37; "I know you can survive."

42.2K 2.3K 67
                                    

"Pak saya dapat kabar dari Gerry katanya Maura diculik pak, saya dan teman-teman saya mau nyusul Gerry di Bandung," kata Abdul di sambungan telepon.

Devan mendengar itu langsung mengusap wajahnya kasar, emosinya langsung meluap, "Gerry tahu dimana lokasinya?" tanyanya menahan amarah.

"Gerry berhenti di desa pedalaman gitu pak, Gerry gak bisa nyusul mobil yang nyulik Maura soalnya motornya mogok. Dia sekarang lagi di rumah salah satu warga yang punya bengkel."

"Tolong kirim shareloc Gerry ke saya, terimakasih." Devan pun langsung menutup telponnya.

Devan memukul klakson setirnya dengan kuat berkali-kali, sampai-sampai orang-orang disekitarnya memakinya, bahkan ada yang memukul-mukul mobilnya yang mahal itu dan ia tidak peduli. Ia menyesal kenapa tidak menjemput Maura dengan motor saja. Sekarang dia terjebak di tengah kemacatan dengan penuh penyesalan. Devan memijat keningnya, matanya merah berair. Ia tidak bisa menahan emosinya yang sangat kalut, membayangkan apa yang akan Aldo lakukan pada Maura.

Saat lampu merah sudah menyala, Devan terus mengklakson mobil yang ada di depannya dan saat jalanan sudah mulai lancar, Devan mengebutkan mobilnya. Sambil mengebut, Devan mengecek ponselnya untuk mengetahui lokasi Gerry sekarang. Dia juga menghubungi polisi dan memberi tahu di mana lokasi penculikan tersebut.

-

Gadis yang malang, tidak pernah terpikirkan hidupnya akan sesuram ini. Ia dikurung di sebuah gudang usang dan berlampu redup. Entah di mana ia berada sekarang, Maura benar-benar tidak tahu semenjak ia dibius oleh Aldo. Tangannya terikat ke atas dengan tali yang menggantung dari kayu di atasnya. Kakinya turut diikat dan mulutnya disumpal handuk kecil. Sedari tadi Maura menangis hingga sampai ia lelah dan dehidrasi, membuatnya tak sanggup menangis lagi.

Maura merasakan hembusan angin yang sangat dingin dari fentilasi yang ada di atas pintu, ia bisa melihat ternyata langit sudah menghitam. Maura tidak tahu ini jam berapa, ia tidak mendengar hiruk pikuk eksistensi adanya manusia. Ia berspekulasi kalau dia sedang ada di tengah hutan.

Maura mencoba berteriak tapi percuma, handuk yang menyumpalnya tidak membiarkan suara keluar sedikitpun. Ia berontak dengan keadaan yang sulit sekali untuk kabur. Tolong siapapun, bebaskan Maura.

Seseorang membuka pintu, Maura menengok was-was. Rasa panik menyerangnya, jantungnya berdetak dengan cepat seakan menandakan ia tidak akan selamat mengetahui siapa yang masuk.

Orang itu lagi-lagi tersenyum, mengandalkan wajah tampannya. Tapi percayalah, hatinya benar-benar iblis.

"Capek gak sayang?" tanyanya.

Maura kembali menangis, ia menggeleng-geleng, meminta Aldo untuk tidak mendekatinya. Tapi Aldo tertawa dengan gestur Maura yang seperti kecacingan itu.

Aldo sudah berada tepat di hadapan Maura. Ia membuka sumpalan mulut Maura. Memang sepertinya mempunyai gangguan jiwa, Aldo langsung menjambak lalu mencium bibir Maura.

Maura berontak, ia menggigit bibir Aldo dan berhasil terlepas, "BANGSAT!!" teriaknya.

Aldo menampar Maura, "ETIKA LO DI MANA?!" murka Aldo, "Lo aturan tuh bersyukur Ra, gue gak minta lebih dari ini. Gue masih cinta sama lo. Kalau gak juga dari tadi badan lo udah remuk sama gue."

Maura memelototkan matanya, "Psikopat." cerca Maura.

Aldo tersenyum, lalu tertawa.

"Dasar gila." cerca Maura sekali lagi.

Aldo langsung menonjok Maura, hingga hidung Maura mengeluarka darah dan badannya terhuyung. Ia lalu mencengkram rahang Maura, "Cuma gue yang bisa lo andalkan saat ini." tekan Aldo.

Mr. MelvianoWhere stories live. Discover now