1; OSPEK

118K 3.8K 48
                                    

Halo, cerita ini sudah lengkap ya!
Selamat membaca readers baru💘

DO NOT PLAGIARIZE MY BOOK!
I WARN YOU.

Dan kalau kalian melihat ada cerita yang plagiat dari ceritaku, tolong kasih tau aku ya... Terimakasih!

Yang gak feedback
Temennya kim jong unch


Reminder!:
Di cerita ini banyak kemustahilan, jadi jangan serius2 amat wkwkwk lol

🌸

"Kami di sini tidak seperti kampus-kampus lain ya yang membebankan maba untuk melakukan hal-hal yang aneh!" teriak senior cowok yang lagi nge-OSPEK.

Hening. Hanya suara angin yang berhembus.

"Cemen. Tadi aja pada berisik." cibir salah satu senior.

"Kalian gak disuruh apa-apa, ya, dipasang nggak kupingnya? Dari tadi kita capek ngatur kalian yang lebih banyak dari kita yang ngebimbing, berisik gak bisa diem. Ngerti kampungan kan? Iya kalian! Kita juga sama-sama kepanasan, bukan kalian doang."

"Ya elah, lagian siapa suruh kumpulnya gak di aula." gerutu Lilly dibalas anggukan oleh Maura, "Setuju Ly."

"Rasanya gue pengen teriakin begitu Ly," balas Nadine.

Maura hanya bisa terkekeh mendengar kedua temannya sedang bergerutu, "Hush udah, ntar kalo ketauan lo berdua mau dipajang di depan?"

Lilly dan Nadine hanya menggeleng.

Di depan sana senior sedang berkumpul seperti membicarakan sesuatu. Dan tidak lama, mereka melanjutkan.

Kini giliran senior cewek yang menyampaikan, "Oke, gini aja. Kalian akan kami pulangkan-"

"HOREEEE~~~~!!"

Teriak para maba bersorak-sorai bergembira.

"TERIMA KASIH YA TUHAN!!" teriak Abdul bersemangat, kedua tangannya dia angkat tinggi-tinggi di udara layaknya berdoa, mengucap rasa syukur karena tidak perlu panas-panasan lagi. Maura dan kedua temannya yang berada di belakang Abdul mengakak melihat gaya cowok yang satu ini. Terlalu ekstra.

"DIAM!"

Hening kembali.

"Saya belom selesai berbicara! Kalian kenapa sih bar-bar banget? Ini nih yang disebut mahasiswa!?"

"Maha benar cewek yang lagi PMS." timpal Abdul bergumam sambil menunduk.

Maura sekuat mungkin menahan tawa dan lalu menoyor kepala Abdul.

"Kalian boleh pulang kalau salah satu dari kalian ada yang mau berpuisi di depan!"

"Haa???"

Keadaan mulai bising. Mereka juga berpikir, "Mana ada yang mau puisi di depan? Mendadak pula."

"Maur, lu Ur!" paksa Gerry dorong-dorong Maura.

"Lah kok gue? Ih gak jelas ni orang."

"Iya Ur lu kan bisa puisi!" timpal Abdul ikut-ikutan dorong-dorong Maura.

"Gue gak bisa puisi, bego!"

"Hahahaha." tawa Nadine.

Tidak lama dari itu, ada yang mengangkat tangan di tengah-tengah lautan Mahasiswa yang sangat bising. Dengan lantang dia bersuara, "Saya yang akan puisi."

Semuanya langsung diam dan mencari siapa yang bersuara.

Si pemilik suara pun datang ke hadapan senior dan mengambil mic untuk berpuisi di depan.

"Siapa nama kamu?" tanya salah satu senior.

"Aidan Jaafir."

Para maba mulai berbisik-bisik.

Sebagian besar yang berbisik-bisik itu perempuan, karena terpesona dengan ketampanan cowok yang berani untuk berpuisi itu.

"Fix sih, dia bakal jadi cowok terkeren di angkatan kita!" ujar Nadine.

"Kerenan juga Abdul, ye gak dul?" kata Fadli.

"Iyalah, nomor satu gua berdasarkan tingkat kasta ketampanan." timpal Abdul sambil menyisir rambutnya.

"Aduh ini cowok sekelasan kita ngapa aneh semua ya, Ur." Lilly geleng-geleng.

"Gatau Ly, kayaknya kita harus banyak istigfar deh."

Sekarang giliran Aidan yang mengambil alih suara dengan berpuisi. Semua yang berada di lapangan terpaku ke satu arah di depan sana.

Puisinya berlangsung hanya dua menit, tapi makna dari setiap katanya sangatlah dalam.

Semua yang ada di lapangan memberinya tepuk tangan dan sorakan memberi pujian. Ada yang memberi pujian karena memang puisinya yang sangat bagus, ada juga yang hanya berterimakasih karena sudah menyelamatkan mereka untuk pulang dari OSPEK membosankan ini.

"Oke terima kasih untuk Aidan, sekarang kalian boleh-"

"Tunggu!" seru seseorang menghampiri senior yang ada di depan, lalu meminta pengeras suaranya.

"Kalian jangan pulang dulu ya, kalian harus ke aula dulu mendengarkan sambutan Rektor untuk hari terakhir OSPEK kalian ini."

Para maba mengangguk-tapi lebih tepatnya hanya maba perempuan yang mengangguk tidak dengan maba laki-laki yang langsung pada mengeluh.

Lalu pria dewasa yang tadi memberikan pengarahan langsung pergi ke arah aula.

"Ya allah itu dosen? Atau siapa? Ganteng banget astagaaa!" jerit tertahan Lilly.

Tiba-tiba Nadine berteriak menanyakan sesuatu ke senior di depan sana, "KAK ITU TADI SIAPA??"

Maura menginjak kaki Nadine.

"Aww! Ih gila kali lu ya!!"

"Lo yang gila, aduh malu-maluin lo jadi temen gue pake teriak-teriak nanya gitu segala!"

"Emang kenapa sihhh kan kita pengen tau ya Ly!"

"Iya betul!" setuju Lilly.

Maba perempuan yang lain juga ikutan melempar pertanyaan yang sama.

"Yeuh, ngerti aja ada yang bening langsung nanya-nanya. Tadi aja gak ada yang nanya!" seru salah satu senior.

Dan pada akhirnya salah satu senior menjawab rasa penasaran maba perempuan, "Beliau itu dosen di sini, masih muda loh. Dia cuma ngajar di beberapa fakultas di kampus ini. Jadi bagi kalian yang nanti diajarin sama beliau, kalian beruntung!"

"MASIH SINGLE GAK KAK?" tanya salah satu maba perempuan.

"Saya? Masih kok."

"BUKAN KAKAK TAPI DOSEN ITU!"

"Kalian tanya aja sendiri kalau beliau ngajar di kelas kalian. Sudah! Sekarang kalian harus ke aula!" suruh senior.

Tanpa komat-kamit lagi, maba perempuan langsung berlari ke arah aula karna diketahui dosen tampan tadi berada di aula. Sedangkan para maba laki-laki hanya jalan santai.

"Maur, kok lu gak lari alay kayak mereka?" tanya Abdul.

"Nggak dul, kaki gue pegel."

🌸🌸🌸


Mr. MelvianoWhere stories live. Discover now