09 ~ He Appears that Power

64 15 5
                                    

Oktober 2044.
Downtown, Shinagawa-ku.

Tujuan awal kami memang membeli crape, tapi kami berkeliling sekitar pusat perbelanjaan dulu. Kayo bilang sekalian sebagai perayaan kesembuhanku. Karena saat aku di rumah sakit keduanya tidak pernah jalan-jalan setelah pulang sekolah, mereka bilang teringat aku makanya tidak enak jalan berdua.

Setelah melewati berbagai toko baju dan café, kami pun berhenti di stan crape sesuai dengan tujuan. Kami makan jajanan manis itu di bangku tepi jalan tidak jauh dari stannya.

"Setelah ini kemana, ya?" Begitu usul Kayo yang langsung dipelototi oleh Anko. "Ayolah, mumpung udah di sini, kita bisa singgah kemana aja!"

Aku teringat sesuatu. "Kalau begitu temani aku ke toko CD, ya?"

Setelah menghabiskan crape, kami bertiga pergi ke toko CD. Dengan uang hasil tabungan aku ingin membeli lagu keluaran terbaru. Grup musik bernama supercell. Aku sangat suka lagu-lagu buatan mereka.

Tidak sangka Kayo juga membeli CD, dari grup idola favoritnya yang terbaru. Sedangkan Anko lebih memilih CD percakapan bahasa Inggris untuk mempertajam bahasa asingnya. Aku dan Kayo hanya bisa geleng kepala setelah melihat tulisan sampulnya saja.

Keluar dari toko CD kami berencana pulang. Tapi sikap Kayo berubah agak aneh. Ia melompat kecil menghadap padaku dan Anko, memegang pundak kami seakan menutupi sesuatu di balik punggungnya.

"Aku haus, nih! Beli minuman dulu yuk! Aku mau jus jeruk!"

Aku dan Anko terheran tapi tetap mengikuti langkahnya menuju vending machine terdekat. Dari gerak-geriknya, aku bisa menerka Kayo sedang memastikan sesuatu. Sesekali ia melirik jauh, lalu kembali melihat kami dengan sikap seperti biasa.

Tidak hanya aku, Anko pun paham situasi. "Kau kenapa?" tanyanya biasa.

Kayo terdiam sesaat sembari melirikku dan Anko bergantian. "Firasatku saja..., kita dibuntuti."

"Yang benar?" tanya Anko lagi, tetap bersikap biasa. Sedangkan aku sangat terkejut tapi berusaha untuk tidak demikian.

Kayo mengangguk. "Sejak keluar dari gerbang." Ia meneguk minuman pelan sebelum melanjutkan dugaannya. "Aku pikir kebetulan saja ia searah jalan dengan kita. Saat kita berhenti dia juga berhenti, lalu mengumpat, kita jalan dia juga jalan."

"Dia?" Kerut Anko mulai berkerut saat tahu dia itu seorang laki-laki. "Tidak kusangka kau menyadarinya."

Kayo terkekeh pelan. "Bisa saja dia salah satu penggemarku, kan?"

Aku tertawa kecil. Anko malah berdengus sebal dengan sikap girangnya Kayo.

"Tidak lucu hal begituan tahu!" timpal Anko meneguk teh olongnya.

Aku menyeruput susu stroberi, memikirkan tentang penguntit kami itu. Siapa yang diuntit oleh laki-laki dimaksud Kayo? Memang stalker tidak boleh dijadikan bahan candaan, seharusnya aku tidak tertawa, tapi demi bersikap agar tidak dicurigai oleh si stalker itu sendiri apa boleh buat.

Jika Kayo yang diuntit..., tidak heran karena sahabatku satu ini manis dan populer di kalangan laki-laki—sayangnya saja sekolah kami khusus putri. Kalau Anko..., entahlah, mungkin saja ada yang agak dendam dengannya karena biar terlihat kalem Anko bisa menakutkan jika ada yang mengganggunya. Sedangkan aku....

Aku terdiam dengan keringat dingin tiba-tiba membanjiri seluruh permukaan kulit. Ancaman yang diungkit oleh Ouma-san menghantui isi kepalaku. Kediamanku membuat keduanya menatapku cemas. Mereka jadi berfirasat padaku dari pandangan.

Guilty Crown: The Righthand of Eve ~She's the Queen~ [END]Where stories live. Discover now