Suatu saat, kita akan bercerita untuk seseorang. Suatu saat, kita akan berani menyusun kata-kata untuk menghidupi seseorang. Meski raga kita mati, puisi-puisi tidak akan pernah kehabisan nyawa bagi mereka yang membacanya.
// status: finished
featur...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
puisikesembilan
ada benda yang dikemas ada kuku yang dipangkas ada raga yang dicemas pula, ada bahagia yang dirampas.
maaf membuat nona menunggu lama. ini lewat tujuh hari, kiranya? mungkin juga empat belas? entahlah, kalender di sini tidak menarik.
sebelumnya, jujur, puisi kali ini terkesan menyedihkan. keadaannya pun berkata demikian.
nona, ada keadaan yang tak ingin aku ceritakan. kupikir, bijaknya saja aku kini menghilang.
olokanmu telah sampai pada penghujung jemariku. mengais musim semi dan semu bersama sendu. diiris bilah yang ditempa dari teriakan dalam logika,
semua lelaki ujungnya sama, menghilang lagi. mereka cuma hobi menarik janji-janji.
nona, demi sejuta burung yang kulihat berarakan menuju bulan; ataupun kantung teh yang kuseduh berbarengan dengan nelangsa; menyaksikan betapa malang nasib manusia si pemilik perasaan;
aku ingin kamu tahu, aku juga patah.
kita kecewa tapi kita bisa apa?
nona sedang di mana sekarang? lain kali jangan repot menyusup ke sini. percuma, nona, aku pun akan mencari celah sampai ujung dunia -sembunyi. aku tak sudi membaca matamu. setidaknya hingga amarahmu berhasil disimpan rapat.
sudah, segini saja dulu. pikiranku sedang tak mahir berpikir banyak ketika puisi ini dilahirkan.
kuharap, rasa maklummu tak dimakan ego. kuharap
maaf, tidak bisa memberimu apa-apa. dari kali pertama berjumpa sampai hari ini, yang mana rusuk tubuhku terlalu sering menggaungkan maaf.
tapi aku berani bersumpah, gamma, tidak akan ada lagi perempuan yang bisa kudambai selain kamu.
