14 ~ The other girl is being an Eve

24 5 1
                                    

November 2044.
Unknown places.

Gadis itu terbangun dari tidur panjangnya. Matanya mengerjap-ngerjap bingung, seakan bertanya ada di mana gerangan ia kini? Kepala ia tolehkan ke kiri dan kanan, ruangan yang ditempatinya kini bukanlah kamarnya. Kesadaran belum sepenuhnya pulih namun ia berusaha duduk, menggali kembali ingatan dengan satu pertanyaan 'mengapa aku ada di sini?'. Begitu melihat tubuhnya sendiri dibalut baju dan celana putih—layaknya seorang pasien—lebih mengherankan. Ia menerka-nerka kini tengah di rumah sakit, akan tetapi ruangan tanpa jendela itu sama sekali tidak mencerminkan rumah sakit yang pernah ia temui.

Perlahan kesadaran dan ingatan merasuki benaknya. Seseorang memanggil namanya, berusaha meraih tangannya.

"Kayo!"

"Kayo!"

"Mi..nori-chan...."

Miyoshi Kayo membelalakkan kedua mata. Ia ingat semuanya, meski dengan keadaan hampir pingsan ia dibawa oleh seorang anak laki-laki entah kemana lewat sesuatu yang membuat tubuhnya melayang dan terhempas. Samar-samar ia merasakan tubuhnya berat, ada kristal ungu tumbuh terasa di leher dan tangan. Kemudian beberapa orang menghampirinya, meletakkannya di sebuah ranjang besi, setelah itu ia pun pingsan. Bayangan ia mengapung dalam air pun masih terasa, aliran air menggema di telinganya.

"Apa jangan-jangan aku... disandera? Sudah berapa lama aku di sini?"

Kayo segera turun dari ranjang. Kakinya terkejut menyentuh lantai yang dingin, namun tanpa alas kakinya segera terbiasa. Pelan-pelan ia melangkah menuju satu-satunya pintu yang ada di ruangan tersebut. Tangannya memutar kenop lalu menariknya. Pintu tidak bergerak sama sekali.

"Terkunci," gumamnya kecewa.

Anehnya, ia tidak merasa takut. Jantungnya berdetak normal. Harusnya dalam kondisi tidak tahu ia di mana dan situasinya saat ini bagaimana, rasa khawatir menjalar hingga tubuhnya tidak bisa bergerak. Ia pun menatap sekeliling ruangan—hanya ruangan biasa dengan ranjang, satu lemari kecil, penerangan yang cukup di langit-langit, minus jendela. Ia memeriksa lemari kecil yang berhadapan dengan ranjang, lacinya tidak berisi benda apapun. Karena tidak ada yang bisa dilakukan, ia pun menyerah dengan duduk tenang di tepi ranjang.

Tubuhnya tidak tergores sedikit pun. Tidak ada rasa sakit maupun bekas kekerasan. Hanya saja di tangannya ada bintik-bintik seakan bekas suntikan. Terkaannya benar, tapi ia berpikir bahwa suntikan itu yang malah membuatnya sembuh dari pertumbuhan kristal ungu tersebut.

Tidak lama ia mendengar suara putaran kunci, pintu pun terbuka. Seorang—tidak, dua laki-laki muncul di baliknya. Ia tahu anak laki-laki itu. Dia Dai yang menyerang Minori dan membawanya 'ke sini'.

"Wah~ akhirnya kau siuman!" sapa anak laki-laki itu dengan wajah riang. Ia langsung saja menghampiri Kayo tanpa rasa bersalah sedikit pun. Sementara laki-laki satu lagi, tubuhnya kurus jakung, hanya berdiri di daun pintu.

"Dai-kun, kan?" ujar Kayo.

"Neechan salah satu penggemarku di gesen?" terka anak itu penuh rasa percaya diri.

"Tidak begitu. Aku tahu kamu karena teman seklubku sering bercerita tentang kamu. Aku juga pernah melihatmu langsung di gesen," jawab Kayo dengan tenang. Ia melirik pria yang masih enggan masuk, baru beralih kembali menatap Dai. "Aku ada di mana?"

"Bertanya tanpa basa-basi! Wah, tampaknya aku semakin menyukai neechan!" Kayo hampir tersipu oleh kalimat lugu Dai, walau ia tahu maksud kata 'suka' itu bukan hal yang romantis. "Kamu ada di... rahasia! Hehe...." Dai menyeringai lebar. Anak itu ingin menakut-nakuti Kayo dengan sikapnya yang agak berisik.

"Begitu ya?" gumam Kayo datar.

Dai tertegun. "Kau tidak takut?"

Kayo kembali mencuri pendangan ke pintu. Di balik punggung pria itu tidak ada apapun selain lorong remang dan sepi. "Mungkin," jawab gadis itu kemudian. "Tetapi..., sampai detik ini aku masih hidup, itu berarti aku selain menjadi sandera akan dimanfaatkan suatu hal."

Guilty Crown: The Righthand of Eve ~She's the Queen~ [END]Where stories live. Discover now