31; Menurut

34.6K 1.8K 53
                                    

Devan, tampak dari luar mungkin ia terlihat dingin, tidak gampang tersentuh dan tidak peduli dengan sekitarnya, tapi percayalah banyak sekali hal kompleks yang ia pikirkan dan diam-diam ia rasakan, apapun masalahnya.

Minggu lalu saat ia mengajar di kelas Maura, sedikitpun Maura tidak berinteraksi saat jam pelajarannya dan duduk di pojok paling belakang. Devan sedikit menyesal karena mencampakkan Maura, ia sedikit kesal gadis itu mencampakkan pesan juga telepon yang ia lakukan beberapa kali. Dan sekarang yang bisa ia lakukan hanyalah memikirkan gadis yang sudah menganggu hatinya dan bagaimana caranya bisa kembali akur seperti dulu.

Rapat hari ini dipimpin Rizky, Devan tidak dalam suasana hati yang baik untuk memimpin rapat hari ini jadi ia menyuruh Rizky. Ia duduk di ujung meja memerhatikan apa yang disampaikan sahabatnya itu. Sesekali ia juga melirik ke arah Aldo yang juga memerhatikan jalannya rapat ini.

Rizky menyudahi rapat hari ini, tiga jam ia bersuara tanpa henti, "Saya harap apa yang saya uraikan tadi cukup jelas dan proyek yang akan datang akan berjalan dengan lancar," ujarnya pada karyawan-karyawan Devan, "Saya tutup, terimakasih dan selamat siang." tutupnya.

Mereka membereskan barang-barang mereka, dan mulai keluar ruangan satu persatu, tapi Devan masih duduk di bangkunya.

"Van, gue duluan," seru Rizky yang berada di ambang pintu. Devan tidak menjawab, hanya mengangguk dan mengangkat tangannya memberi tanda mengizinkan Rizky untuk pergi. Saat ia lihat Aldo ingin meninggalkan ruangan ini juga, Devan bersuara, "Do," panggilnya.

Di ruangan rapat tinggal tersisa mereka berdua, Aldo yang hendak pergi berhenti dan berbalik menghadap ke arah Devan. Devan berdiri dari duduknya lalu menghampiri Aldo, jarak mereka sekarang hanya lima langkah. Aldo merespon hanya dengan bergumam. Disahut tanpa embel-embel "Pak", Aldo tau ini akan menjadi serius.

"Ada hubungan apa sama Maura?" tanya Devan.

Aldo tersenyum, "Pacaran."

Tanpa aba-aba, Devan langsung mencengkram pundak Aldo dengan kuat, "Selama ini gue mencoba baik sama lo, kalau bukan karna Alm. Bokap gue yang pengen anak temennya kerjasama dengan perusahaan ini, gue gak akan sudi kerjasama sama perusahaan lo semenjak gue tau lo mantan Kaila yang udah nyiksa dia. Gue gak tau maksud dan tujuan lo apa deketin Maura, tapi satu hal yang perlu gue terangin, jangan sampai lo nyakitin Maura kaya apa yang pernah lo lakuin ke Kaila dulu, jangan harap lo bisa hidup tenang setelahnya," tekan Devan di setiap katanya.

Aldo tertawa geli untuk tingkah Devan yang tiba-tiba menyerangnya, ia menepis tangan Devan dengan tenaga yang tidak kalah kuat, "Mikir dong Van, emang lo siapa ngancem gue?" tantangnya, "Gue pemegang saham cukup besar di sini, 40% ..." Aldo menyeringai, "Jadi suara gue cukup berpengaruh di perusahaan lo."

Devan tersenyum kecut, "Then I will return your shares,"

Ekspresi Aldo langsung berubah mengancam, "Lo gak akan bisa,"

"I have seven companies so what can't I do?" kali ini Devan yang menyeringai.

"Van kunci mobil gue lupa anji—" pintu terbuka menampilkan Rizky yang terburu-buru dan terkejut setelah melihat Devan dan Aldo yang tepat sekali di depan pintu, "Eh, maaf." cengir Rizky.

-

Kelas berubah menjadi ramai gembira setelah orang TU memberitahu bahwa dosen jam terakhir tidak dapat hadir dan beliau tidak meninggalkan tugas untuk dikerjakan, jadi mereka hanya mengisi absen lalu dibolehkan pulang.

Maura dan beberapa temannya memutuskan untuk ke rumah Abdul yang dekat dari kampus, masih jam 12 siang, rasanya aneh jika pulang kampus secepat ini.

Mr. MelvianoUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum