We Should Take It Slow

1.8K 138 0
                                    

Sure Tammia, I already smell like a butter.

Kupandangi lagi layar ponselku lalu penyesalan daatang setelah aku mengirim sent kepada Tammia.

What the fuck did you thinking Maxon? Are you fucking flirting with her? What's wrong with you??

Apalagi selama empat hari aku tidak mendengar kabar apapun darinya. Aku cemas sangat cemas. Rasa kaingin tahuanku yang besar hampir mmebuatku mendatangi rumahnya namun kuurungkan niatku. Aku juga ingin menelepon Viola namun aku tidak ingin menimbulkan persepsi apa-apa pada Viola. Aku sendiri juga tidak tahu apa yang merasukiku hingga ingin sekali mendekap Tammia semalaman tanpa berhubungan seksual.

I'm a jerk, I admitted that.

Tidak pernah sekalipun wanita yang tidur bersamaku tidak berakhir berhubungan seksual denganku. Baru Tammia-lah satu-satunya wanita yang kudekap semalaman tanpa melepaskan pakaian satu sama lain.

Jantungku berdegup dengan kencang ketika Toyota Prius milik Tammia parkir tepat di depan tokokku. Udara malam Boston mala mini cukup dingin hingga membuatku menggigil kedinginan.

Tammia membuka kaca mobilnya lalu berteriak padaku

"Max! Apakah kau mempunyai garasi?" Tanyanya dari dalam mobil. Aku menggeleng lalu mendekat ke arahnya.

"Aku tidak punya garasi, tetapi aku tahu dimana kau bisa memarkirkan mobilmu, keluarlah biar aku yang memarkirkannya, aku tahu tempatnya," Tammia keluar dari mobilnya lalu aku memasuki mobil Toyota Prius miliknya. Tammia berlari ke arah kursi penumpang dan masuk di dalamnya.

"Apa yang kau lakukan?" Tanyaku heran.

"Aku ikut Max,"

"Kau tunggu saja aku di dalam toko, okay?" Tammia menggeleng.

"I'll come with you, agar aku yakin kau takkan menjual mobil ini ke tempat jual beli mobil," Aku terkekeh. I like her sense of humour.

"Jika memang aku akan menjualnya, aku tak yakin harganya akan melambung tinggi, Prius mu sudah cukup kuno," Tammia memutar bola matanya dan menatapku dengan bosan.

"Tammia, aku akan memarkirkan mobilmu baik-baik dan tunggu saja aku di toko okay?" Tammia seperti memikirkan permintaanku dan akhirnya keluar dari jok penumpang dan mengetuk kaca mobil pengemudi.

"This is my baby, jaga prius ku baik-baik,"

"Gosh, Tammia aku hanya memarkirkan mobilmu beberapa blok dari tokoku..."

***

Setelah aku menitipkan mobil Tammia di garasi mobil Mr. Muhammad pemilik makanan Kebab Halal terkenal di Boston, aku berjalan kembali ke tokoku dan tidak menemukan Tammia di lantai bawah toko. Kuputuskan untuk naik ke atas, disanalah Tammia duduk di tempat tidur kecilku dan membuka-buka buku resep-resep Pastry berbahasa Prancis yang sudah kupelajari sejak aku bertekad akan meninggalkan Boston demi Paris.

"Kau mengerti semua ini?" Aku duduk disampingnya dan mendapati aroma tubuh Tammia yang membuatku ingin membenamkan wajahku ke lehernya.

"Yeah, aku mempelajari Bahasa prancis secara otodidak dan di SMA ku yang dulu," Jawabku sambil memandangi wajahnya yang berbinar-binar menatap buku resep tersebut.

"Aku selalu salut dengan orang yang bisa berbahasa lain selain Bahasa Inggris," Aku terkekeh.

"Bukankah di SMA kita dulu ada pelajaran Bahasa Spanyol dan Prancis?" Tammia mengangguk pelan.

"Aku tak pernah berhasil di keduanya,"

"Setahuku kau honour roll student Tam," Tammia menoleh ke arahku.

Cappuccino [END]Where stories live. Discover now