VII

2.1K 476 59
                                    

puisi ketujuh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

puisi ketujuh

ketika itu awannya kelabu.
berdiri di stasiun, aku tak tenang menunggu.

"hyunjin! maaf, aku telat 30 menit."
"eh, nggak papa, yang penting kamu udah ada di sini. ayo masuk."

menyebalkan,
bagaimana cinta benar-benar menghipnotis anaknya sampai mau marah pun rasanya tak bisa.

keretanya sedang lengang, sebab hari biasa.
maaf lancang, sebab tak bisa sekalipun mengalihkan pandang dari wajah nona.

kuhitung bintang di pipimu;
kupuji pelangi di bibirmu;
tak kurang dengan mentari di matamu;

cantiknya, bidadariku.

"hyunjin?"
"iya gamma?"
"kita mau ke mana?"
"ke mana aja, gamma. kita susuri dunia pun, boleh, kalau kamu mau."
"kalau narnia? kamu bisa bawa aku ke sana?"
"mau ngapain ke narnia?"
"mau ketemu edmund. abisnya dia manis."
"ya sudah kalau gitu gak usah ke sana."
"hyunjin!"
"he he he.."

60 menit lebih perjalanan tak terasa membosankan.
kami berbincang soal apa saja;

sistem pemerintahan indonesia-baru kuketahui ternyata nona yang kusayang ini pengamat politik,
soal narnia yang merupakan dunia impian gamma sejak dahulu-bahkan dia memaksaku untuk membelikan lemari yang mampu menjadi portal menuju ke sana.

"denger ini, saya enggak bisa ngebawa kamu ke narnia, gamma. saya bisanya bawa kamu ke dunia buat kita berdua. ya walaupun gak seindah dunia fiksi impian kamu, sih, tapi saya janji bakal membuatnya menyenangkan!"

persetannya aku tak sadar saat menjawabnya.
atmosfer canggung.

10 menit seusai naik becak dari pusat kota garut.
pagar panti asuhan jadi objek utama yang tertangkap mata.

"panti asuhan?"
"anak-anak kehilangan itu butuh kasih sayang, gam. saya membangun panti asuhan ini biar mereka tau gimana rasanya dikelilingi keluarga."
"hyunjin...."
"kamu gak mau ke sini? ya sudah, ayo kita pulang-"
"ini menakjubkan, hyunjin!"

sekembalinya aku setelah bercakap dengan bu yuli-ibu kedua, wanita yang selalu tulus merawatku.
melangkah masuk, kulihat bidadariku yang lagi main rumah-rumahan sama anak perempuan.

"namanya nona gamma," aku nimbrung.
"nona gamma cantik."
"cantikkan kamu," nona menimpali.
"nona gamma itu bukan cuma cantik, tapi dia adalah bidadari. bidadari yang tanpa diketahui sudah membawa hati kak hyunjin pergi..."
"kak hyunjin bohong, ya. ga boleh ditiru!"

aku tertawa, bukan sebab lelucon,
tapi akan diri nona yang begitu lugu.

begitu aneh pula.
sosok hyunjin yang tak pernah berani menyapa orang,
manjadi kesatria berani,
hanya karena seorang nona yang sama sekali tak menyadari perasaanku padanya.

hujan tak betah lama-lama dalam dirimu sepertinya.
aku senang sebab kesedihan tak memperlakukanmu jahat.
aku kagum patah hati menjadikanmu lebih baik, bukan membuat terpuruk.
aku tenang.

ingin kukatakan, rembulan pun akan kalah bersinar bila nona menunjukkan senyum.
semoga selamanya seperti itu, semoga penyebabnya itu aku.

menginjak jam 2 siang, aku kecapekan.
gammaku masih tak lelah juga bermain ular tangga bersama anak-anak lain.

lewat hari ini, aku sadar bahwa bahagia tidak butuh peta.
bahagia bukan sebuah tujuan destinasi yang tiap titiknya perlu dikunjungi.

bahagia adalah hal besar yang selalu bisa tercipta melalui banyak hal kecil.

bukti:
puisi ini bisa aku ciptakan berdasar cinta seadanya,
diselingi gema tawa anak kecil yang amat sederhana.

dengan ini, nona gammaku, kuresmikan;
cintaku kian bertambah dengan teramat.

oleh,
hwhj di garut. (tepatnya di panti asuhan, sedang melihat anak-anak bermain sama gamma. aku kebingungan, yang lebih menggemaskan ialah anak-anak itu atau nona rupawanku?)

 aku kebingungan, yang lebih menggemaskan ialah anak-anak itu atau nona rupawanku?)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

astaga w bole gasi cemburu sama gamma:(

Kalimat Tak Butuh RumahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang