Tsugumi-san, Shota-san, Kusama-sensei—kalau di sini aku diharuskan memanggilnya Kanon-san, serta Samukawa-san—padahal diawal kupikir pria ini sangat dingin, ternyata ada sisi lain dari pria itu cukup hangat. Meski begitu, sebagai perempuan aku lebih akrab dengan Ayase-san, Kanon-san, dan Tsugumi-san—mungkin penyebabnya karena aku masih canggung dengan para pria.

Di tengah kesibukan, mereka bergantian menemaniku makan siang, mengajakku mengobrol berbagai macam topik. Karena itu rasa sepi menjadi orang asing di gedung ini sedikit demi sedikit terobati. Seperti hari ini, Tsugumi-san yang jarang keluar dari ruangannya kini menemaniku dan Ayase-san makan siang di kantin. Kedua pelupuk matanya agak sembab dan menghitam.

“Seharusnya Tsugumi-san pergi istirahat saja,” ujarku haru atas semua usahanya selama ini.

Wanita muda itu terkekeh pelan. “Setelah makan ini. Apalagi aku ingin memberikan ponselmu secara langsung.” Ia menyerahkan sebuah kotak padaku, di atas meja, di antara gelas minuman dan piring makanan kami bertiga.

Begitu kubuka, ponsel yang dimaksud tampak asing di mataku. “Ponselku kan sudah rusak,” gumamku heran.

“Meski baru, semua datanya sudah dikembalikan oleh Tsugumi,” Ayase-san menjelaskan. “Awalnya kami ingin kamu menggunakan nomor baru dan hanya diketahui oleh beberapa orang saja: ibu dan kakakmu, Anko-chan, dan kami. Tapi, andai suatu saat nanti Kayo-chan berhasil kabur dan meneleponmu ke nomor lama…, itulah yang menjadi pertimbangan kami.”

“Tapi itu juga berarti sebuah jebakan,” tambah Tsugumi-san. “Ia meneleponmu untuk datang menjemputnya, padahal orang-orang di seberang sana tengah menunggu kehadiranmu.”

“Begitu… ya?” gumamku tidak menyangka ada kemungkinan situasi seperti itu. Memang orang dewasa lebih banyak pengalamannya.

“Tapi maaf untuk satu hal,” Tsugumi-san menaikkan satu telapak tangan ke depan hidungnya, lurus ke atas, “aku sudah menyadap ponselmu, jadi untuk semua pesan dan panggilan aku bisa mengetahuinya.” Ia mengedipkan mata agak jahil, “Demi kebaikanmu juga. Jadi maaf kalau ada pesan dari pacarmu suatu saat nanti masuk terbaca olehku, hihii.” Ia terkikik jahil.

Pipiku terasa panas. “Pa-pacar… sama sekali tidak… ada....” Dengan sikap kikuk, aku langsung menyambar ponsel baruku. “Tsugumi-san, Ayase-san, terima kasih. A-aku tidak tahu harus bagaimana membalas kebaikan kalian.”

Kedua wanita dewasa itu tersenyum hangat.

“Tidak perlu bersikap kaku seperti itu!” Tsugumi-san tertawa. Sikap kikukku ini pasti konyol di hadapannya.

“Ya, apalagi situasinya saat ini masih tidak jelas. Sampai saat ini kamu masih belum boleh keluar. Kami juga lebih fokus pada pekerjaan masing-masing. Karena itu kami takut kamu kesepian dan merasa tidak tenang tinggal di sini. Meski begitu, Minori-chan, jika ada yang kau perlukan, langsung saja hubungi kami. Nomor kami berenam sudah tersimpan dalam kontakmu.”

Guilty Crown: The Righthand of Eve ~She's the Queen~ [END]Where stories live. Discover now