11; Tidak Bermaksud

44.9K 2.6K 17
                                    

Perlu beberapa hari untuk Maura memikirkan juga memutuskan pekerjaan yang ditawarkan Devan. Kalau saja Maura menjadi sekretaris orang lain, mungkin Maura sudah langsung menerimanya. Tapi ini Devan? Maura perlu memikirkannya matang-matang. Sebenarnya saat Devan berkata ia mempunyai perusahaan, Maura cukup terkejut. Ternyata Devan bukan hanya seorang dosen tapi juga seorang business man.

Sampai sekarang Maura belum juga memberi kabar ke Devan, sedangkan Devan sejak saat itu menunggu Maura. Tapi sudah lewat beberapa hari ini, Maura tidak juga memberinya kabar. Jadi ia tidak lagi menunggu Maura, Devan tipe orang yang tidak mau memaksa jika orang yang ia tawarkan tidak mau.

Jum'at minggu lalu, Maura mengikuti kelas pengganti Devan. Tapi sabtu ia tidak ikut, karena ada acara keluarga.

Juga tiga hari yang lalu, Maura dan Devan berada di dalam satu kelas yang sama seperti biasa. Mereka terlihat normal saja, selayaknya dosen dan mahasiswa. Tidak ada Devan melirik Maura lagi, ia sangat fokus memberi materi yang sebenarnya hanya materi ulangan saat mahasiswanya berada di SMA dulu. Bahasa Inggris memang seperti itu bukan? Grammar, berdialog, dan sebagainya.

Sudah dua minggu lewat, dimana kabarmu pada tawaran Devan, Maura?

Setidaknya jika tidak ingin, berilah kabar dan alasan apapun itu.

"Ara, dimakan sayang makanannya." suruh Ayahnya yang baru saja datang ke meja makan. Ia melihat anaknya itu hanya mengaduk-aduk serealnya saja.

"Kamu mau jus atau susu, Ra?" tanya Bundanya.

Maura diam saja tidak menjawab.

"Ra?"

"Susu aja Bun, kaya Abel." pinta adiknya untuk si kakak.

Maura menolak, "Nggak Bun, makasih Bun."

"Tumben." kata Bundanya yang masih buat kopi untuk Ayahnya.

"Kamu kenapa? Ada tugas susah? Sini Ayah bantuin."

"Nggak kok Yah." Maura kini memakan serealnya.

"Ayah," Maura memulai sebelum Ayahnya pergi untuk urusan pekerjaan.

"Kenapa?" Ayahnya yang sedang makan roti menengok.

Maura diam sebentar hingga akhirnya berbicara, "Ara boleh kerja gak?"

Ayahnya berhenti mengunyah sambil melihat ke Maura, "Kamu kan masih kuliah nak."

Abel hanya mendengarkan percakapan antara kakaknya dengan sang Ayah. Bundanya dan Bibi pergi membeli sayuran di depan rumah.

"Aku kerjanya selesai perkuliahan kok Yah, libur setiap hari minggu."

Ayahnya sempat diam menunggu anaknya melanjutkan lagi.

"Aku kerja mau mandiri Yah ... Aku mau ngerasain biayain hidup aku sendiri."

Ayahnya masih diam sambil makan.

"Aku juga mau ngerasain ngebahagiain keluarga aku pakai uangku sendiri."

Ayahnya memang diam mendengarkan Maura, tapi sang Ayah diam-diam bangga bukan main anaknya yang seharusnya memang masih menjadi tanggungannya, ingin menjadi mandiri terhadap dirinya sendiri.

"Memangnya kamu gak takut tugas-tugas kuliah kamu terbengkalai nanti? Kamu bakal punya dua kesibukan kalo ditambah kerja."

"Nggak kok Yah! Aku pasti bisa!"

"Memangnya kamu mau kerja apa?"

"Sekretaris do ... " Maura menjeda sedikit, "Temen aku Yah."

"Temen kamu punya perusahaan?"

Mr. MelvianoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang