16; Kencan

41.1K 2.1K 102
                                    

"Saya suka sama bapak."

Devan mematung menatap Maura cukup lama, apa anak ini bercanda? Pikirnya. Tangan Maura juga masih memegangi tangan Devan. Saat mendengar itu pun seakan isi kepalanya kosong, hanya 'saya suka sama bapak' yang berputar di sana. Ada apa Devan?

"TAPI BOONG HAHAHAHAHA." lanjut Maura setelah melihat Devan terdiam cukup lama.

Maura tertawa geli tak henti-hentinya. Tapi ekspresi Devan justru malah biasa saja walau usaha Maura cukup berhasil membuatnya tertipu dan hampir percaya.

"Makanya pak jangan ngerjain orang hahahahahaha dikerjain balik, baper, huh."

"Dasar bandel." kata Devan.

"Bodo!"

"Padahal saya sudah mau lamar kamu itu, gak ada pacar-pacaran lagi dengan kamu confession seperti itu, langsung saya seriusin," kata Devan. "Eh ternyata ngerjain saya, jadi males saya."

Deg. Maura sedikit terkejut mendengarnya dan langsung menjawab, "Haha siapa juga yang mau sama bapak." ada secuil keraguan dari getaran setiap kata perkatanya.

"Kelihatan ngomongnya gak serius." Devan kembali duduk di samping Maura dan menatap Maura intens.

"Udah bapak pulang aja, saya gak larang lagi kok."

"Maura," panggil Devan mengabaikan perkataannya.

Atmosfer di antara mereka dari sudut pandang Maura jadi sangat sangatlah awkward as hell.

"If it's possible to happen, would you willing to be my last stop?" tanya si es batu.

Sheesh. Amburadul sudah Maura di dalam dirinya sendiri.

Maura menyeringai, "Saya tau pak, bapak mau ngerjain saya lagi kan?"

Devan tidak menjawab tapi dilihat dari ekspresi wajahnya membuat Maura tidak yakin kalau Devan sedang ingin mengerjainya.

Maura kembali meluruskan pandangannya ke arah tv, "Jangan ngeliatin saya kaya gitu."

Devan terlihat serius.

Maura hanya diam dan Devan pun langsung menyentuh pipi Maura, memutar wajahnya ke arah Devan, "Look at me."

Maura sangat benci suasana seperti ini, dimana ia merasa tidak bisa melakukan apa-apa. Dimana ia kehilangan kata-kata. Dan ini yang paling ia benci, ketika darah memuncah membuat pipinya merona.

Akhir-akhir ini perasaannya terhadap Devan cukup membingungkan, tapi Maura terus memaksa untuk menutupi perasaannya itu. Ia sama sekali tidak ingin mengetahui ataupun mengakuinya. Rasanya aneh jika mahasiswa menyukai dosen. Aneh 1000%.

"Dijawab." pinta Devan dengan suara beratnya.

"Maaf saya tolak." jawab Maura.

"Alhamdulillah ..." ucap Devan.

Maura langsung mengerutkan alisnya menatap Devan.

"I just prank you. Jangan serius-serius." Devan menyengir sangat lebar dan puas sudah mengerjai Maura, dan itu benar-benar berhasil. "Saya balik dulu, mau ketemu bu Hana. See you next week." Devan mengelus kepala Maura sebelum pergi meninggalkan Maura yang terlihat benar-benar kesal.

What the heck?

Maura sampai-sampai berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak berhubungan lagi dengan Devan. Jujur saja, dadanya sesak atas apa yang Devan lakukan. Rasanya ia ingin memukul dosennya itu sampai jadi pepes tahu.

-

Keesokan harinya, Maura memasuki kelas dengan wajah yang terlihat sekali tidak seperti biasanya. Wajahnya murung. Ia masih patah hati mengingat kejadian kemarin. Semalam saja ia menangis entah untuk apa.

Mr. MelvianoWhere stories live. Discover now