Chapter 43

100K 8.9K 4K
                                    

Hai... alhamdullilah bisa update sesuai jadwal dan bisa sampe 5200kata 😍 Mohon koreksinya kalau ada typo atau keliru. Ngebut nih 😂 Bismillah dulu gpp kali ya biar kuat hatinya 😌

Mulmed: Mengenangmu Kerispatih


Happy Reading




Tubuh Lovely meluruh jatuh, ia terduduk di lantai, menatap kosong ke arah telepon yang tergantung ke bawah dari atas meja. Ia tidak kuasa mendengar apapun yang terjadi lebih lama. Penyangkalan dalam batinnya terus diteriakkan, terus dilakukan meski suara itu merasuki gendang telinganya begitu nyata. Setiap tekanan kata keluar, sebanyak itu pula ia menjeritkan meski tidak ada suara yang bisa ia perdengarkan.

Bunyi nada telepon yang dimatikan di seberang sana akhirnya terdengar setelah beberapa panggilan samar diserukan. Perlahan, tetes demi tetes air mata tidak sanggup lagi dibendung—mengalir deras dari kedua matanya mengingat pembicaraan yang baru saja dilakukan bersama orangtua Jayden. Tanpa suara, tetesan bening itu meluncur dengan brutal mengalirkan nyeri keseluruh sandi tubuhnya. Seolah tangan tak kasat mata sedang berusaha mengambil sebagian dari dirinya dan ia tidak bisa melakukan apa-apa kecuali pasrah menerimanya.

Ia tidak bermimpi...

Gaungan suara dari seberang sana bukan sekadar ilusi...

Neneknya kritis. Neneknya berada di Rumah Sakit dalam keadaan kritis.

Dan akhirnya... ia benar-benar habis.

Apakah dosanya sebesar itu hingga Tuhan memberikan cobaan bertubi-tubi tanpa henti? Sakit yang didapatkan dari mereka saja masih menganga, mengapa semesta menimpakan lagi padahal sesak saja masih menguasai jiwanya?

Dengan tubuh bergetar—nyaris tidak bisa merasakan pijakan—ia tergopoh, berderap ke kamar mencari tanpa arah tas tangannya dan memasukkan apapun yang perlu dimasukkan sebelum melihat keadaan Neneknya di Rumah Sakit. Ia harus memastikan beliau baik-baik saja. Tidak. Beliau memang akan baik-baik saja. Dia wanita tua yang kuat dibalik kulit keriputnya. Dia wanita yang tidak pernah mengeluh sakit meski beliau tidak lagi muda. Apa yang ia takutkan sebenarnya? Neneknya jelas akan baik-baik saja. Beliau berbeda. Beliau akan berada di sisinya dan menggenggam tangannya dengan tangan keriput itu sambil mengatakan ia akan baik-baik saja. Bahagia adalah apa yang dikatakannya, dan Neneknya akan berada di sana melihat ia merasakan itu semua.

Pecahan kaca menembus telapak kaki, namun seakan tiada sakit yang berarti lebih dari luka yang sekarang tengah menggerogoti, Lovely tetap menyeret kakinya. Kedua langkahnya tetap dihela dengan darah yang mulai mengotori lantai akibat goresannya.

Ia keluar dari apartemen tanpa alas kaki sambil menahan perut bagian bawahnya yang serasa ditusuk-tusuk belati. Tiba di depan lobi dengan napas tersengal dan keringat dingin yang membanjiri badan, ia menghentikan taksi yang baru saja menurunkan penumpang dan dengan segera ia masuk ke dalam menggantikan. Disebutkannya alamat Rumah Sakit besar yang tempo hari ia kunjungi untuk memeriksa kehamilan. Semua ucapan ibu mertuanya mulai menyerbu membabi buta memenuhi kepalanya. Tangannya dikepalkan kuat, tubuhnya bergetar seraya mengatur napas pelan-pelan ketika sakit itu mulai menerjang datang.

Ia menyandarkan kepalanya ke sandaran jok, menoleh ke jendela samping menatap jajaran gedung dan orang-orang yang berlalu lalang meski fokusnya terus memudar. Hari sudah gelap, matahari telah beringsut tenggelam menyisakan ketenangan yang pekat di tengah hiruk-pikuk Ibukota. Perahan nyeri yang diberikan kedua anaknya adalah satu-satunya hal yang menandakan bahwa dirinya masih hidup. Sakit. Sangat sakit. Namun, ia tersenyum, meski air matanya mengalir deras di sudut matanya saat setiap bayangan bahagia dari masa lalu seperti bermunculan di depan dirinya.

Lost StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang