16 ~ Should she ask about 'void genome'?

25 5 1
                                    

Tiga hari yang lalu Ayase-san menunjukkan perpustakaan yang ada di gedung ini. Selain tidak ada kegiatan, aku yang tak memiliki teman diajak bicara pun dibolehkan masuk ruangan tersebut. Awalnya tempat itu hanya ruang penyimpanan berkas, karena sudah banyak buku menumpuk, akhirnya diresmikan menjadi perpustakaan yang khusus dikunjungi oleh karyawan perusahaan.

Begitu masuk pandanganku bersirobok dengan perpustakawan yang duduk di meja kejanya seperti biasa, aku pun menundukkan kepala, menyapanya dengan rasa hormat. Wanita itu usianya sekitar lima puluhan, sangat gemar buku—terlihat dari tumpukan buku di atas meja kerjanya—dan sangat ramah. Di sini aku tidak hanya mengusir rasa sepi, aku juga harus mengejar pelajaran yang tertinggal. Meski begitu aku tidak bisa fokus belajar, lebih sering membolak-balikkan buku ketimbang membacanya.

Dalam kesendirian aku kembali bertanya 'aku sebenarnya anak siapa?', 'Kayo-chan baik-baik sajakah?', dan....

'Kapan waktu yang tepat menceritakan serum yang kuterima ini pada Ouma-san?'.

Penelepon misterius itu diam-diam sudah meletakkan satu kotak berisi satu suntikan dengan cairan aneh di dalamnya. Itulah serum yang dijanjikan. Ia telah mengancamku agar segera disuntikkan ke Ouma-san, tapi aku tetap menolak, dan sampai sekarang aku masih dibiarkan hidup. Itu berarti ancamannya hanya gertakan, atau memang orang itu menungguku memutuskannya sendiri. Si penelepon pasti orang dalam yang mungkin pernah berinteraksi denganku maupun tidak sama sekali. Masalah ini masih kupendam seorang diri, tak tahu harus bercerita pada siapa. Aku tidak bisa melibatkan Ayase-san dan yang lain, karena ini ada kaitannya dengan Ouma-san jadi kurasa lebih baik bicara pada orang yang bersangkutan. Tapi hingga saat ini setiap bertemu pria itu aku tidak dapat mengatakannya.

Setiap bosan dengan buku pelajaran—yang dibawa ibu dari rumah—kualihkan perhatian ke buku-buku yang berjejer rapi di rak-rak perpustakaan. Daripada memilihnya aku lebih suka membaca judul-judulnya dan membaca daftar halaman. Begitu ada subjudul yang menarik, langsung kubawa ke meja belajar. Kali ini yang menjadi bacaan acakku adalah mutasi DNA hewan dengan salah satu pembahasan keinginan seorang pakar 'menghidupkan' kembali salah satu binatang purba. Banyak kosakata sulit yang tidak kupahami, tapi tulisan buku ini cukup ringan sehingga secara garis besar aku mengerti apa masalah dan solusi yang diharapkan peneliti ini.

"Bacaan yang cukup berat," ujar seseorang yang tidak kusadari telah berdiri di belakangku. "Halo," sapanya dengan senyum ramah, "kita bertemu lagi. Sudah dua kali ya?"

Kalau tidak salah nama pria ini Nishida Jun, salah satu peneliti di labor Haruka-san. "Selamat siang, Nishida-san." Aku menyapanya dengan menundukkan kepala memperlihatkan rasa hormatku akan profesinya.

"Kau ingat namaku? Senangnya." Sikapnya yang riang membuatku tidak begitu gugup bicara dengannya. Bagiku namanya terbilang mudah diingat karena cukup umum terdengar. Sementara pria ini malah menekan kening dengan jari telunjuk seraya satu jari telunjuk yang lain menunjukku kikuk, "Itu...," terlihat lupa namaku.

"Toyone," ujarku menyebut nama keluarga ketimbang nama kecil.

"Toyone-chan." Ia kembali tersenyum menampakkan gigi gingsul di bagian kanan atas, lalu menunjuk buku yang kupegang. "Kau tertarik dengan pelajaran genetika?"

"Hanya membaca, tidak begitu mengerti," jawabku kikuk. "Hmm, peneliti seperti Anda dan Haruka-san itu... lebih ke arah mana ya? Maksudku, pelajaran yang berkaitan di sekolah."

"Hm, mungkin semua ilmu pengetahuan alam—ah, bukan mungkin tapi memang."

"Begitu ya?" Aku mengangguk paham. "Terima kasih, Nishida-san."

"Kau tertarik menjadi peneliti?"

"A-ah, mungkin," jawabku setengah hati.

"Bisa jadi di kemudian hari kita bisa satu labor. Oh iya, aku terburu-buru. Maaf sudah mengganggu waktu belajarmu. Permisi."

Guilty Crown: The Righthand of Eve ~She's the Queen~ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang