I'm Freaked Out

1.8K 141 1
                                    

Aku panik, tidak bisa berpikir dan hanya meneriakkan nama Tammia berkali-kali ketika Tammia tidak sadarkan diri. Aku mencari ponselku yang entah dimana kuletakkan benda itu.

"Shit!"Aku menelusuri laci lalu tempat tidur dan ruang televisi, lalu aku turu menuruni tangga dan mencarinya di dapur lalu ke bagian depan toko.

"Where's that shit cellphone???" Aku frustasi, aku harus menelepon dokter Melissa. Aku harus meneleponnya sekarang juga. Tidak, aku tidka ingin Tammia seperti ini lagi, kenapa ini semua harus terjadi? 

Aku tidak ingin Tammia seperti itu lagi. Dia bahagia bersamaku, dia lupa tentang Daniel dia lupa penyakitnya dan dia bisa tersenyum bahagia.

Kenapa tiba-tiba dia seperti itu lagi? Teringat olehku salah satu berkas yang diberikan dokter Melissa padaku ketika aku menemani Tammia terapi di kliniknya.

Aku naik lagi keatas kamarku lalu membopong Tammia dan merebahkannya di tempat tidurku, ku kecup keningnya dan berharap ia segera siuman.

Kucari berkas yang terdapat informasi mengenai penyakit Tammia di laci kamarku lalu kubaca daftar trigger yang menyebabkan Tammia terkadang tidak sadarkan diri seperti ini atau berhalusinasi berlebihan.

"Holy Shit," Umpatku. 

Cappuccino, menjadi salah satu trigger Tammia. Mungkin jika orang umum tidak paham mengenai PTSD dan penyakit traumatis seperti ini terdengar sangat konyol Cappuccino bisa membuat seseorang tidak sadarkan diri. Yeah, tetapi itulah yang terjadi pada Tammia saat ini, Cappuccino seperti sebuah Kryptonite baginya.

Kututup jendela kamarku dan menyadari di gedung sebelahku adalah sebuah café baru yang menjual berbagai macam kopi seperti starbucks.

"Shit shit shit shit! I'm sorry Tammia, I'm so sorry," Aku merasa bersalah dan terluka. Entah apa yang merasukiku aku merasakan luka yang sama seperti apa yang ia alami.

"Tammia, please wake up," Aku frustasi dan memohon seperti orang yang putus asa. Kukecup bibirnya berkali-kali dan berharap dia akan terbangun seperti di cerita dongeng Putri Salju. Aku mulai mempercayai adegan di dongeng itu akan membangunkan Tammia yang tak sadarkan diri. 

Aku tak pernah percaya kepada Tuhan dan sekitarnya, namun saat ini aku berdoa dan berdoa agar Tammia sadarkan diri.

"Max..." Thanks God! Tammia membuka matanya perlahan lalu aku mencium bibirnya dalam-dalam dan kelegaan membanjiriku.

"Thank you, baby, you wake up this time..." Kukecup lagi bibirnya berkali-kali dan kurasakan bibir Tammia tersenyum di bibirku.

"Kau memanggilku baby Max..." Am I? Aku tidak ingat kalau aku memanggilnya baby.

"Tenanglah, Max ini sering terjadi... kau tidak menelepon dokter Melissa kan?" Aku menggeleng pelan dan menangkup wajahnya dengan tanganku.

"Good, aku tidak ingin membuat heboh siapapun," Tammia terduduk lalu aku merengkuh tubuhnya. Ia terkekeh.

"Kau setakut itu?" Tanyanya pelan. Aku mengangguk di lehernya. Aku takut, frustasi dan panik. Aku tidak bisa membayangkan Tammia tidak ada di sisiku lagi. Tammia mengusap punggungku lalu menekankan wajahnya di leherku dan mengecupnya.

"Peluk aku malam ini sampai pagi Max,"

"Yes,aku takkan melepasmu sampai pagi, hell...aku tak ingin kau pulang ke rumah besok dan besoknya lagi," Kurasakan Tammia terkekeh lalu melepaskan pelukannya dariku dan mengecup bibirku.

"Kau boleh menyebutku baby,"

"Yes baby,"

"Good..." Tammia melumat bibirku lebih dalam kali ini dan aku rela memberikan dunia ku untuknya.

"Aku ingin merasakan kulitmu menempel di kulitku Max, kau dan aku akan berpelukan semalaman tanpa busana, dan hanya pakaian dalam kita saja," Oh, aku tak tahu apakah aku dapat menahan hasratku atau tidak, tetapi demi Tammia apapun akan kulakukan.

Aku akan menahannya hingga kami siap dan mempunyai hubungan yang jelas. Tunggu dulu, apakah aku ingin mempunyai hubungan yang jelas dengannya? I don't know,aku hanya ingin berada di sampingnya selama-lamanya.

Tammia melepaskan pakaiannya dan hanya memakai bra dan celana dalamnya.

Holy hell, Iblis di dalam diriku mengatakan ingin merasakan semua itu namun Malaikat yang masih ada di dalam diriku mengatakan aku harus menahan semua ini. Kulepaskan pakaianku dan bergabung dengan Tammia di balik selimut lalu memeluknya erat-erat.

Tammia menggapai bibirku dengan bibirnya lalu melumatnya dalam-dalam dan mempertemukan lidah kami hingga aku mengerang di mulutnya.

"Max..." Bisik Tammia di bibirku.

"Kau punya kondom?" Aku terkejut lalu menatapnya.

"Yes,tapi Tammia, kita sudah membicarakan hal ini sebelumnya, kalau aku tidak ingin kita—"

"I want it now Max, akun ingin kau sekarang,"

"Tam, this is not a good idea,"Tammia menekankan tubuhnya ke tubuhku lalu mengigit dadaku hingga aku menggeram dan mengerang.

Shit, shit shit... lidah Tammia berada di dadaku, aku seorang lelaki normal wajar saja bagian bawah tubuhku mengeras karena kehadiran lidahnya berada di dadaku.

"Tam..." desahku.

"Max, I want you right now..." Tammia menatapku dengan mata coklatnya, permintaannya membuatku ingin mendorongnya menjauh dariku namun di satu sisi aku ingin mengabulkannya karena sebagian dari diriku menginginkannya juga malam ini. Tidak, aku harus yakin dulu dengan apa yang aku dan Tammia jalani saat ini, aku harus meyakinkan hal itu dulu padanya.

"Tam, Listen...Aku juga menginginkanmu so bad... hell, aku menginginkan hal ini dari awal kau menciumku di kamar tidurmu, tetapi apa yang terjadi diantara kita, kita masih belum mengetahui apa hal itu, aku tidak ingin merusak hubungan baik ini dengan seks okay? We will do that after we sure what is this between us," Wajah Tammia tampak kecewa namun ia sepertinya memikirkan hal ini matang-matang kali ini lalu meringkuk di sisiku dan memeluk tubuhku.

"Okay, I'm sorry... last time I have sex like four years ago, so I'd feel like a nun right now and need to release all of these shit things going on in my head and my fucking PTSD," Aku terkekeh dan menyambut pelukannya. 

Kukecup puncak kepalanya dan berharap kami akan terus selamanya seperti ini.

"Max?" Tammia berbisik.

"I think I like you," Holy Shit, jantungku berdetak dua kali lipat lebih cepat. Aku tidak percaya dengan apa yang barusan kudengar. Dia menyatakan perasannya padaku saat ini, aku tidak menyangka apa yang barusan kudengar itu sebuah pernyataan nyata.

Tammia terduduk lalu menatapku yang sedang berbaring. Kulihat mata coklatnya dan rambut coklatnya serta wajah pucat sayu seperti putri salju dan bra berwarna biru muda dan celana dalam yang berwarna senada dengan bra nya.

"Aku serius mengatakan kemungkinan aku menyukaimu Max, I really do, aku tidak tahu apakah akuMove On dari Daniel atau tidak, tetapi satu hal yang kuyakin aku menyukaimu, aku suka dirimu dan aku yang bersama seperti ini, tetapi aku masih tidak yakin apakah kita harus menjalin sebuah hubungan resmi atau tidak, yang pasti aku suka dengan keadaan kita saat ini," Aku duduk lalu menangkup wajahnya dan mencium bibirnya dalam-dalam.

"Apakah aku harus menjawabnya?" Tammia menggeleng.

"No, you don't have to,tetapi aku penasaran dengan apa yang kau pikirkan saat ini," Aku sebelumnya tidak tahu menahu seperti apa Tammia, namun satu hal yang kutahu Tammia tipe wanita yang berterus terang apa adanya.

"I like you too Tam," Tammia tersenyum lalu melumat bibirku hingga nafasku seperti diambil olehnya.

"I know you'll like me Maxon Dobrev," Aku terkekeh di bibirnya.

"How cocky you are Tammia McKenzie," Tammia menekankan lagi bibirnya ke bibirku dan kami berciuman sampai kami tertidur. 

Cappuccino [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang