She...Knows...The...Truth...

1.7K 143 2
                                    

Saat aku akan mengaduk adonancroissantyang akan kujual hari ini aku terkejut mendapati Ibuku sudah duduk di kursi-kursi pengunjung.

"Mom?"

"Max! kau sudah lama tidak mengunjungi wanita tua ini!"

"I'm sorry...banyak sekali hal yang harus kukerjakan akhir-akhir ini..." Ibuku menghela nafas panjang kemudian ia berdiri dari duduknya.

"Kau masih mengasuh wanita itu?"

"Mengasuh? Mom! I..."Aku tidak tahu harus mengungkapkannya apa saat ini. 

"Kau apa?"

"She's my woman Mom..."Anehnya Ibuku tertawa sarkas kemudian ia seperti bersedih akan sesuatu.

"She's your brother's fiancée!"

"Daniel sudah meninggal!"

"Oh, ya... kau merebut kehidupannya dan kini kau juga merebut kekasihnya?" Kututup mulutku dengan kedua tanganku dan aku takut jika Tammia mendengarkan apa perkataan Ibuku kini.

"Aku tidak merebut kehidupannya!"

"Oh, you doMax! siapa yang menandatangani surat pemberian libur tahanan kepada Ayahmu, Max? kau membawanya ke New York kemudian—"

"Mom, bisakah kau diam?"

"I won't fucking shut my mouth Max... aku tahu detail kejadian yang terjadi dari mulut Ayahmu sendiri..." Kubanting adonan croissant kemudian aku menarik tangan Ibuku untuk keluar dari gedung.

"Please, I'm begging you Mom!Jangan membawa-bawa masalah ini lagi!"

"Maxon! Aku harus membawa masalah ini lagi karena kau bertindak gila!" Kemudian Ibuku melipat kedua tangannya di dada dan ia memejamkan matanya lalu menatapku lagi.

"Ayahmu yang gila dan kucintai itu tidak menyesal membuat luka ini di wajahku dan tidak menyesal telah menabrak dan membunuh kakakmu, Maxon! Sadarlah!"

Aku memejamkan mataku dan berusaha tidak mengingat kejadian itu. Berusaha tidak mengingat darah yang mengalir deras dari kepala Daniel ketika Tammia mengambil darahnya dan berusaha memasukkannya lagi ke dalam kepalanya. Aku lari. Aku kabur dan aku tak bisa berhenti berlari.

Sirene NYPD yang mengerubungi mobil GMC hitam membuatku ketakutan.

Memang, bukan aku yang sengaja menabraknya. Ayahku. Barney Dobrev.

Aku sudah berteriak dengan kencang di dalam mobil kemudian Ayahku menekan pedal gas dengan kuat dan menjadi menggila.

That old man is fucking crazy.

He's always crazy.

Dia membenci Daniel dan membenci segala sesuatunya mengenai Daniel. Bahkan, dia membenci Tammia McKenzie yang jelas-jelas tidak ada hubungannya dengan masalah pelik keluargaku.

Tetapi, Ibuku menyalahkanku atas kejadian itu dan rasa bersalah menggerogotiku setiap aku melihat Tammia.

Kini Ibuku membawa lagi mimpi burukku di hadapanku ketika hatiku sudah tertanam Tammia di dalamnya. Aku sudah mencintainya. Aku sudah mengecapnya menjadi wanitaku. Aku bukan perebut Tammia di dalam kehidupan Daniel dan aku bukan perebut nyawa Daniel.

Aku hanya terjebak diantara itu semua. Aku—

"Apakah itu semua benar Max?" Mataku melebar melihat Tammia berdiri di dekat pintu toko dengan wajah kecewa yang jarang ia tampakkan kepadaku.

"Maxon?" Aku berjalan cepat ke arahnya kemudian Tammia menampik tanganku dan aku merasa terluka, tersayat dan terbelah hanya gerakan kecil seperti igtu darinya.

"Maxon Dobrev! Apakah benar kau membunuh Daniel?!" Ibuku hanya terdiam menggigiti jarinya kemudian ia berusaha ingin menjelaskan kepada Tammia namun Tammia berteriak dan matanya seperti tidak fokus lagi.

Fuck! Her fucking PTSD!

Tammia seperti kehilangan udara di sekitarnya kemudian aku berusaha menahan berat tubuhnya namun ia mendorongku berkali-kali. Ibuku seperti orang kebingungan karena tidak tahu apa yang terjadi.

"THIS IS ALL YOUR FAULT MOM! SHE'S SICK!"

Aku berusaha menolong Tammia namun ia mendorongku lagi dan aku sangat frustasi.

"Baby... let me help you... baby... please let me help you," Tammia menggeleng berkali-kali kemudian ia mundur-mundur dan mundur lalu terjatuh sambil memegang kepalanya, lehernya dan dadanya.

Tammia mengerjap-ngerjapkan matanya seakan-akan ia tenggelam di dasar lautan. Aku berlari dengan cepat ke arahnya dan merengkuhnya. Tammia meronta-ronta dipelukanku namun aku tak perduli, aku tidak mau dia tersiksa lagi karena memori buruknya yang disebabkan oleh Ayahku.

"MOM! GIVE ME YOUR PHONE!"Teriakku kepada Ibuku dan Ibuku dengan tangan bergemetar mengambil ponselnya lalu menyerahkannya kepadaku.

"Apa yang terjadi Max? ada apa dengan wanita ini?" Tanya Ibuku.

"She's sick... she had some mental illness, that fucking PTSD shit! and you pulled the fucking trigger!"

Kubuka ponsel Ibuku kemudian Ibuku terisak. Aku tidak pernah berbicara kasar seperti ini kepada Ibuku sendiri. Entah kenapa kini ingin sekali aku membentaknya dan menyalahkan segala sesuatunya kepada Ibuku. 

"Oh, dear... I'm sorry so sorry aku tidak tahu kalau kau menderita," Aku hanya fokus dengan menekan angka nomor ponsel dokter Melissa yang sengaja kuhafal jika ada kejadian darurat seperti ini.

"Doc, I need your help..."

THANK U FOR 4K READERS! MAAF BANGET CERITA INI LEBIH LAMBAT DARI SIPUT! 

MAKASIH MAKASIH!

LOVE U ALL!

Cappuccino [END]Where stories live. Discover now