IV

3.5K 679 68
                                    

puisi keempat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

puisi keempat


menit ini penjaga toko menunjukkan raut bosan, aku balas raut segan.
lewat tiga pekan,
duniaku hujan sebab nona tak juga datang.

kupeluk hati sendiri. bahasa kangen yang bisa jadi hanya mataku yang mengerti.

kemanakah perginya nona?

tiap topik obrolan yang kusiapkan bertumpuk-tumpuk, sekarang terbakar.
tersisa abu yang ditiupi awan menuju kayu jendela kamarmu, mereka membawa tanya yang kuubah menjadi doa.

lelaki malu ini terlalu banyak mau.
dulu dalam kamus pribadiku pernah ada undang-undang.

dan sekarang aku percaya saat orang lain bilang syarat rasa disebut cinta adalah,
ia harus klise.

sekarang aku mengerti, nona. sekarang aku mengerti.

cinta pasti memperbudak, mencambuk dada pakai asa.

tetapi.., kapan cinta akan menjawab penyebab bentangan jarak antara kita?

masa bodo.
apapun alasannya, otakku tidak pernah bisa terima.
aku marah karena dia menjadi penyebab netraku sukar melihat figurmu.

nona, aku ingin jujur. kalbuku buta perihal rasa.
angan berharap, kamulah yang akan membawaku menaiki tangga kesenangan, berdua kita menari-nari di atas singgasana istana.

justru terbalik, belum genap mengambil satu langkah, nona memilih hilang.
menjebakku
dalam
kesakitan

nama tak saling tahu. namun sudah tertebak dalam benak, kamu wanita pertama yang akan buat kakiku sulit beranjak.
tidak akan semudah itu mengeluarkan bayangan parasmu, melunturkan bayangan lengkung sabitmu.

apabila nona hendak berhenti untuk ke sini, maka puisi ini pun akan kupaksa berhenti di tengah jalan.
akan aku relakan garis dalam bukuku keheranan dikarenakan cerita yang kutulis dengan akhir tanpa penjelasan.
layaknya rumah bekas;
sepi
menggelap
menghitam
seiring ditinggal pemiliknya

jangan risau. tanpa jeda kutengadahkan tangan berdo'a; dengan siapa pun kamu di sana, kuharap jua kamu selalu bahagia. bagaimanapun keadaanmu, semoga kamu selalu mampu bersikap baik-baik saja.

tiba di akhir puisi.
paragraf terakhir, namun relung ingin bukan termasuk akhir dari kisahnya.

jadi,
sampai berjumpa lagi, nona. semoga di lain kesempatan, Tuhan memperbolehkan kita membuat cerita.


oleh,
hwhj di bandung. (yang sedang sedih karena terpaksa mengakhiri puisinya.)

Kalimat Tak Butuh RumahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang